Lepaskan Aku, Tuan Muda!

Lepaskan Aku, Tuan Muda!

Membayar Kontrakan

Bunyi ayam berkokok sudah bertalu-talu tetapi Gea masih saja meringkuk di bawah selimutnya. Ia merasa pagi cepat sekali datang. Padahal pagi ini gerimis turun dengan sedikit lebat hingga membuat tidurnya semakin nyenyak. Merasa di puk-puk oleh kasur dan dibelai oleh selimut tentu saja membuat Gea bermalas-malasan untuk beraktivitas pagi.

Gadis yang berusia 22 tahun ini memiliki jadwal kuliah pagi tetapi dia merasa malas untuk berangkat. Apalagi dosennya terkena killer semakin menambah rasa kemalasan Gea saja.

Tidak berapa lama terdengar suara pintu kamarnya diketuk oleh seseorang yang sangat yakin jika itu adalah ibunya.

"Gea, bangun, ini sudah siang," kata ibunya dari luar kamar. Gea pun memicingkan matanya sebelah. Baru saja ia akan bermimpi indah malah sudah digagalkan oleh teriakan ibunya.

"Iya deh, Bu, lima menit lagi!" teriaknya dari kamar. Gea masih belum mau melepas selimutnya.

Sementara itu di luar rumah ada dua orang yang mengenakan pakaian hitam seperti seorang depkolektor mendatangi tempat kediaman Gea dan ibunya serta seorang anak yang masih berusia sekitar 7 tahun merupakan adik Gea satu-satunya.

"Permisi." Mendengar suara itu ibunya Gea langsung membuka pintu dan menyambut kedua tamunya dengan ramah meski dia tahu maksud kedatangan kedua orang ini adalah untuk menagih uang kontrakan yang sudah terlambat sekitar satu bulan yang lalu.

"Bu Ranti, apakah Anda tahu jika hari ini adalah hari di mana Anda harus membayar kontrakan ini?" tanya salah seorang dari mereka dengan nada yang datar.

Bu Ranti, ibu Gea memang sudah tahu jika kontrakannya terlambat dan sekarang harus membayar double tetapi masalahnya saat ini dia tidak memegang uang sepeserpun bahkan untuk uang jajan anak bungsunya saja dia tidak punya.

"Iya Tuan, saya tahu tetapi saya saat ini memang belum memiliki uang." Bu Ranti menundukkan kepala. Dia tahu jika juragan kontrakan di depannya ini sebentar lagi pasti akan marah dan mengeluarkan perkataan keras gelegar petir.

"Apa katamu?!" Nada bicara lelaki itu mulai berubah yang tadinya datar sekarang agak menanjak sedikit.

"Iya, tapi saya berjanji akan membayar secepatnya." Buru-buru Bu Ranti pun menimpali lagi kalimat lelaki itu agar tidak jadi marah.

"Ini sudah alasan yang berapa kali kau buat, Ranti?" Hati Ranti semakin bergetar. Gea mendengar ada suara ribut-ribut di depan. Dia langsung mengemas selimutnya dan mencari suara itu. Masih dengan muka bantalnya, Gea membuka pintu kamar dan melihat siapa tamu yang berkunjung ke rumahnya di pagi buta seperti ini.

"Ada apa, Bu?" tanya Gea memandang ibunya tengah ketakutan. Dia juga melihat ada dua orang pria sedang berdiri di depan pintu.

"Bapak-bapak ini ada apa, pagi sekali sudah datang kemari?? Mau kawinin ibu saya?" Sontak saja Bu Ranti menyenggol tangan anak perempuan tertuanya sambil matanya melotot. Bu Ranti memang sudah menjanda sejak Gea berusia belasan tahun lalu. Bapak berumur 50 an tahun pemilik kontrakan itu sepertinya tidak tertarik dengan ucapan Gea.

"Heh, kamu pikir ibumu seleraku?"

"Ya siapa tahu, Bapak 'kan janda ibu saya duda," cerocos Gea tanpa bersalah. Ia nyengir memperlihatkan barisan giginya yang rapi.

"Heh!" Jantung Gea seakan copot dari dadanya. Lelaki itu membentak Gea dengan suara menggelegar. Tentu saja Gea langsung membungkam mulutnya.

"Jadi Bapak mau nagih biaya kontrakan kita?" Lelaki itu mengangguk.

"Gak jadi kawin sama ibu saya, siapa tahu Bapak tertarik dan menyukai Ibu saya, jadi saya bisa ngontrak disini gratis, heheh." Lelaki itu melengos. Bu Ranti semakin geram dengan tingkah anaknya. Bisa-bisa dia menawarkan ibunya sebagai jaminan. Sungguh anak setengah laknat!

"Hus, kamu bicara apa?" Bu Ranti berbicara dengan nada lirih takut jika si pemilik kontrakan mengamuk.

"Ya siapa tahu jodoh, Bu." Bu Ranti mencubit pelan lengan Gea hingga dia meringis.

"Oke deh, kasih waktu kita seminggu lagi, Pak." Sang juragan itu melotot dan Gea malah mengedipkan matanya agar syaratnya berhasil.

"Oke, saya masih berbaik hati, jika sampai seminggu lagi kalian tidak bayar, angkat kaki dari sini!" Gea menahan nafas. Agaknya pemilik kontrakan itu agak beda dari yang lain, biasanya emak-emak yang suka judes malah ini kebalikannya. Sulit sekali di lobi.

Sepeninggalan kedua pria itu, Gea langsung duduk termenung. Tentu saja dia merasa sedih bukan karena juragan kontrakan itu menolak permintaannya untuk menikahi sang ibu tetapi dia memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak 5 juta dalam satu minggu.

"Gea, kamu ini beneran minta tinggal waktu satu minggu?" Ibunya pun langsung duduk di samping Gea.

"Ya gimana lagi, Bu, daripada kita nanti diusir dari sini." Gea menunduk lesu. Bu nanti tidak habis pikir jika anak sulungnya akan bertindak sedemikian rupa.

"Ibu tidak usah khawatir, aku pasti akan cari kerja setelah ini."

"Nggak usah biar Ibu saja, kamu fokus ke kuliah biar cepat selesai." Sebagai anak sulung dia tidak mungkin hanya berpangku tangan padahal kondisi keuangan keluarganya sedang hancur. Apalagi seminggu yang akan datang pasti juragan kontrakan itu akan mendatangi rumah mereka dan dia tidak mau jika terusir dari sana karena dia juga belum memiliki tempat tinggal yang tetap.

Dengan langkah gontai akhirnya dia pun berangkat ke kampus. Jam kuliah akan dimulai sekitar setengah jam lagi artinya masih ada waktu untuk Gea melakukan hal yang lain.

Dia duduk termenung di atas bangku dekat pohon beringin yang memberikan kerindangan di kala siang ini. Gea terus berpikir bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang sebanyak 5 juta dalam seminggu. Jual diri? Itu hal yang pertama dia pikirkan, sebab bukan rahasia umum lagi jika dia berani melakukan hal itu jangankan dalam seminggu dalam tiga hari pun 5 juta pasti di tangan.

"Nggak mau, nggak mau, aku nggak boleh seperti itu," kata Gea menggelengkan kepala. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa memperoleh pikiran negatif seperti itu.

Jam kuliah pun dimulai, Gea mengikuti dengan setengah hati bahkan banyak sekali pelajaran yang diberikan kepada dosen tidak ada yang nyantol di otaknya. Terang saja pikirannya memang hanya uang untuk saat ini.

Sekitar 2 jam kemudian kuliah pun selesai. Gea langsung menghambur begitu saja keluar. Rencananya dia akan mencari pekerjaan hari ini tetapi di mana dan kapan itu yang belum ditemukan jawabannya.

Gea keluar kampus dan menyusuri trotoar sambil melihat-lihat jika ada lowongan pekerjaan. Kebetulan saat dia sedang melamun dia menemukan sebuah pamflet yang berisikan membutuhkan tenaga kerja sebagai seorang pelayan. Dia membacanya dan merasa tertarik dengan gaji yang ditawarkan. Gea mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!