Hati Yang Luka

Happy reading...

Langkah Reyn terhenti saat ia ingin melabrak saudara kembarnya sendiri yang sedang berdansa dengan sang kekasih yang harusnya sudah menjadi Isterinya hari ini. Tatapan matanya begitu garang namun jelas terlihat bulir yang akan segera jatuh disana.

Yah, iasudah berusaha untuk baik-baik saja, namun yang ada ia kembali merasa menjadi orang yang paling disakiti.

Namun sang Mama menahan langkah Reyn dengan senyuman yang sengaja di buat semanis mungkin. Yah, wanita yang melahirkan Reyn ini terlihat tak bisa menyempurnakan perannya menjadi orang jahat.

"Rayn, bagaimana mungkin kamu datang selambat ini saat saudara kembarmu akan menikah?" katanya lembut namun penuh dengan penekanan.

Reyn memiringkan kepala bersamaan dengan jantungnya yang hampir melompat keluar. "Rayn?" katanya mengulangi ucapan yang keluar dari mulut orang yang telah melahirkannya itu.

Ia mendadak kesulitan menelan ludah sendiri. Pasti ada yang salah dengan pendengarannya sampai ia mendengar Mamanya sendiri tak bisa membedakan antara dia dan Rayn. Ia memegang kedua bahu Mamanya dan menatap mata wanita itu dalam.

"Ma, aku Reyn!" katanya berusaha setengah itu.

PLAK!

Akh!

Sontak saja Reyn memegangi kepalanya akibat pukulan Mamanya yang cukup keras. Ia meringis kesakitan menatap wajah Mamanya dengan beribu tanda tanya ingin memastikan kalau Mamanya hanya sedang dalam mode bercanda saja. Namun sampai detik ini ia tak melihat sinyal bercanda di ekspresi dan tatapan mata Mamanya itu.

"Reyn pasti akan sedih kalau mendengar ucapan itu keluar dari mulut kamu."kata sang Mama.

Reyn kembali memegang kedua makanya dan memaksa mamanya menatap matanya. Yah, Mamanya tidak bercanda. Bagaimana mungkin Mamanya tak mengenalinya? Akh, mimpi buruk apa lagi yang harus diterimanya kali ini?

"Mama, bercandaan Mama kelewatan." Kata Reyn dengan bibir bergetar.

Ini sangat tidak mungkin. Yah, semua orang bisa saja bersikap seolah tak bisa membedakan mereka satu sama lain. Tapi bagaimana Mamanya sendiri, orang yang paling dekat dengannya selama ini juga merupakan dirinya?

"Rayn? Bagaimana liburan mu? Apakah ada masalah?"

DEGH!

Mimpi buruk itu semakin nyata saat sosok Ayahnya datang menghampiri mereka dengan tangan sebotol Whisky di tangannya. Dengan senyuman lebar layaknya seorang ayah pada anaknya, ia mengulurkan botol Whisky pada Reyn.

Sontak saja hal itu membuat pemuda ini menjadi semakin bingung dan kaget bukan main. Yah, Papanya sangat dekat dengan Rayn, dan ia tak semua hal yang dilakukan Rayn.

Sedangkan dirinya sama sekali tak pernah diperlakukan sama oleh orang tua dan teman-temannya. Harusnya Ayahnya tau kalau ia tak menyukai whisky.

"pa," ia tak bisa menahan air matanya lagi.

"Kenapa? Apa ada masalah disana?" kata Rusdiantoro mendadak khawatir.

"Aku Reyn, Pa. Bukan Rayn," katanya menjelaskan.

Ayahnya tampak diam dan meneliti wajahnya sedetail mungkin dan berlanjut ke seluruh titik tubuhnya.

Sedikit ada harapan dalam hati Reyn kalau Papanya akhirnya menyadari kalau ia sama sekali tak berbohong. Tapi harapannya itu harus patah lagi saat melihat Ayahnya malah tersenyum lebar dan menepuk bahunya keras.

"Apa yang menarik dari Reyn sampai kamu sangat ingin menjadi dirinya?" kata Rusdiantoro dengan senyuman lebar.

"Pa!"

Reyn tidak bisa berfikir lagi. Kenapa semuanya mendadak seperti ini tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, agar ia bisa menyiapkan mental da juga hatinya. Tapi mendengar teriakannya darinya sama sekali tak membuat Papanya menyadari kesalahannya malah ia bertindak seolah itu adalah lelucon.

"Daripada membicarakan hal yang tidak penting, Lebih baik kamu menghampiri Reyn dan mengucapkan selamat atas pernikahan nya yang sempat meragukan tahta keluarga kita.

Yah, setidaknya ia bisa melakukan perannya sebagai Putra pertama. "Suruh Rusdiantoro pada Reyn.

Setelah itu ia menepuk bahu puteranya lagi dan pergi bergandengan dengan istrinya meninggalkan Reyn yang semakin kesulitan walau hanya sekedar bernafas.

Tak hanya tubuhnya yang bergetar, hatinya jauh lebih mengerikan. Jika orang tuanya saja tak bisa mengenalinya lagi, bagaimana jika Cherry juga melakukan hal yang sama.

Namun jangan panggil namanya Reyn jika ia tak membuktikan apa yang ada dalam pikirannya. Dengan helaan nafas panjang, ia melangkah dengan berat menuju pasangan yang sedang berdansa itu. Yah, jika pun Cherry tak mengenalinya, Rayn pasti tau dan mengenalinya karena mereka sama namun beda.

Namun baru saja ia melangkah, ia melihat Cherry tersenyum lembut pada kembarannya yang juga membalasnya tak kalah lembut. Akh, ia tidak tau alat apa lagi yang harus ia lakukan untuk mengukur seberapa sakit hati dirinya kini.

Namun tanpa ia sadari, Cherry malah sengaja melakukan itu karena ia begitu membenci Rayn yang tega mengkhianati nya di hari yang paling sepesial seharusnya bagi nya dan bagi Reyn.

Yah, lelaki yang tak bertanggung jawab itu tak pantas bahagia dengannya. Biarlah dia yang berusaha menjauh dari sang pujaan hatinya dan menjalani kehidupan baru bersama orang yang mirip dengan nya meski ia tau mereka bukan orang yang sama.

"Reyn mendekat kemari, bersikap lah selayaknya kamu menyukai ku."bisiknya pada suami sah nya sekarang.

"Apa yang harus kulakukan?" kata Rayn bingung.

"Peluk aku dan tersenyum lah." katanya.

Perlahan tapi pasti Rayn melakukan juga apa yang dikatakan Cherry meskipun ia tau konsekuensinya tak akan semudah yang ia pikirkan. Jelas terlihat saudara kembarnya itu tak baik-baik saja dan mungkin hubungan mereka akan hancur tak berbentuk.

"Maafkan aku, Reyn."gumamnya hampir tak terdengar.

"Kamu bilang apa? Maaf?? Buat apa? Toh, dia sendiri yang melakukan kesalahan itu. "Kata Cherry

membalas gumaman yang keluar dari mulut Rayn.

"Tapi Reyn pasti tak memaafkan aku, Cehrry. Kamu tak akan bisa berfikir jernih tentang _"

"Tak perduli apapun yang kamu pikirkan, yang pasti aku tak akan membiarkan kamu jauh. "

"Aku benar minta maaf, Reyn." kata Rayn lagi.

Namun gerakan tangannya dan tubuhnya tak berhenti dan terus mengiringi langkah Cherry seolah mereka adalah pasangan yang sangat bahagia. Inilah saatnya Reyn melihat semuanya dan meneteskan air mata meski ia sangat membenci kecengengan.

"Cherry, kita harus bicara." kata Reyn menghampiri kedua mempelai itu.

Tatapan matanya sangat tajam seolah ia bersiap menelan saudara kembarnya hidup-hidup. Namun jangan sebut namanya Cherry jika ia mau menerima ajakan Reyn dengan mudah. Ia melanjutkan tubunya yang melengok-lengok tanpa perduli ucapan mantan kekasihnya itu.

"Cherr_"

"Jangan bicara dengan ku!" benak Cherry keras.

Reyn semakin menatap tajam pada Rayn sehingga pemuda itu paham dan memilih melepaskan genggaman tangannya pada Cherry dan tersenyum sangat lepas dan menghela nafas panjang yang berat.

"Tampaknya kalian harus menyelesaikan semuanya. " katanya mewakili ucapan pamit.

Kemudian ia melepaskan semuanya dan memilih menenangkan diri sejenak.

BERSAMBUNG....

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!