Happy reading...
Di manakah Reyn berada saat ini?
Di tengah kegaduhan kota yang super padat menambah pusingnya kepala Reyn yang baru terbangun dari tidurnya. Ia mengucek mata menatap sekeliling dan menyadari kalau hari sudah beranjak malam.
"Akh, kenapa semuanya sekacau ini?" katanya membanting stir kemudi di depannya.
Di luar mobilnya banyak orang berkerumun sehingga ia merasa ribut tadinya. Yah, bagaimana tidak orang-orang berdatangan saat melihat mobil yang terparkir itu ada orang yang pingsan di dalamnya. Reyn yang kembali tertidur karena pengaruh obat tidur itu sangat keras.
"Dia bangun." kata seorang Ibu di luar sana.
"Akh, aku sampai mengira ia sudah mati. " kata yang lainnya.
Semakin lama semakin banyak orang yang berbicara sambil mengucap syukur karena ternyata orang didalam mobil yang tak lain adalah Reyn masih hidup. Dan beberapa menit kemudian, seseorang mengetuk pintu mobil Reyn.
"Apa yang terjadi, anak muda?" kata seorang kakek mengetuk kaca mobil Reyn.
Mau tak mau Reyn harus keluar sambil memijat pelipisnya untuk mengurangi rasa pengarnya yang semakin menjadi. Ia sama sekali tak menduga efek obat tidur itu akan seperti ini, dan ini adalah petaka yang paling besar dalam hidupnya.
Cherry pasti sangat marah dan membencinya, atau sekarang dia pasti sudah pulang kembali ke rumah orang tuanya. Akh, memikirkan apa yang terjadi antara keluarga Bramasta dan Rusdiantoro setelah ini cukup membuat kepala Reyn semakin pusing.
"Kamu tidak apa-apa, Anak muda?" kata seorang ibu lagi.
"Saya tidak apa-apa dan hanya tertidur tadinya. Tidak perlu khawatir dan saya akan pulang sekarang.
Terima kasih atas kekhawatiran kalian," kata Reyn membungkuk sopan.
"Kamu butuh minuman?" kata seorang wanita yang diperkirakan berusia empat puluh tahunan.
"Boleh." sahut Reyn menerima botol minuman yang disodorkan wanita itu.
Setelah itu, ia pamit pergi dan mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang. Yah, ia merasa sangat takut dan bingung bercampur aduk. Bagaimana tidak, ia melakukan kesalahan yang sangat fatal dan mungkin Ayahnya tak akan memaafkan dirinya.
"Apa yang harus kulakukan?" bisiknya.
Ia memarkirkan mobilnya ke pinggir trotoar dan mengeluarkan ponselnya. Namun saat itu ia hanya diam dan mematung tanpa berniat melihat ataupun sekedar membuka ponselnya yang mungkin menjadi ramai hari ini. Kemudian ia menghela nafas panjang yang berat dan mengacau rambutnya frustrasi.
"Dasar be_go!" makinya pada diri sendiri.
Ia membanting setir lagi dan lagi agar semua emosinya terluapkan. Bahkan ia menjambak rambutnya sendiri penuh emosi sambil terus memakai dirinya sendiri dan mengatai ia bodoh dan tak berguna sama sekali.
Lalu ia mengeluarkan dompetnya dari saku celananya dan membukanya. Disana terpandang lah foto Cherry yang sangat cantik dengan balutan kain mewah seni pengantin . Yah, foto yang diambil saat mereka melakukan acara pertunangan dulu masih tersimpan abadi dalam dompet Reyn.
"Maafkan aku, Cherry."bisiknya hampir tak terdengar.
Tanpa sadar air mata keluar dari sudut matanya menandakan kalau ia sangat menyesali semuanya. Ia bahkan semakin tersedu semakin waktu berjalan.
Malu, sakit, perih dan berbagai perasaan lain bercampur menjadi satu dalam hati dan jiwanya.
Setelah puas meluapkan emosinya, ia kemudian melanjutkan perjalanan dengan raut wajah aneh.
Ia berjanji akan menerima segala akibat yang harus dihadapinya begitu ia tiba di rumah. Mungkin saja orang tuanya akan mencoret atau mengeluarkan dirinya dari kartu keluarga, mengirimkannya ke pulau terpencil ataupun memecatnya dan membuatnya pengangguran. Akh, membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk meremang.
Tapi semua diatas segalanya, sosok Cherry lah yang paling mengganggu pikiran Reyn. Apa yang sedang dilakukan wanita tambatan hatinya itu sekarang? Apakah ia sedang menangis atau mengurung dirinya di dalam kamar, bersama dengan gulung yang menjadi saksi bisu perasaannya yang meluap tanpa bentuk.
Reyn tau Cherry bukan wanita yang mudah ditaklukkan dan akan sangat susah memaafkan semua kesalahan orang lain yang sudah terlanjur membuatnya sakit hati. Jika ia marah dan membunuh Reyn sekalipun, mungkin pemuda itu ikhlas dan tak akan melawan dengan catatan mereka akan kembali bersama dan merancang kehidupan selanjutnya dari awal lagi.
Yah, Reyn tau semuanya tak akan semudah itu tapi bukan berarti tak ada kemungkinan ia berhasil meyakinkan Cherry kembali. Tapi yang sekarang ia pikirkan adalah tindakan Cherry yang mungkin menghilang dan tak akan pernah lagi ditemukan oleh Reyn. Itu akan lebih menyakitkan daripada semua hal yang baru saja ia pikirkan.
"Aku tak butuh lelaki yang sempurna, aku hanya butuh lelaki yang mampu menepati janjinya dengan tanggung jawab penuh.''
Teringat kembali ucapan Cherry saat pertama kalinya mereka menjalin hubungan satu sama lain.
Kini Reyn sudah menunjukan kalau ia tak pantas disebut lelaki yang bertanggung jawab. Di hari yang seharusnya penuh kebahagiaan ini harus hancur karena ulahnya.
Matanya menyipit tatkala air mata terus menetes membasahi pipinya seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainannya.
"Kamu memang pantas mati " katanya lagi pada dirinya sendiri.
Ia mengusap air matanya kasar tanpa bekas kasihan saat ia akan memasuki kawasan rumah orang tuanya berada. Yah, tempat yang tadinya pasti sudah dihias seindah mungkin karena menjadi saksi bisu janji suci yang seharusnya sudah keluar dari mulut Reyn.
Begitu tiba di kawasan rumah itu, hati Reyn kaget bukan main tatkala telinganya menangkap suara musik yang beradu dengan bayangan para penari yang terlihat samar-samar. Bagaimana mungkin ada pesta dansa sesuai rencana saat ia tak jadi menikah.
Dengan langkah gementar dan penuh rasa penasaran ia berjalan memasuki halaman rumah. Keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya sampai kemejanya basah kuyup. Jika ditanya mungkin ia merasa marah dan kaget juga sedih bercampur menjadi satu karena semua orang berbahagia tanpa peduli dirinya yang tak ada.
"Bagaimana mungkin ini terjadi?" katanya pada diri sendiri.
Ia berjalan perlahan dan semakin gementar. Tangannya mengepal tatkala matanya menangkap sosok tubuh yang sangat dikenalnya. Yah, saudara kembar yang sudah menemaninya dari dalam kandungan berdansa dengan kekasihnya yang seharusnya sudah menjadi Istrinya tadinya.
Ia sampai merasakan pusing bersamaan dengan mual yang semakin menjadi. Rasanya sangat sakit dan sulit dipercaya.
Mereka yang kembar identik sedari lahir namun jarang terlihat bersama karena terkadang mereka bersaingan dengan segala fasilitas yang diberikan orang tuanya. Rayn yang selalu bersikap sebagai anak bungsu yang selalu memaksa Reyn mengalah karena orang tuanya selalu berpihak pada Rayn.
"Oh, semuanya sudah kamu ambil bajingan! Kamu ingin mengambil Cherry juga?" katanya panas.
Ia melangkah cepat dengan tangan mengepal menahan emosi yang semakin memuncak ingin segera menghabisi saudara kembarnya itu. Tapi tiba-tiba ada sebuah tangan yang menahan langkahnya.
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments