Oki menyelesaikan liputan singkatnya dengan cepat karena sudah tidak sabar ingin bertemu dengan pemuda yang baru dia kenal tadi. Nora beberapa kali mengeluh karena Oki lupa apa yang harus dikatakan di depan kamera.
"Tanganku kram, bodoh. Cepatlah!" perintah Nora.
Oki mengangguk mengerti. "Setelah ini aku akan kembali menemui pemuda tadi. Kau bisa langsung pulang kalau itu maumu."
"Terserah," sahut Nora tak peduli.
Oki menarik napas dan mengeluarkan perlahan. Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas. Tangannya sudah membawa mikrofon di depan dada. Barulah dia mengeluarkan suara khasnya yang sudah jadi favorit para pemirsa di televisi.
Oki menjabarkan seluruh keadaan yang terjadi secara live hari ini. Untung saja, perkataannya lancar dan tidak bertele-tele meskipun bola matanya sesekali melirik ke arah para pendemo. Nora tau Oki sedang mencari laki-laki pendemo tadi.
"Oke, cut!" pekik Nora sambil menghentikan kerja kameranya. Dia memeriksa video yang baru saja dia buat, lalu menoleh ke arah Oki yang sudah menghilang dari tempatnya barusan.
Nora menoleh ke belakang, Oki sudah berdiri di hadapan laki-laki tadi. Nora mengedikkan bahu tak peduli. Dia ingin segera sampai di kantor dan merebahkan diri di atas sofa ruangannya.
"Oki, mana kunci mobilnya?" Nora masih sempat menemui Oki agar dia bisa pulang dengan mobil kantor yang mereka bawa.
"Lalu, bagaimana aku bisa pulang nanti?"
"Aku akan mengantarmu, bagaimana?" tanya laki-laki di hadapan Oki. Tersenyum menggoda.
"Oh baiklah," sahut Oki. Wajahnya tersipu. Dia meraih kunci mobil di tas kecilnya dan memberikan kepada Nora seraya tersenyum puas.
"Aku akan bilang kepada Kenan kalau kau bersama cowok lain," ancam Nora sebelum meninggalkan Oki sendirian.
Oki sempat mencegah, tetapi dia berubah tak peduli setelah mendengar pertanyaan dari laki-laki di hadapannya tentang Kenan.
Nora bahagia dia sampai di parkiran yang lebih tenang daripada di keadaan di belakang sana. Sekarang dia harus lebih bersabar untuk menemukan mobil kantornya yang memiliki tampilan sangat pasaran. Warna abu-abu, buatan Jepang, mulus dan seperti baru, sialnya Nora lupa nomor plat mobil itu.
Nora masuk ke salah satu mobil abu-abu itu setelah dia merasa yakin itu adalah mobilnya. Nora meletakkan kamera di kursi belakang, lantas memasukkan kunci ke dalam lubangnya.
Sebelum Nora sempat memutar kunci untuk menghidupkan mesin, pintu di sampingnya dibuka dari luar oleh seseorang.
Nora sempat mengira itu adalah Oki. Namun, ketika dia menoleh, dia melihat laki-laki berpakaian formal sedang menatap balik ke arahnya dengan ekspresi terkejut.
Keduanya berada dalam keheningan selama hampir lima detik.
Nora berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa dia tidak mengenal laki-laki itu dan mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
"Maaf, kau siapa?" tanya laki-laki berkemeja biru langit itu.
Nora menatap terperangah. "Nora!" dia menjulurkan tangannya. “Apa kau minta sumbangan?”
Laki-laki itu menatap lengan bersih Nora, dia tidak menjabatnya. Justru menatap miris, membuat Nora agak tersinggung.
"Apa yang kau lakukan di mobilku?" tanya laki-laki itu.
Nora terlonjak mendengar pengakuan itu. "Maaf, ini mobilku. Bukan mobil Anda."
"Tidak, ini mobilku," sanggah laki-laki itu.
Nora menoleh ke sekeliling. Mobil ini benar-benar seperti mobil yang ia bawa dari kantor. Tidak ada satupun bagian yang bisa Nora cari sebagai perbedaan.
"Lain kali, namai mobilmu dengan cat agar orang lain tidak salah masuk!" saran Nora dengan nada sarkas. Dia keluar dari mobil dengan ekspresi kesal. "Oh ya," sambung Nora membuat laki-laki itu semakin miris melihatnya. "Tolong benahi attitude-mu, oke? Tingkahmu yang arogan itu bisa membuat orang-orang meremehkanmu meskipun penampilanmu mirip orang paling bijaksana di dunia."
Nora menarik napas. "Aku sedang bicara tentang tanganku yang kau sia-siakan." Dia mengulurkan tangannya untuk mengingatkan laki-laki itu tentang perkenalannya yang tidak disahut.
"Ada masalah, Nona?" tanya suara tinggi dan dalam dari belakang Nora.
Nora menoleh ke belakang. Dia melihat laki-laki tinggi berbadan besar yang mengenakan pakaian hitam.
Nora sempat mengira orang-orang ini adalah pihak keamanan yang melihatnya ribut dengan laki-laki berkemeja biru tadi.
"Ya, dia mengabaikanku seolah dia paling benar di dunia ini. Tolong sampaikan kepadanya tidak butuh wajah arogan seperti itu untuk memberitahuku bahwa aku bersalah."
Lalu Nora berjalan menjauh. Dua laki-laki berbadan besar itu saling memandang keheranan, lalu menemui laki-laki berkemeja biru.
Nora menghela napas puas setelah menemukan mobilnya sekaligus melihat laki-laki berkemeja biru itu sedang diajak bicara oleh dua pihak keamanan. Peristiwa tadi adalah satu-satunya hal yang bisa membuat Nora tersenyum hari ini.
Nora kembali ke kantornya dengan perasaan lega. Dia bisa berdendang mengiringi lagu yang diputar di radio ketika perjalanan pulang.
Sesampainya di kantor, Nora naik ke lantai tiga, tempat ruangannya berada. Sebisa mungkin menghindari ruangan Indah, agar dia tidak diceramahi lagi.
Nora membelok ke lorong dapur, itu adalah jalan alternatifnya agar bisa menghindari ruangan bosnya.
"Nora!" seru seseorang dari belakang Nora.
Nora mengerling tegang. Itu adalah suara yang sejak tadi dia hindari. Karena dia sudah berhenti, mau tak mau dia berbalik untuk berhadapan dengan Indah.
"Mana Oki?" tanya Indah dengan ekspresi heran.
"Eh, dia masih di sana."
"Kalian sudah selesai?"
"Karena itulah aku pulang."
Indah meneliti ekspresi Nora untuk mencari kesalahan di tiap sudut wajahnya. "Kau tidak bohong, 'kan?"
"Ya. Oki pulang telat karena dia sedang berkencan dengan salah satu pendemo. Biar kuberitahu yang terburuk, Bos." Nora berjalan lebih dekat ke arah Indah. "Oki mengencani pria lebih buruk dari Kenan. Dia pendek dan gemuk. Aghr ... Kenan lima kali lebih tampan darinya."
Indah berubah antusias. "Kurasa kau harus beritahukan kepada Kenan tentang masalah ini."
"Ya, aku sudah berencana untuk memberitahunya nanti," sahut Nora sambil berjalan menjauh. Dia senang topik itu bisa membuat fokus Indah teralihkan.
"Tunggu, Nora!" seru Indah sebelum Nora sampai di ruangannya.
Nora menggigit bibirnya karena gemas. Tinggal selangkah lagi dia menghilang dari jarak pandang Indah. Apalagi yang akan bosnya itu katakan?
"Kau bawa kamera, 'kan? Mana kameranya?"
Nora mendelik terkejut. Jantungnya berdetak lebih lambat saat dia mengingat kecerobohannya. Kamera itu ia tinggalkan di dalam mobil laki-laki berkemeja biru langit tadi.
Nora kehilangan kata-kata. Dia tidak bisa menjawab Indah karena masih terlalu syok.
"Kenapa?" tanya Indah kebingungan. Dia sadar ada sesuatu yang Nora sembunyikan darinya. "Jangan bilang, sejak tadi kau berada di ruanganmu alih-alih pergi bersama Oki, karena itulah kau tidak bawa kamera."
Nora memaksakan diri untuk bicara meskipun suaranya sangat sulit dikeluarkan. "S-sebenarnya ... kamera itu tertinggal."
"Hah?!" Indah menatap syok. "Apa maksudmu?"
"Aku tidak sengaja meninggalkannya di mobil orang lain."
Indah menatap marah. "Kamera itu baru dan harganya lima kali lipat gajimu dalam sebulan. Jangan mengada-ngada!" nadanya naik satu oktaf.
"M-maaf," sahut Nora ketakutan.
"Temukan kamera itu atau kau tidak akan dapat gaji selama lima bulan ke depan."
"Iya, Bos. Tenang saja, aku akan temukan," sahut Nora berusaha memberanikan diri.
"Aku pegang janjimu!" sahut Indah. Lalu meninggalkan Nora dengan langkah kesal.
"Padahal aku tidak berjanji," gerutu Nora sambil mengingat-ingat perkataannya tadi. "Terserah. Aku harus temukan laki-laki arogan itu agar pekerjaanku selamat." Dia masuk ruangannya dengan perasaan cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments