Vernando's Company

Nora sedang tiduran di sofa ruang kerjanya ketika Indah lewat di depan ruangannya sambil mengintip ke dalam lewat kaca di tengah pintu.

Sudah sejak lama Nora ingin menghilangkan fitur mengintip itu agar dia semakin leluasa rebahan ria tanpa gangguan siapa-siapa, rupanya kaca itu menguntungkan bagi Indah untuk mengintip karyawannya yang pemalas.

"Hey, daripada kau rebahan seperti itu, kenapa kau tidak buat esai saja?" tawar Indah membuat Nora menggerakkan bola matanya.

"Hay, Bos! Ada kabar baru. Kenan baru saja berdebat dengan Oki ...."

"Aku sedang tidak ingin menggunjing orang," sela Indah membuat Nora memanyunkan bibir. "Ini bukan jam istirahat, jangan berusaha mempengaruhiku, itu tidak akan mempan."

Nora memperlihatkan senyum tak percaya. "Oh, iya?"

"Ya," sahut Indah, tersenyum sombong. "Bobby sedang ambil cuti, kerjakan tugasnya."

"Apa?!" Nora menampilkan ekspresi tak percaya. "Aku? Seharusnya hari ini aku masih cuti. Kau ingat janjimu untuk memberiku cuti selama seminggu?"

"Tidak," sahut Indah.

Nora menciutkan ekspresi antusiasnya. "Oke," sahut Nora kesal. Dia bangkit duduk, langsung menuju ke meja kerjanya sambil membuka laptop.

"Bagus, kita akan bicarakan tentang Kenan dan Oki jam istirahat nanti. Aku baru dengar kabar hot dari mereka berdua," kata Indah dengan nada antusias. Namun sebelum Nora sempat menyahut, dia sudah lebih dulu menghilang dari balik pintu.

Nora menghela napas lega. Dia tidak ingin mengerjakan esai orang lain. Dia harus memikirkan bagaimana mengambil kamera dari mobil Daren sementara dia tidak bisa datang kesana sendiri.

"Oh, tidak," pekik Nora begitu mendapat ide cemerlang di dalam otaknya. "Kenapa aku harus datang sendiri kalau ada Oki yang bisa menemaniku kemanapun ku mau? Apalagi Oki sangat mengidolakan Daren, dia pasti mau kuajak ke sana," gerutu Nora dalam hati.

Nora menutup laptop sekali hentakan. Lalu bangkit dengan perasaan antusias.

Pintu ruangan Oki tertutup seperti biasanya. Nora membukanya. Dia melihat Oki sedang mengusap air mata di pipinya dengan tisu. Puluhan tisu yang sudah kotor berceceran di atas meja. Nora terperangah.

"Kau kenapa?" tanya Nora sambil memperhatikan isakan Oki. "Putus dengan Kenan?"

Oki menoleh ke arah Nora. Matanya benar-benar merah. Dia melempar tisu yang baru saja ia gunakan untuk mengelap hidungnya yang berair. "Aku baru saja menonton drama korea. Prianya meninggal." Dia melanjutkan tangisannya dengan suara lebay.

Nora menghela napas. Dia pikir, air mata Oki tidak semurah itu. "Baiklah, daripada kau buang-buang air matamu untuk drama korea, lebih baik membantuku."

"Oh ya, tadi kau tanya aku dan Kenan putus? Ya kami memang putus, tapi aku tidak sedih karena itu."

"Wait, kalian putus?" tanya Nora tak menyangka. "Kau yakin?"

"Ya, Leo mengunjungiku pagi ini. Kami berdebat dan akhirnya aku minta putus. Kenan terlihat kecewa, tapi aku tidak peduli."

Nora berkacak pinggang. "Apa kau ingat siapa Kenan? Selaian pacarmu ... oke, mantan pacarmu, dia juga sahabat kita. Kau merusak hubungan yang sudah bertahun-tahun kita jalin hanya karena memilih pria yang bahkan belum sehari kau kenal?"

"Memutuskannya adalah hakku sebagai pacarnya, jadi kau tidak perlu ikut campur," sahut Oki tenang, sama sekali tidak sesuai dengan nada bicara Nora yang menggebu-gebu.

Oki menutup layar laptopnya. Isakannya sudah berhenti. Wajahnya sudah dihias senyum lagi. "Kau bilang mau minta bantuan, apa itu?"

"Ya, kau harus bantu aku ..."

"Tapi sebelum itu, aku akan selesaikan artikel dari bos dulu."

Nora menurunkan bahunya dan memilih duduk di depan Oki.

Oki mengetik di keyboard sambil sesekali melirik ke arah monitor komputer. Sesekali menatap ke arah ponsel, tempat referensinya ditemukan.

"Sampai kapan aku harus menunggu?" tanya Nora saat Oki fokus mengerjakan artikelnya tanpa bicara.

"Dua detik," sahut Oki.

Klik

Oki mengakhiri ketikannya dengan menekan tombol titik, lalu tersenyum puas ke arah Nora. "Selesai."

Nora menatap takjub. "Berapa kata yang baru saja kau tulis?"

"Tiga ratus," sahut Oki.

Nora membuka mulut terperangah. "Bagaimana ...."

"Gampang, aku punya otak jenius," sahut Oki sambil mengetuk keningnya.

Nora mengangkat tangan pasrah. "Aku tidak peduli, sekarang bisakah aku bicara apa maksudku kemari?"

"Ya," sahut Oki sambil mengedikkan dagunya.

"Bisakah kau antar aku ke perusahaan tempat laki-laki burung hantu itu ... maksudku, Daren, bekerja."

Oki langsung bangkit dari duduknya. "Siap!" sahutnya seolah baru saja mendapatkan perintah dari bos. "Kenapa kau tidak bilang sejak tadi kalau mau mengajakku ke sana?"

"Kau mencegahku bicara," sahut Nora enteng.

"Ayo, berangkat!" seru Oki saat Nora masih duduk bersila di atas kursi.

Nora tidak menyangka Oki akan seantusias ini. Namun dia senang, keantusiasan Oki akan membuatnya semakin mudah mendapatkan kamera itu. Masalahnya akan semakin cepat selesai.

Keduanya berjalan keluar ruangan untuk menuju ke lift dan turun ke lantai satu. Beberapa karyawan lain sudah mencurigai mereka ingin keluar padahal tidak ada satupun karyawan yang boleh keluar sebelum jam istirahat berlangsung. Mereka memaklumi karena Nora dan Oki adalah karyawan yang punya reputasi paling baik menurut bos mereka.

***

"Jangan berekspektasi tinggi untuk bisa bertemu dengan Daren, dia orang yang sibuk," kata Oki di tengah perjalanan saat dia menyetir dan Nora duduk di sampingnya.

"Aku tidak pernah berharap bertemu dengan laki-laki itu, aku cuma ingin kamera itu kembali," sahut Nora. "Bukannya kau yang ingin sekali bertemu dan foto dengannya?"

"Ya, kalau ada kesempatan," sahut Oki. Tertawa pada dirinya sendiri.

Dalam sekejap saja, mereka sampai di sebuah gedung artistik berlantai lima. Nora sering lewat gedung ini tiap keluar kota, tetapi dia tidak pernah tau ternyata pemiliknya adalah si burung hantu sombong.

"Berdoalah supaya kita bernasib baik," gerutu Oki sebelum mereka membuka pintu mobil untuk turun.

"Aku akan berdoa supaya kita bisa keluar dalam waktu lima menit. Gedung ini terlihat mengerikan daripada rumah sakit yang sudah ditinggalkan," sahut Nora sambil melepas sabuk pengaman. Mengambil napas dalam untuk bersiap beradaptasi dengan lingkungan misterius di dalam sana.

"Ayo, kawan. Kita taklukan!" seru Oki bersemangat. Dia keluar dari mobil, disusul oleh Nora. Lalu keduanya berjalan ke arah pintu masuk dari kaca yang terlihat tenang.

Suasana kantor ini sangat kondusif, tidak ada satupun karyawan yang berkeliaran untuk healing di tengah stress pekerjaan, maupun hanya untuk mencari perhatian. Semuanya bekerja di meja dan kursi masing-masing.

Karena ruangan kantor ini menggunakan sistem ruangan terbuka, Nora langsung bisa menilai betapa disiplin karyawan-karyawan di sini membuatnya merinding.

Mereka naik ke lantai tiga, tempat ruangan Daren berada. Salah satu karyawan bahkan mengantar mereka menuju ke meja resepsionis di depan ruangan Daren.

"Pak Daren sedang meeting. Beliau akan kembali sekitar satu jam lagi."

"Si_al," umpat Nora.

"Silahkan tunggu di sana!" resepsionis itu menunjuk kursi tunggu di depan ruangan Daren.

Nora menghela napas bosan. Namun Oki lebih dulu menariknya menuju ke sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!