Sudah beberapa hari ini Rey tidak pernah lagi mengurung diri di dalam kamar. Keberadaan Laura membuat semangat hidup Rey kembali. Viona ikut senang melihat Rey sudah kembali ceria lagi. Walaupun sejujurnya dia sedih, karena secara tidak langsung, dia membiarkan wanita lain menjadi duri di rumah tangganya.
Tengah malam, Viona terbangun karena merasa haus. Dia keluar dari kamar karena hendak mengambil minum. Di bangunan sebesar itu memang hanya dia dan Bi Marni saja yang tinggal di kamar pembantu. Kebetulan pembantu yang lain tinggal di paviliun belakang.
Langkah Viona terhenti saat mendengar suara sama-samar dari ruang keluarga. Setelah mengambil minum, Viona pergi ke depan untuk mengeceknya. Barang kali ada maling masuk rumah. Ke dua mata Viona membulat saat melihat pemandangan tak senonoh yang di lakukan oleh suaminya dan Laura. Mereka saling memadu kasih di atas karpet.
''Sayang, pelan-pelan!'' rintih Laura.
''Siap, sayang,'' jawab Rey dengan suara yang tak beraturan.
Viona buru-buru pergi dari sana sebelum ke dua orang itu melihatnya. Sesampainya di kamar, Viona menangis sejadi-jadinya. Viona tak terima melihat suaminya bercinta dengan wanita lain, sedangkan dia yang istri sahnya tidak pernah di sentuh.
'Kenapa kamu melakukan zina, Mas. Ada aku istrimu, tapi kenapa kamu memilih melakukannya dengan wanita lain,' batin Viona sambil memukuli dadanya yang terasa sesak
Tidak ada satu pun seorang istri yang mau pernikahannya hancur. Namun, pernikahan Viona dan Rey sejak awal memang sudah hancur. Mencoba bertahan dari satu sisi membuat Viona tersiksa. Bukan hanya batin saja, fisik pun terkadang menjadi sasaran suaminya. Luka lebam di lehernya menjadi saksi bagaimana Rey memperlakukannya selama ini.
Lelah menangis membuat Viona tertidur. Perselingkuhan yang dia lihat bahkan terbawa ke alam mimpi. Viona kembali menitikkan air matanya di dalam tidurnya.
Beberapa jam kemudian.
Viona terbangun karena mendengar ketukan pintu dari luar. Dia bergegas bangun lalu pergi membuka pintu. Bi Marni sudah berdiri di depan kamarnya.
''Maaf, Bi. Aku kesiangan,'' ucap Viona sambil mengucek ke dua matanya.
''Lebih baik Non Viona mandi dulu. Takutnya Tuan Rey nanti memanggil,'' ujar Bi Marni menyarankan.
''Baik, Bi. Kalau begitu aku mandi dulu.'' Viona kembali masuk ke kamar.
Baru kali ini Viona kesiangan. Mungkin karena semalam kelelahan menangis.
Baru juga selesai mandi, Viona mendengar ada yang memanggilnya. Terlihat Bi Marni membuka kamar dan menghampirinya. Sepertinya ada sesuatu penting yang akan di katakan oleh Bi Marni.
''Bi, ada apa?''
''Maaf jika Bibi lancang masuk ke kamar, Non. Tapi sejak tadi Tuan Rey teriak-teriak memanggil Non Viona.''
''Memangnya Mas Rey ada dimana, Bi?''
''Ada di kamarnya,'' jawab Bi Marni.
Viona mengambil hijab instan yang tergeletak di atas kursi lalu memakainya. Dia bergegas pergi menuju ke kamar suaminya. Karena jika dia telat sedikit saja, takutnya suaminya itu marah.
Tok tok
Viona mengetuk pintu kamar itu. Tak lama sebuah suara terdengar olehnya. Rey memintanya untuk masuk. Perlahan Viona membuka pintu. Dia langsung menutupnya atas permintaan Rey.
''Vio, cepat kamu bereskan semua yang ada di lantai!'' pinta Rey.
''Baik, Tuan.'' Lalu Viona menatap ke lantai yang ternyata sangat berantakan. Ada ****** *****, bahkan Bra yang tergeletak. Viona sudah mengira jika itu milik Rey dan Laura.
Saat hendak menaruh pakaian kotor itu ke dalam keranjang, Viona melihat pintu kamar mandi terbuka. Terlihat Laura keluar hanya menggunakan handuk putih untuk menutupi tubuhnya. Viona juga melihat tanda merah di leher Laura. Ingin rasanya Viona berlari sekencang mungkin keluar dari sana, tetapi itu tak mungkin dia lakukan. Viona akan berbicara dengan suami nanti setelah Laura sudah pergi.
...
...
Viona melihat suaminya sedang duduk sendirian sambil menatap layar laptop. Sepertinya suaminya sedang sibuk. Namun, Viona akan tetap mengajaknya berbicara karena ini sangat penting.
''Mas, ada yang ingin aku katakan denganmu,'' ucap Viona.
''Apa?'' tanya Rey sinis.
''Kenapa kamu melakukan hubungan suami istri dengan Laura? Itu namanya Zina, karena kalian belum menikah.''
''Apa masalahmu? Lagian aku dan Laura sudah sering melakukannya sejak dulu, bahkan sebelum ada kamu di kehidupanku,'' jawab Rey.
''Tapi aku ini istrimu, Mas. Aku siap melayanimu,'' ucap Viona dengan mengesampingkan rasa malunya.
''Ckck memangnya siapa yang mau menyentuh tubuhmu? Kamu dan Laura itu sangat berbeda. Dia cantik, sexy, pokoknya bisa membuatku puas. Beda sama kamu yang kurus, tidak menarik, muka pucat tidak pakai make up,'' Rey membandingkan Viona dan Laura.
''Mas, berubahlah menjadi orang yang baik dan taat beribadah. Aku tidak bisa pergi jika belum memenuhi permintaan orang tuamu,'' ujar Viona.
''Kalau mau pergi ya tinggal pergi, itu saja kok repot.''
''Tidak! Aku tidak akan pergi dari rumah ini sebelum melihat Mas Rey berubah menjadi lebih baik.''
''Terserah deh. lebih baik sekarang pergi! Keberadaanmu disini hanya menggangguku saja,'' usir Rey.
Viona bergegas pergi dari hadapan Rey. Setidaknya dia sudah mencoba menasihatinya. Entah Rey mau mendengarkan atau tidak itu terserah dia.
Bi Marni menghampiri Viona yang sedang duduk termenung sendirian di taman belakang.
''Non, jangan melamun!'' Bi Marni menepuk pelan bahu Viona sehingga menyadarkannya dari lamunan.
''Non, Bibi tahu bagaimana perasaan Non Vio. Pasti sedih melihat suaminya bersama dengan wanita lain. Pergilah jika ingin pergi! Wanita setulus Non Vio tidak pantas di sakiti.'' Bi Marni memperhatikan buliran air mata yang menetes di pipi Viona.
''Vio ingin mewujudkan keinginan Bu Ratih dan Pak Hendra sebelum mereka meninggal, Bi. Mereka ingin Vio membuat Mas Rey kembali ke jalan yang benar.''
''Tapi itu sulit, Non. Bibi kasihan melihat Non Vio yang setiap hari harus melihat Tuan Rey bermesraan dengan Non Laura.''
''Insya'allah Vio masih kuat, Bi. Vio akan benar-benar pergi jika sudah tak lagi kuat berada di rumah ini. Vio masih ingin mencoba membuat Mas Rey berubah.” Viona mengusap air matanya. Dia memperlihatkan sebuah senyuman kepada Bi Marni.
''Kamu benar-benar istri Sholeha, Nak. Bibi yakin, nanti kamu bisa meraih kebahagiaanmu sendiri, entah itu dengan Tuan Rey atau dengan lelaki lain.''
''Amin, Bi. Vio juga yakin jika saat itu akan tiba. Jadi, Vio akan terus bersabar menanti. Bibi tidak usah khawatir sama Vio ya.'' Viona menarik jemari Bi Marni lalu menggenggamnya, mencoba meyakinkan jika dia baik-baik saja.
Mereka berdua saling berpelukan. Bi Marni berjanji pada dirinya sendiri akan menjaga Viona di rumah itu. Karena Bi Marni sudah menganggap Viona seperti anaknya sendiri. Bahkan Bi Marni sudah siap untuk membawa pergi Viona dari rumah itu, hanya saja Viona sendiri yang belum mau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
pergi saja Viona.. tunggu apa lagi,,Rey bahkan tidak mencintai mu dan kau sendiri menyaksikan perselingkuhan suami mu dan kekasihnya..
2023-06-24
0