02. Efek

Bu Yanti memandangku, kami saling adu mata dengan ekspresi terkejut. Suara panggilan itu sangat nyaring memanggil bu Yanti. Sangat yakin jika Rus, adalah lelaki yang tadi berteriak memanggil. Hatiku berdegub lebih kencang.

Wanita tua yang baru lari terbirit ke dalam rumah induk, datang lagi dengan tergesa dan bingung. Seperti sedang berpikir keras di kepalanya.

"Ada apa, bu?" tanyaku sambil mendekati bu Yanti di meja dapur. Dia menolehku dengan tatapan yang bingung.

"Itu, Ling. Mas Rus tiba-tiba diare. Salah masak apa aku tadi, yaaa?" 

Bu Yanti nampak bingung dan khawatir jika masakannya yang bersalah. Tentu saja hatiku bergejolak tidak tenang. Merasa yakin jika Rus yang sakit perut itu sebab meminum kopi sesatku. Berusah kusamarkan rasa waswas di dada.

"Lha dia bilang minta apa, bu??" tanyaku pada bu Yanti dengan tenang. Padahal rasa hati simalakama.

"Mas Rus minta dibuatin oralit," terang bu Yanti sambil menurunkan gelas dan sendok, masing-masing sebuah.

"Bu Yanti masih ingat cara buatnya nggak? Apa sini aku buatin,," tanyaku lembut pada bu Yanti. Penawar rasa bersalahku pada mereka.

"Aku ini masak juga nggak pedas. Semua bahan memasak juga segar. Masih panas kuhidangkan di meja. Kenapa sakit perut??" Keluhan bu Yanti semakin meneror bungkamku. Kuaduk oralit buatanku dengan pikiran berkecamuk.

"Bu, sebenarnya bukan masakan ibu yang membuat perut dia sakit. Tapi dia telah menghabiskan kopi milikku tanpa izin,," terangku pada wanita tua di depanku itu akhirnya. Dahi bu Yanti semakin berkerut merut terlihat..

"Jadi kamu nggak ikhlas Ling? Kamu menyumpahi anak asuhku diam-diam?" tanya bu Yanti dengan mata kecilnya yang sedikit membesar.

"Eh, buu.. Aku bukan nggak ikhlas, apalagi nyumpahin.. Tapi aku bikin kopinya campur air dingin. Dan dia minum nggak izin dulu. Jadi nggak sempat ngasih tahuuu,," jelasku dengan pelan agar bu Yanti segera mengingatnya dan paham. 

"Betul juga, Ling. Tadi kamu bikin kopi pas baru datang tadi ya,," ucap bu Yanti sambil mengangguk-angguk menatapku.

"Ini oralitnya, bu. Apa dia minta dibelikan obat diare juga?" tanyaku dengan maksud menggantikan tugas bu Yanti sekali lagi. Jika saja Rus itu minta dibelikan obat sakit perut.

"Tidak, Ling. Dia kata tidak perlu saat kutanyakan tadi. Yo wes, tak antar ini ke kamar dia dulu,," pamit bu Yanti sebelum pergi dariku. Wanita itu membawa gelas oralit buatanku. Semoga anak tuan rumah tidak sakit perut akut dan lama.

🕸

Ketukan di pintu kamar, membuatku terkejut dan bangkit dari tidur yang miring. Sempat kusapukan mata di jam dinding kamar yang menunjuk angka sebelas. Aku ingat jika ini adalah malam hari. Siapa yang mencariku malam-malam seperti ini..

Wanita tua itu telah berdiri di depan kamarku dengan raut jelas cemas. Nampak lega dan tersenyum saat aku buka pintu dan keluar dari kamar.

"Tolong ibu, Ling. Mas Rus panas sekali badannya. Jam segini, dokter mana yang masih buka?" tanya bu Yanti dengan raut sangat cemas.

"Emang kenapa, bu? Mas Rus kan sudah dewasa,," tanyaku heran akan kecemasannya. Untuk apa teramat risau, sedang Rus pernah merantau di pulau Kalimantan seorang diri. Pasti sudah teramat banyak berasam garam hidupnya di perantauan. Yakin jika Rush mampu dan pandai mengurus sendiri dirinya.

"Tolong carikan mobil sama antar ke dokter ya, Ling. Mas Rus nggak sanggup nyetir katanya. Aku sudah tua, nggak bisa nyari-nyari taksi onlen." Bu Yanti menjelaskan sambil menepuk lembut punggungku. 

Eh, what? Aku ngantar lelaki itu ke dokter? Masak iya. Yang benar saja! Aku kan lelah,, juga bukan sebagai pesalah. Ah, tapi lagi-lagi aku justru merasa bersalah. Padahal aku anak kos yang sudah bayar di muka. Harusnya kan jangan diusik?!

Aaah,, baik,, baiklah. Ini demi rasa peduliku pada kemanusiaan yang begitu lekat di jiwa..

🕸

Lelaki berkulit sawo matang dengan nama lengkap Ahmad Arrushqi Harjo itu nampak pucat ranpa daya. Sedang berbaring diam dengan diperiksa oleh seorang dokter wanita yang anggun berkerudung.

Kurapikan dompet kulit warna coklat milik Rush dan kusimpan aman dalam tasku. Aku meminta KTP darinya saat mengisi formulir status pasien darurat pada perawat. 

Tapi, Rush menyodorkan seluruh dompetnya padaku. Mungkin sudah sangat tanpa daya untuk sekadar mencabut sebuah kartu miliknya. Dan sangat mujur kurasa,, sebab Rush masih ingat untuk membawa dompet turut serta bersamanya.

🕸

Dokter menyarankan dirawat inap, dan Rushqi pun bersetuju. Yang otomatis akulah yang jadi dewi penolong sekali lagi. Menjaganya meski dengan jiwa raga sangat lelah. 

Ya, aku merasa tenaga ini sedang diperas untuk bergerak melebihi kapasitas. Padahal, ingin sekali rasanya memeluk guling dan bersandar nyaman di bantal. Melepas lelah setelah seharian bekerja dengan sistem lembur kerja.

"Siapa namamu?" Suara lelaki yang tiba-tiba sangat mengejutkan. Rush sedang menoleh ke arahku.

"Lingga.. Tadi bu Yanti sudah mengatakan namaku padamu." Kujawab sambil kusodor dompet yang baru kuambil dari dalam tasku.

"Tolong bawakan saja. Aku tak bisa menyimpan. Sekalian saat pembayaran nanti," ucap Rush sambil memandangku.

"Soal namamu, aku memang lupa. Sorry," sambut Rush dengan sedikit tersenyum.

"Tidak masalah," jawabku dengan singkat. 

"Apa kamu tidak merasa marah denganku?" tanyaku dengan pelan. Tapi kurasa cukup bisa didengar oleh lelaki itu.

"Tidak, bu Yanti sudah bercerita padaku. Sorry, aku telah mencuri kopi kesukaanmu. Dan aku jadi merepotkan kamu, Ling." Lelaki itu berkata sambil membenarkan selimutnya sendiri. 

"Eh, tidak masalah.." Aku menjawab dengan canggung. Terpaksa sedikit berbohong dengan rasa ragaku, demi kebaikan dirinya.

"Terimakasih," ucap Rush dengan singkat tanpa melihat padaku. 

Aku terdiam, juga tanpa berminat menyahut. Hanya melirik jika Rush sedang berusaha istirahat dengan baik. Entah pura-pura atau memang mengantuk, matanya telah menutup dengan rapat. Tanpa sempat menanyakan padanya. Aku menungguinya di sini, atau membolehkan aku pulang..

Akhirnya merebah saja di sofa ruang perawatan, satu ruangan bersama Rush. Ingin kupejam juga mataku dengan nikmat. 

Melupakan sejenak rasa resah dan galauku. Bagaimana esok hari saat pagi. Sedang aku harus pergi kerja ke perusahaan mie instant itu kembali. Entahlah,, hanya tidur nyaman dan bermimpi indah saja yang sedang sangat kuinginkan kali ini..

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

hahaha... koq main tuduh sih...

2024-11-05

0

martina melati

martina melati

hahaha... kopi???

2024-11-05

0

Bunda Nian

Bunda Nian

Saya syuka... Saya syuka...
Kaya nya bakalan lebih seru ini..... Thor...
Awal2 baca langsung dapat feel nya.
Dari semua cerita mu, bukan kacung kaleng2 yang nempel terus di ingatan ku thor, seperti nya ini juga bakal gitu kerasa nya...

2023-04-02

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!