03. Miss Yong

Adzan subuh dari masjid di sebelah klinik membangunkanku pagi ini. Kulihat Rush pun sudah bangun, bahkan sedang duduk di tepian ranjang. Memandang ke arahku terang-terangan tanpa berbicara sepatah kata pun.

Meski risih, kuabaikan saja tatapan yang sama sekali tak kupahami maksudnya. Enggan sekali bertanya, aku bukan perawat ataupun pengasuhnya.

Segera kumeluncur ke kamar mandi dan membersihkan diri seperlunya. Ingin cepat pulang dan masuk kerja pagi ini. Biar bu Yanti yang mengganti untuk menjaga tuan mudanya dirawat. 

Aku tidak ingin merugi dengan bolos kerja hanya demi menjaga anak lelaki pemilik rumah. Yang menurutku, sakitnya itu bukan total salahku. Kopi butanku yang diminumnya hanyalah pemicu.

Dokter bilang, stamina si Rush memang sedang drop, dan lelaki itu pun mengakuinya. Persiapan pulang dan perjalanan dari pulau Kalimantan menuju pulau Batam, sangatlah melelahkan. 

Dengan sedikit kikuk, kudekati Rushqi yang masih duduk di ranjang. Wajah yang semalam sangat pucat, kini sudah tidak lagi terlalu.

"Mas, aku pulang dulu. Nanti bu Yanti yang akan datang mengganti menemani," ujarku cepat. Lalu kuhampiri meja untuk mengambil tasku di atasnya.

"Assalamu'alaikum," salamku sebelum berlalu darinya. Taksi online yang datang menjemput akan kupesan sambil jalan diluar.

"Lingga,,!" seruan Rush akan namaku, membatalkan tanganku untuk menutup pintu kamarnya. Kujulurkan lagi wajahku ke arahnya.

"Tunggu sebentar, kita pulang bareng saja. Bosan sekali rasanya," ujar Rush dengan melompat turun dari ranjang. Lelaki itu nampak biasa, seperti tidak sedang sakit. Hanya infus yang tersalur di tangan saja yang membuatku yakin jika lelaki itu memang sedang bermasalah akut di perut.

Perawat jaga yang kebetulan datang, nampak bingung saat Rushqi mengatakan niatnya. Mereka berdua lalu berdiskusi, dan Rushqi nampak menolehku dengan mengangguk.

🕸

Degup jantung melaju seiring langkah kaki yang memburu mesin scan absensi pekerja. Begitu lega rasa hatiku, timer pukul tujuh belum berbunyi dan masih tersisa dua menit lagi untukku. Setengah berlari kutuju ruang QC dangan perasaan yang waswas.

Ah, lemas sekali rasanya. Briefing tiap pagi telah dimulai sebelum pukul tujuh. Rajin sekali miss Yong pagi ini. Sekali saja telat, atasanku yang seorang wanita Cina itu menghadang. Yah,, apes sekali diriku..

"Velingga,,! Why you late?!" hardik miss Yong begitu diriku bergabung berbaris. Jomblo tua itu memang terkenal galak sekali. Bahkan dengan anggota timnya sendiri, termasuk diriku.

"Maaf, miss. Saya menunggu teman yang sedang sakit di klinik Panbill," jelasku pada miss Yong yang sedang menjeling tajam padaku. Dia memang membuat aturan jika kami harus datang lima belas menit lebih cepat dari jam kerja. Jika lambat dan dia melihat, mulutnya itu akan mengomel pedas sekali.

"Kamu pikir ini perusahaan temanmu?! Jika kamu datang lambat lagi, kamu jaga seluruh line!" seru miss Yong mengancamku.

Mulutku hanya bungkam menatap lurus padanya. Menjaga seluruh line, adalah ancaman horor bagi kami seluruh tim QC di lapangan. Selain tertimbun pekerjaan, tapi beban yang ditanggung kian melebar dan beragam. Sebab menjaga seluruh proses produksi di semua mesin pembuatan mie instan yang panjang.

Wanita itu juga merapatkan garis bibir dengan tetap menjelingku. Seperti inilah yang memang disukainya. Dia tidak suka dengan perdebatan. Bisa jadi jika kusanggah dengan satu patah kata saja, dia akan semakin membuli dengan lengkingan dan umpatan.

"Lingga,,! Isi briefing, tanyalah pada temanmu yang lain. Ingat,,! Esok, datanglah pagi-pagi..!" Miss Yong berseru keras padaku.

"Iya, miss Yong,,!" jawabku dengan cepat. Aku juga mengangguk pada atasan galakku yang mirip mak lampir itu..

Miss Yong sempat memberi pesan khusus padaku. Sebelum tubuh tinggi kurus tanpa lemak, masuk ke dalam ruangan pribadi tembus pandangnya. 

Ruang kaca ini membuat miss Yong seperti memiliki banyak mata. Terlebih dengan wajah tirus berkacamata cukup tebal. Membuat kian judes di wajahnya yang pucat dan tirus.

"Siapa temanmu? Kamu beruntung, mak kamu tidak terlalu mencaci makimu. Diam-diam kamu anak emas, Ling,,," pungkas seorang temanku, mbak Tari. Tiba-tiba berdiri dekat di sampingku. Suaranya berbisik sambil menulis sesuatu. Kuakui kebenaran opininya. Aku merasa bersyukur dan lega. Miss Yong hanya sedikit menghardikku.

"Anak induk kos yang sakit," jawabku juga lirih sambil meletak tasku di almari. Berfungsi sebagai loker bersama milik tim QC.

"Cowok? Lha induknya ke mana?" tanya mbak Tari lagi dan nampak masih sibuk menulis. Sepertinya dia pura-pura. Gerakan penanya hanya konsisten bolak-balik. Tari hanya kepo padaku.

"Dia bambang ganteng.. Emak dan bapak dia lagi naik haji ke Mekah, " jawabku sambil mengambil alat berperangku. Papan dada dan alat penimbang.

"Busyet,," sambut mbak Tari sambil melengos dan masih menulis. Ada bayang senyum di pipinya.

Aku juga menahan senyuman, tidak ingin kepergok miss Yong dari ruangannya. Kami ini seperti ikan dalam aquarium yang terbiasa saling mencuri pandang. Lebih tepatnya, miss Yong mengamati kami, dan kamilah yang mencuri pandang padanya. 

"Ling,,! Cepat turun ke line, nanti kamu keteteran,,!" seru bisik temanku yang lain, kak Ita sambil melewatiku. 

"Iya, kak,,!" sambutku pada kak Ita. 

Dia wanita ras melayu berusia jauh di atasku, salah satu teman lapangan yang juga jaga line produksi sepertiku. Tapi sesekali kami juga kena handle ruang lab jika sedang overtime saat libur. Yang miss Yong hanya akan memberi jatah masuk pada segelintir QCnya saja.

Proses produksi pertama yang harus kudatangi adalah ruang grinding atau penggilingan bumbu. Dimana harus dipantau segala hal yang berkaitan dengan prosesnya. Mulai dari pencucian, kebersihan mesin dan operasinya. Bahkan kebersihan operatornya juga. Mereka wajib memakai head cover, face mask dan apron pembungkus badan.

Akan ada penggilingan banyak bahan dan bumbu di sini. Seperti cabai, lada, gula, garam, daun kari, daun serai dan lain-lain. Semua adalah bahan untuk membuat bumbu dari mie instant. Yang mana bahan-bahan halus dari grinding akan disetor ke ruang produksi di soup room. Tempat pembuatan bumbu mie instan.

Itu hanya prosedur. Sedang kenyataannya, hanya signing checking dan pengosian record saja yang kami buat. Sambil melihat keliling sepintas. Setelah semua data teori pantau kuberi tanda centang yang dalam artian sedang oke semua, maka bergeser ke ruang produksi sari ayam dan penggaraman. Dan entah kenapa ruang produksi ini hanya dinamakan guargam.

Ruangan yang berisi tiga panci raksasa untuk merebus ayam dan garam ini juga memiliki freezer raksasa untuk membekukan cadangan ayam. Bahkan aku sering masuk dan ngadem di dalam freezer bersama tumpukan ayam beku. Dengan alasan, memantau suhu freezer di angka yang stabil di setingan mesinnya.

Selain suhu, di guargam ini harus kupantau ketaatan kadar garam dan kepekatan air sari ayam. Jika proses rebus ini selesai, akan terpisah otomatis antara tulang-tulang ayam dengan air sari ayamnya. Yang tulang ini akan berkarung-karung banyaknya dalam satu panci saja.

Dari guargam, naik tangga menuju mixer room di lantai dua. Tempat pembuatan adonan mie instant. Belasan tabung berisi mixer, tertanam setengah menyembul di lantai. 

Di sini adalah pengadukan bahan tepung dengan pengairan sari ayam yang langsung dari pipa dan tersambung dengan pipa di guargam. Rata-rata pengadukan mesin adalah tiga puluh menit. Meski ada juga yang mencapai pengadukan hingga satu jam. Tergantung jenis tepung dan jenis mie instant yang akan dibuat.

"Ling, centang saja semua. Pak Nurlahi dah datang cek barusan," kata seorang lelaki yang merupakan leader di mixer room. Hendra namanya. Lelaki dari kota Salatiga, sangat sopan dan baik. Sedang Nurlahi adalah nama supervisornya. Kami sudah sangat saling kompak. Meski QC baru, alhamdulillah,, aku bisa beradaptasi dengan cepat di sini. Pemalsuan data di antara kami terjalin sangat sistematis dan rapi.

"Ho oh, mas. Ini pun buru-buru. Benar ya, oke semua ya. Kucentang ya.." Aku sambil mencentang semua data dan kolom. Tidak perlu menunggu jawabannya.

Selalu seperti ini, datang tinggal centang dan tanda tangan. Ini sudah diajarkan oleh senior yang memberi training diawal masuk dulu. Percaya saja demi kelancaran bekerja. Efek dari minimnya pekerja di QC departement.

Pekerja baru yang didapat dari pemasangan lowongan kerja datang silih berganti. Namun, tidak ada yang mampu bertahan lama-lama di sini. Presure kerja yang dipikul sangat tinggi dan Miss Yong galak sekali.

🕸🕸🕸

Terpopuler

Comments

Iin Ubay

Iin Ubay

Thor mengigat kan ku waktu masih kerja dulu

2023-05-08

1

Nadia Ramadhani

Nadia Ramadhani

Kakak Batamnya daerah mana nih?

2023-05-01

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!