"Oh, pantes aja Shila nggak dateng ke acara pernikahannya sendiri. Ternyata kamu mau ngegantiin tempatnya. Curang. Ini yang disebut pagar makan tanaman."
Seketika ketiga orang yang berada di panggung menoleh pada sumber suara sengit tersebut. Kedua alis Shanum saling bertemu, Raka ikut menatap tak senang, juga Lia yang memutar bola mata malas melihat tiga orang manusia angkuh berdiri di atas pelaminan.
"Perempuan nggak tahu diri, udah tahu Raka punya pacar masih aja suka nempel." Mereka kembali melontarkan hinaan.
Shanum berpaling sambil menghela napas, jengah dengan sikap mereka yang begitu arogan dan sok tahu.
"Kamu harus tahu, Raka. Gara-gara kamu lebih suka jalan sama dia, Shila jadi sering salah faham. Makanya sekarang juga dia nggak datang karena dia tahu sampai kapanpun kamu nggak akan bisa lepas dari perempuan ini!" tuding mereka tepat di dekat kepala Shanum.
Gadis itu melirik, mencebik kesal. Namun, enggan menyahut.
"Ini, nih. Yang aku nggak suka dari geng Shila. Mereka sok tahu, padahal nggak tahu apa-apa soal kejadiannya. Itu kenapa dari dulu aku ngelarang Raka buat jangan deket sama Shila. Inilah mereka ... ya begini ini. Tahu nggak masalahnya, asal jeplak aja mulut. Songong!" hardik Lia jengah.
Tak segan telunjuknya yang lurus menuding ke arah mereka bertiga. Orang-orang itu saling menatap satu sama lain, kemudian tertawa kecil mengejek.
"Eh, bilang aja kamu itu iri. Sebenarnya kalian berdua yang suka sama Raka, 'kan? Tapi malah Shila yang dapat." Mereka mencibirkan bibir.
"Asal kamu tahu, ya. Dia ini parasit di hubungan Raka sama Shila. Sahabat, sih, sahabat, tapi nggak terus-terusan nempel juga kali. Nggak sadar diri." Belum puas sepertinya mereka mencerca Shanum.
Gadis itu menghela napas, menunduk, menahan segala kekesalan yang membludak di hati.
"Eh, maksud kalian apa? Seenaknya kalo ngomong, ya!" Lia tidak terima dengan segala hinaan mereka.
"Udahlah, ngapain juga dengerin omongan mereka. Mereka itu nggak tahu apa-apa. Kalo kalian mau tahu, tanya aja tuh sama orangnya!" Shanum membuka suara, mulai terpancing untuk membela diri.
"Ngeles aja bisanya." Mereka mendelik jengah.
Raka yang mulai kesal, bangkit dari duduknya.
"Sorry! Kalo kalian datang cuma mau bikin onar, mending kalian pergi. Lagian hubungan aku sama Shila baik-baik aja sampai insiden hari ini terjadi. Shanum nggak pernah mengganggu hubungan kami. Udahlah, bilang sama dia jangan pernah menggangguku apalagi sampai mengganggu Shanum!" kecam Raka kesal, ia berdiri di hadapan Shanum menjadi tameng gadis itu.
Terenyuh hati Shanum, tak menyangka Raka akan melindungi harga dirinya. Dipandanginya punggung lelaki yang kini berstatus suami untuknya itu, sambil tersenyum tipis berbunga rasa hati.
"Kamu juga udah bohong sama Shila, Raka. Kamu bilang mas kawin yang kamu siapkan cuma seperangkat alat sholat, tapi sekarang malah seperangkat perhiasan. Kamu nggak sanggup ngabulin permintaan Shila, tapi kamu rela berkorban buat dia!" Mereka meradang.
Raka tersenyum sinis, sekarang dia tahu seperti apa calon istrinya itu. Beruntunglah Raka tidak jadi menikah dengannya.
"Apa aku perlu membeberkannya kepada kalian? Lagipula yang diminta Shila adalah hal yang nggak masuk akal. Aku bukan pengusaha besar, aku cuma punya toko kecil, tapi Shila seolah-olah memiliki calon suami seorang miliarder. Udahlah, pergi dari sini!" usir Raka jengah.
"Kamu akan nyesel, Raka. Shila pasti nggak akan tinggal diem!" ancam mereka.
Raka memicingkan mata, menantang dengan berani, "Coba aja kalo dia berani mengganggu!"
Ketiganya menggeram, berbalik setelah melayangkan tatapan tajam kepada Lia.
"Pergi kalian! Syuh ... syuh ... pergi yang jauh!" usir Lia menggerakkan tangannya mengusir mereka bertiga.
Raka berbalik, menilik wajah Shanum yang tersenyum merona ke arahnya. Ia terlihat baik-baik saja, tapi Raka tetap ingin bertanya.
"Kamu nggak apa-apa, 'kan?" Alisnya bertaut, ketika Shanum menggelengkan kepala.
"Nggak apa-apa, kok. Aku nggak apa-apa. Lagian ngapain juga ngeladenin mereka, nggak ada gunanya." Shanum menghendikan bahu tak acuh. Benar-benar tidak peduli pada semua ancaman mereka.
Raka tersenyum lega, mendesah kemudian duduk di samping istrinya itu. Kecanggungan kembali terjadi, entah kenapa rasanya tidak lagi sama seperti saat mereka hanya sebatas sahabat saja.
Di dalam pesta, ketiga wanita tadi masih mengumpat kesal. Tak henti bibir mereka meracau tak karuan. Tanpa mereka tahu, dua pasang mata mengintip sejak obrolan tadi. Keduanya melangkah begitu posisi tiga teman Shila itu berada di jarak dekat.
"Saya tahu apa yang kalian lakukan itu cuma ingin membela teman kalian, tapi perlu kalian tahu dari pagi kami menunggu ... kami menunggu teman kalian itu untuk datang ke sini, tapi mana? Sampai sekarangpun dia nggak menunjukkan batang hidungnya. Ke mana? Apa dia lupa kalo hari ini adalah hari pernikahannya?" sengit Leni, ibunda Raka.
Ia kesal dan butuh tempat untuk melampiaskan amarah yang sejak pagi ditahannya. Secara kebetulan mereka muncul, dan membuat sedikit keributan.
"Apa maksud Tante? Shila itu ada di rumahnya. Emang dasar perempuan itu aja yang keganjenan sama anak Tante. Kalo nggak, nggak mungkin dia mau jadi pengganti Shila, 'kan?" Ucapan yang mereka lontarkan benar-benar menyulut kesabaran.
"Justru aku bersyukur anakku nggak jadi nikah sama dia. Shanum jauh lebih baik daripada teman kalian itu. Dari dulu aku selalu bilang sama Raka kalo dia itu bukan gadis baik-baik ... sekarang, mending kalian pergi. Di gedung ini ada satpam, aku bisa aja panggil mereka buat ngusir kalian!" Leni lebih memilih menahan emosinya.
Sementara Nia, ibunda Shanum yang datang bersamanya hanya diam sembari mengepalkan kedua tangan. Siapa yang terima anaknya direndahkan seperti itu. Bila tak ingat mereka berada di tengah pesta, sudah pasti ketiganya akan mereka buat berantakan.
Teman-teman Shila itu menatap keduanya bergantian sebelum melangkah dengan kaki dihentak ke lantai.
"Enak saja mau ngatain menantuku." Leni bersungut-sungut.
"Mereka nggak tahu siapa gadis yang mereka hina itu," sahut ibunda Shanum dengan mata yang memicing tajam.
Keduanya berbalik dan melakukan tugas seperti biasa setelah memastikan ketiga orang itu itu lenyap ditelan pintu ruangan.
"Gila! Nggak ibunya nggak anaknya. Mereka benar-benar sombong!" cibir ketiga gadis itu sambil berjalan masuk ke dalam lift.
"Eh, apa Shila tahu kalo mas kawinnya perhiasan? Dia bilang, 'kan, Raka cuma nyiapin alat sholat aja." Mereka berpikir, sampai keluar dari lift dan masuk ke dalam mobil.
"Coba aku telpon Shila. Dia pasti lagi nangis sendirian."
Salah satu dari mereka mengeluarkan ponsel menghubungi Shila untuk mengkonfirmasi apa yang mereka ketahui.
"Shil! Shila! Kamu tahu nggak kalo Raka nikah sama Shanum?"
Suara mereka redam oleh sebuah lenguhan di seberang telepon sana. Deru napas yang memburu pun menjawab panggilan mereka, entah apa yang sedang dilakukan gadis di seberang telepon itu?
"Shila! Kamu nggak apa-apa, 'kan? Kamu ngapain?" tanya mereka dengan dahi berkerut heran.
"Argh ... aku nggak apa-apa. Ke-kenapa ka-kamu telpon?" Suara Shila terbata-bata, tapi tidak seperti seseorang yang sedang menangis.
Si Penelepon meringis bingung, mengakhiri panggilan.
"Udahlah, nanti kita ngobrol langsung aja!" Ia mematikan telpon.
"Kenapa Shila?"
"Nggak tahu. Dia kayak lagi ngelakuin sesuatu gitu, tapi aku nggak tahu apa." Mereka tak peduli, memilih pergi meninggalkan parkiran gedung di mana pesta Raka dan Shanum berlangsung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
paling lagi main kuda kudaan tuh ama selingkuhannya
2023-04-03
2