"Nah, itu pengantinnya!"
Sontak semua orang menoleh saat papah Raka mengatakan itu. Sambil tersenyum Raka menyambut sang mempelai wanita, tapi sosok dengan balutan kebaya putih itu bukanlah wanita yang dia harapkan kehadirannya.
Senyumnya raib, Raka beranjak, berdiri dengan perasaan yang tak menentu. Jantungnya berdetak lebih cepat, air mata jatuh tak terkira lagi. Bibirnya berkedut-kedut ingin mengucapkan sepatah dua patah kata. Namun, terasa kelu, dan tak mampu digerakkan.
"Sha-shanum?" Bergetar hatinya mendapati kenyataan bahwa sahabat baik hati itu menggantikan calon istrinya yang tiada kabar berita.
Shanum tersenyum, menyembunyikan kegetiran hati. Bukannya tak sedih, bila sendiri sudah barang tentu dia akan menangis tergugu.
Senyum itu ia tujukan agar laki-laki cengeng di sana mampu menguatkan hati menerima takdir yang tak terduga ini. Langkah anggun itu berhenti tepat di hadapannya, seperti apa lagi mengekspresikan keterkejutan Raka. Yang pasti hatinya terasa lain saat ini.
Dengan tisu di tangan, tak henti menghapus jejak air yang jatuh.
"Sha-shanum? Ke-kenapa kamu ...?" tanya Raka tanpa dapat melanjutkan kalimatnya.
Gadis itu masih tersenyum, dia terlihat tegar padahal hati tercabik perih.
"Raka, maaf. Mungkin dengan cara ini aku bisa menutupi rasa malu keluarga kamu," ucap Shanum bergetar dan lirih.
Ia menundukkan pandangan, menahan air agar tidak jatuh dari pelupuk. Bukan ini yang dia inginkan, tapi tangis wanita paruh baya yang baik hati itu membuatnya tidak tega menolak.
"Mah, Pah. Kenapa Shanum? Kenapa harus Shanum?" tanya pemuda itu dengan air mata yang berderai deras.
Dia tahu seperti apa keinginan gadis di hadapannya. Menikah di usianya saat ini, bukanlah yang dia inginkan. Masih banyak impian Shanum yang ingin digapainya, dan Raka tahu semua itu. Bahkan, dia tahu tahun mana Shanum akan menikah dan dengan pria seperti apa?
"Raka, maafin Mamah. Nggak ada cara lain lagi, Nak. Semua orang tahu kamu menikah hari ini, sanak saudara jauh pun sudah menantikan pernikahan ini. Shila nggak ada kabar, pergi nggak tahu ke mana. Rumahnya sepi nggak ada orang. Daripada dibatalin Mamah minta Shanum buat gantiin dia." Leni menjelaskan dengan air mata berderai.
"Udah, udah. Nanti aja ngobrolnya. Sekarang kita ijab qabul dulu aja," ucap papah Shanum melerai keduanya.
"Yah, benar nanti kita bicarakan lagi." Papah Raka menimpali.
"Nggak apa-apa, Ka. Lagian aku nggak tega lihat kamu nangis kayak tadi." Shanum berucap dengan sekuat hatinya.
Raka menatap penuh arti, dalam hati tidak terima Shanum menjadi pengantinnya. Dia sahabat, bahkan rasanya sudah seperti saudara sendiri. Terkadang makan sepiring berdua, apapun mereka ceritakan.
Raka menghela napas, mengikuti dorongan sang papah untuk kembali duduk berhadapan dengan penghulu.
"Jadi, mempelai wanitanya diganti, ya. Kita catat datanya dulu. Namanya siapa bin siapa?" ucap pak penghulu mengeluarkan beberapa lembar kertas untuk diisi data kedua mempelai.
"Shanum Haniyah binti Bapak Hanan ...." Shanum mengeluarkan KTP dari tas yang dibawakan ibundanya, sementara persyaratan pernikahan akan dikirimkan setelah acara selesai.
"Baik. Kita mulai acara intinya, ya. Sebelum itu, mari bersama-sama kita mengucapkan istighfar memohon ampunan kepada Allah. Astaghfirullah al-'adhiim ...." Suara pak penghulu diikuti orang-orang yang turut hadir di dalam pernikahan itu.
"Ikuti saya ...." Pak penghulu membaca kedua kalimat syahadat yang diikuti Raka dengan khusyuk dan fasih. "Silahkan!" Bapak penghulu menyerahkan perwalian kepada papahnya Shanum.
"Saudara Raka Adiputra bin Bapak Raden Saputra. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya Shanum Haniyah dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan seperangkat perhiasan, dibayar tunai!" Tangan pak Hanan menghentak tangan Raka memintanya mengucapkan kalimat qabul.
"Saya terima nikah dan kawinnya Shanum Haniyah binti Bapak Hanan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" Satu kali tarikan napas, satu hentakan tangan, Raka dengan lancar mengucapkan kalimat tersebut.
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah!"
"Sah!"
"Baarakallaah lahumaa wa baaraka 'alaikumaa wa jama'a bainakumaa fii Khoir." Lantunan doa kebaikan untuk kedua mempelai disambut kata aamiin oleh semua orang yang menyaksikan.
Ada banyak orang yang mendokumentasikan momen tersebut dan mempostingnya di medis sosial mereka. Seketika video dengan caption, 'sahabat rela menjadi pengantin pengganti', tersebar cukup cepat.
Pesta pernikahan pun berlangsung dengan canggung. Raka dan Shanum duduk berjauhan, rasanya berbeda. Jika setiap hari terkadang mereka seperti kucing dan tikus, kali ini terlihat kalem.
"Biasanya kayak tom and Jerry. Kenapa sekarang kalem gini?" goda teman Shanum yang merasa terharu dengan pengorbanan gadis itu.
"Udah, deh, Li. Nggak usah godain, aku udah canggung begini. Baru tadi tonjok-tonjokan, sekarang malah jadi suami," ucap Shanum menyembunyikan kegugupannya.
"Emangnya kamu aja yang canggung. Aku juga kali. Lagian kamu kenapa coba mau-maunya gantiin si Shila?" Raka bersungut-sungut, tapi di dalam hati bersyukur karena pengorbanan gadis itu, keluarganya terhindar dari rasa malu.
"Ya elah, Ka. Aku mana tega lihat tante nangis kayak tadi. Kamu nggak lihat, sih. Sedih tahu," sungut Shanum hingga tanpa sadar air matanya jatuh. Ia terisak, bukan menangisi Leni, tapi menangisi dirinya sendiri yang tak dapat menolak takdir.
"Eh, Sha! Kamu nangis?" pekik Lia sembari berhambur memeluk Shanum. Gadis itu menelusupkan wajahnya di dada Lia, menumpahkan kesedihan.
Raka serba salah, ia menggigit bibir bingung. Bila sebelum-sebelumnya dia akan menghibur gadis itu ketika menangis, kali ini dia tak dapat melakukan apapun selain merutuki dirinya sendiri.
"Maafin aku, Sha. Udah, jangan nangis. Kamu pasti sedih karena harus nerima pernikahan ini. Aku minta maaf, Sha," ucap Raka sembari meraih tangan Shanum.
Eh? Kenapa rasanya berbeda? Tidak seperti sentuhan seorang Raka. Laki-laki itu tahu seperti apa kesedihan Shanum, ia menggenggam tangannya dengan lembut, tapi tak berani melakukan lebih.
Shanum menjauhkan tubuhnya, Lia segera beranjak dan turun dari pelaminan. Gadis itu menoleh pada sahabat yang sekejap mata menjadi suaminya.
"Udah, jangan diremas-remas tangan aku." Shanum terlihat merona dan entah mengapa Raka menyukainya. Tunggu, bukankah dia memang selalu menyukai rona merah itu? Lupa?
Raka menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi. Malu, tapi mau. Jika dulu, Shanum bahkan sering bersandar di pundaknya, tapi tak secanggung saat ini.
Dunia berubah seketika, ya Allah.
Raka menggaruk kepalanya yang tak gatal, berpaling muka dari mempelai wanitanya. Shanum menghela napas, mencoba untuk ramah pada tamu undangan yang datang memberi doa restu.
"Selamat, ya. Mudah-mudahan pernikahan kalian dilimpahkan kebahagiaan dan keberkahan. Aamiin."
"Aamiin. Makasih, Bu." Shanum dan Raka sama-sama tersenyum, meski kecanggungan masih begitu kental di hati mereka.
"Oh, pantes aja Shila nggak dateng ke acara pernikahannya sendiri. Ternyata kamu mau ngegantiin tempatnya. Curang. Ini yang disebut pagar makan tanaman."
Sebuah suara mendengung dengan sengit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
siapa tuh yg ngomong minta ditabok tuh mulut
2023-04-02
2