Rian kembali menggandeng tangan Lin dan naik ke lentai berikutnya melalui tangga biasa. Apa yang sedang dicari ada di lantai tersebut.
Sebuah tas mini berwarna hitam dan dompet yang berwarna cokelat menjadi pilihan Rian. Sementara itu Lin hanya sibuk melirik kesana-kemari melihat keramaian yang begitu sesak.
"Ini pasti cocok buat kamu!" kata Rian sambil memasangkan tas selempang pada bahu Lin.
Lin hanya menaikkan alisnya. Rian paham bahwa tak ada lagi gunanya untuk bertanya dan minta pendapat kepada Lin.
Ia memeriksa lebel harga yang melekat pada barang tersebut dan sambil menggandeng tangan Lin ia menuju ke kasir untuk membayar.
"Berapa Mbak?" tanya Rian.
"Totalnya Rp 125.000," sahut kasir dengan ramah.
Lin mengeluarkan uangnya dari saku setelah dikode oleh Rian dan membayarnya lalu mencari jalan keluar.
Setelah keluar dari mall tersebut, Rian merasa sangat haus dan lapar. Ia tahu Lin masih punya uang yang bisa dibelikan makanan dan minuman dingin.
Sekilas Rian mengedarkan pandangannya untuk mencari-cari penjual yang dekat dari tempat tersebut dan benar saja, di seberang jalan ada warung yang terbuka.
Kendaraan yang lalu lalang sangat ramai sehingga mereka menyeberang dengan sangat hati-hati. Lin yang benar-benar tidak punya pengalaman sebelumnya untuk.menyeberangi jalan yang ramai dengan kendaraan sangat takut hingga tubuhnya basah oleh keringat.
"Pesan gado-gado dua bungkus dan dua cap es buahnya, Mbak!" Rian langsung memesan makanan dan minuman dingin setelah keduanya sudah duduk di warung itu.
Sambil menunggu pesanannya, Rian membuka dos HP milik Lin dan memasukkan ke tas yang baru dibeli lalu meyerahkan kepadanya.
"Sini uang kembaliannya tadi!" pinta Rian.
Lin merogoh kantongnya dan memberikan uang tersebut kepada Rian yang sudah siap dengan dompet yang sudah terbuja di tangannya.
"Nah, ini tempat uangmu sekarang!" kata Rian setelah mengisi dompet tadi dengan uang pemberian Lin lalu memasukkan ke dalam tas.
Lin tersenyum bangga melihat penampilannya sekarang dengan adanya tas selempang di tubuhnya. Ia sering melihat pengunjung rumah makan tempat ia bekerja yang berpenampilan seperti itu.
Rian pun ikut bahagia melihatnya. Ia menatap Lin yang duduk berhadapan dengannya dengan tatapan haru karena kasihan. Lin benar-benar belum punya pengalaman dalam berpenampilan sebagai seorang gadis padahal ia punya wajah yang cantik dengan kulit sawo matang tapi tidak terawat baik.
Tak lama kemudian minuman yang dipesan itu datang diantar oleh pelayan. Rian yang dari tadi merasa haus langsung menikmati es buah tersebut hingga tak tersisa sedangkan Lin yang merasa baru dengan sajian tersebut hanya bisa menghabiskan setengahnya.
Tanpa rasa malu, Rian meraihnya dari hadapan Lin dan menikmatinya. Hal tersebut membuat Lin merasa hidupnya sangat berarti. Setelah itu keduanya baru makan.
"Tolong kamu bayar harga minuman tadi!" kata Rian yang sudah bersiap-siap untuk pulang.
Lin kembali merogoh sakunya dengan wajah yang bingung karena tangannya tidak merasakan sesuatu benda berada dalam saku tersebut. Rian jadi cekikikan melihat tingkahnya.
"Heyy, tadi kamu simpan uangmu di mana?" tanya Rian.
"Oh, iya, saya lupa," Lin menepuk jidatnya. Ia baru ingat bahwa uang itu ada di dalam dompet. Maklum tidak biasa menyimpan uang di dompet karena memang tidak punya benda tersebut.
Dengan tergesa ia membuka tasnya dan mengambil dompet yang berisi uang yang akan digunakan untuk membayar minuman yang sudah dinikmati tadi.
Dalam perjalanan pulang, Rian berjanji akan mengajari Lin untuk menggunakan HPnya jika ada waktu luang, namun untuk saat ini belum bisa karena sudah hampir larut malam.
Keduanya pun berpisah setelah tiba di tempatnya bekerja dan masing-masing masuk ke kamarnya.
Rian tinggal sekamar dengan pak Mamang sedangkan Lin hanya sendirian di kamar belakang.
Malam itu Lin sangat sulit untuk merebahkan tubuhnya. Perjalananya hari ini sangat berkesan. Ia merasa senang punya teman yang perhatian.
Sebelum tidur ia terus memandangi gambar dirinya dengan Rian dalam layar ponselnya sambil senyum-senyum sendiri. Karena terbawa perasaan, hampir saja ia lupa untuk mengisi baterai ponsel tersebut sesuai dengan anjuran dari si penjual. Dengan gegas ia melompat dari tempat tidur lalu mengambil cas yang masih tersimpan rapi di tasnya.
Sementara itu, Rian yang ada di kamarnya juga belum bisa tidur. Ia senyum-senyum sambil menatap langit-langit dan kadang ia merasa geli ketika ingat kepribadian Lin yang kampungan dengan mimik wajah yang polos.
Pakaiannya pun asal-asalan, tadi ia tidak mengganti pakaiannya ketika berangkat ke mall. Jangankan berganti pakian, nyisir rambut aja nggak, tapi Rian dapat memaklumi dan tak mau ikut campur dulu. Menurut Rian, nantilah berikutnya kalau ia belum berubah maka perlu untuk mengingatkan, sebab ini kehidupan di kota, bukan di desa.
"Emang kamu habis dari mana, sih? Tadi saya cari-cari, eh, nggak nongol-nongol," kata pak Maman.
"Biasa, ngantar calon pacar ke mall," sahutnya dengan bangga.
"Ohh, pantas aja, si Lin juga seharian ini nggak kelihatan batang hidungnya. Rupanya kalian keluar untuk bersenang-senang," ujar pak Mamang.
Rian tertawa menanggapi ujaran pak Mamang.
Pak Maman merasa senang sangat terbantu sejak Rian kerja di tempatnya karena selama ini ia selalu ke pasar sendirian dan mengangkut bahan-bahan yang dibeli tapi sekarang ia sudah punya teman yang tenaganya kuat karena masih muda.
Pak Mamang berasal dari daerah yang jauh dan datang ke kota Beringin untuk mengadu nasib lantaran di daerahnya sangat sulit mata pencaharian. Ia terpaksa meninggalkan istri dan dua orang anaknya yang masih kecil-kecil demi mencari biaya hidup.
Rian sangat terharu mendengar cerita pak Mamang yang tak jauh berbeda dengan kehidupan orang-orang di desanya.
Hampir semua orang mengeluh dengan naiknya harga beras yang diikuti dengan harga kebutuhan pokok lainnya. Hal ini terjadi pasca corona yang melanda seluruh belahan dunia.
Malam semakin larut, pak Mamang dan Rian akhirnya tertidur dengan nyenyak. Mereka butuh istirahat yang cukup karena besoknya sudah ada pekerjaan menanti dan sudah menjadi rutinitas yang entah sampai kapan baru bisa pensiun dari pekerjaan tersebut.
Keesokan harinya mereka bangun disaat hari masih gelap. Rian yang punya tugas untuk membersihkan langsung memgambil sapu dan mulai menyapu bagian dalam ruangan terlebih dahulu. Sedang pak Mamang membersihkan di luar rumah.
Ia melirik ke pintu kamar Lin yang masih tertutup rapat. Rian mendekati dan mengetuk tapi tidak ada sahutan dari dalam. Akhirnya ia mengetuk lebih keras lagi dan tak lama kemudian Lin terbangun dengan gelagapan. Ia mengira bahwa yang membangunkannya adalah Nyonya karena hal ini sudah sering terjadi. Nyonya pemilik rumah makan menggedor-gedor pintu kamarnya dengan kasar tapi Lin masih tetap mengulangi kesalahan yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments