Lin sedang bekerja seperti biasanya ketika seorang laki-laki yang baru bekerja beberapa hari di rumah makan itu datang membawa peralatan bekas makan untuk dicuci.
Tugas Rian di rumah makan itu adalah membersihkan meja dan mengangkut peralatan bekas makan oleh para pelanggan ke tempat mencuci.
Rian dan Lin selalu bertemu setiap saat. Seringnya bertemu membuat keduanya jadi akrab, selain itu keduanya juga merasa senasib karena dua-duanya berasal dari desa terpencil.
Rian juga berasal dari sebuah desa yang jaraknya tidak terlalu jauh dari desa tempat tinggal Lin.
Rian merasa iba melihat Lin yang selalu berkutat dengan cuciannya. Suatu hari ia membantu Lin mencuci piring walau Lin sudah melarangnya.
Keduanya pun makin akrab dan suatu hari mereka minta izin untuk jalan-jalan karena kebetulan hari raya dan rumah makan tidak buka.
Pemilik rumah makan memberi izin kepadanya. Rian yang baru satu bulan bekerja belum punya uang tapi ia ingin mengantar Lin untuk membeli HP.
Selama Kurang lebih satu tahun Lin bekerja di kota Beringin baru kali ini ia keluar untuk menghirup udara segar. Lin mengagumi keindahan kota tersebut dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi.
"Waooow...," gumannya.
"Ada apa?" tanya Rian heran melihat tingkah Lin yang menurutnya sangat kampungan.
Lin tidak segera menjawab, ia malah berdecak kagum sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat lampu-lampu warna-warni yang ada di sepanjang jalan.
Sekarang Rian baru mengerti apa yang membuat Lin termangu.
"Indahnya, saya baru pertama kali menyaksikan semua ini," ucapnya dengan mulut masih ternganga.
"Saya kira kamu sudah berada di sini selama setahun," kata Rian.
"Iya, tapi barusan keluar kandang, lagian siapa juga yang mau menemani saya keluar? Teman saja nggak punya," Lin berkata apa adanya.
Rian manggut-manggut. Walaupun ia belum cukup sebulan datang ke kota ini tapi boleh dikata setiap hari ia keluar untuk menemani pak Mamang berbelanja. Pak Mamang bertugas kepasar setiap hari untuk membeli bahan makanan yang akan diolah di rumah makan tempat Lin dan Rian bekerja.
Rian menggandeng tangan Lin memasuki sebuah Maal yang ada di pusat kota. Sejenak Lin menatap Rian lalu melirik tangannya yang sudah digenggam erat.
Sekilas ia tersenyum, ada getar aneh yang menjalar mengalirkan perasaan bahagia. Inikah namanya cinta?
Lin belum tahu apa-apa tentang perasaannya. Apakah di umur empat belas tahun ini ia sudah jatuh cinta?
Berbeda dengan Rian, ketika sedang duduk di kelas tiga SMA ia telah melakukan hal yang di luar batas. Seorang siswi teman kelasnya mengaku hamil dan yang ditunjuk sebagai pelakunya adalah Rian.
Desa asal Rian memang masih terpencil tapi sudah ada Sekolah Menengah Atas yang siswanya hanya satu kelas per tingkat.
Waktu itu Rian tidak bisa mengelak tapi nasib baik masih berpihak kepadanya karena ia sempat mengikuti Ujian Nasional sebelum perempuan itu meminta tanggung jawabnya untuk segera menikahinya.
Kedua orang tua Rian sangat menentang pernikahan itu tapi mereka tidak bisa membatalkan karena pihak perempuan mengancam akan menyelesaikan masalah tersebut secara adat jika Rian lari dari tanggung jawabnya.
Walaupun Rian tahu persis bahwa dirinya hanya dijebak karena baru sebulan ia pernah menghampiri perempuan itu, sementara jika dilihat perkembangan perutnya dapat dipastikan bahwa usia kandungannya sudah lebih dari satu bulan.
Pernikahan Rian dengan teman kelasnya yang bernama Yuyun itu tidak berlangsung lama. Rian pergi meninggalkan dia karena ada salah seorang teman prianya bernama Danu yang juga sekelas dengan mereka dulu di SMA yang berterus terang kepadanya bahwa anak yang ada dalam kandungan Yuyun adalah anaknya dan hal itu membuat Rian dan istrinya bertengkar.
Dari pertengkaran hebat itu akhirnya Yuyun mengaku dengan jujur bahwa apa yang dikatakan oleh Danu itu benar adanya, hanya saja waktu itu ia tidak bisa menuntut tanggung jawabnya karena keduanya juga sedang bertengkar gara-gara Danu tahu bahwa Rian sering datang ke rumah kostnya.
Rian pergi mengadu nasibnya ke kota Beringin dan di sinilah ia bertemu dengan Lin, seorang gadis desa yang lugu dan masih belia.
Keduanya terus berjalan-jalan mengintari mall untuk mencuci mata. Lin bingung saat mau naik ke lantai dua melihat eskalator. Ia berpikir, kenapa tangga itu terus berputar dan jalan sendiri.
"Ayo kita naik ke atas soalnya barang yang hendak kamu beli ada di lantai atas!" ajak Rian. Lin terpaku menatap Rian karena bingung.
"Ayo, nanti saya pegang!" ajak Rian lagi. Rian sudah pernah ke tempat ini saat baru datang dari kampung. Kakak sepupu Rian yang tinggal di kota ini yang mengajaknya jalan-jalan sebelum dapat pekerjaan sehingga ia sudah punya pengalaman.
"Nggak ah, lebih baik kita pualng aja! Saya takut naik ke atas," ucap Lin dengan mimik wajah yang ragu.
Rian tertawa lalu menarik lengan Lin dan mencari tangga biasa lalu naik ke lantai dua lewat tangga tersebut. Lin hanya terbengong-bengong. Kenapa tidak dari tadi bilang kalau ada tangga biasa?
Lin benar-benar polos dan kampungan membuat Rian menertawakan dalam hati tapi sifat polosnya inilah yang membuat Rian tertarik dan ingin lebih mengenalnya lebih dalam lagi.
Mereka menuju ke tempat jualan HP. Lin hanya bingung ketika ditanya tentang merk HP yang mau dibeli. Ia sama sekali tidak tahu, yang ada dipikirannya bahwa semua HP itu sama saja.
Melihat kenyataan itu, Rian terpaksa yang memilih merk HP yang sama dengam miliknya. Ia mengambil benda pipih dengan merk Samsung lalu memeriksanya dengan teliti.
"Gimana kalau yang ini?" tanya Rian sambil memperlihatkan HP itu kepada Lin.
"Terserah kamu aja deh, saya jadi pusing!" sahut Lin sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Yang ini, berapa harganya, Mbak?"
"Rp 1.300.000,"
Mata Lin membulat mendengar nominal harga yang disebut oleh karyawan tersebut.
"Gimana Lin, apa uang kamu cukup untuk membeli HP ini?" tanya Rian.
"Kok mahal bangat," katanya balik bertanya. Sangkahnya barang itu paling tidak hanya seharga tiga ratus ribuan.
"Harganya memang segitu, ada yang murah tapi dengan merk lain yang biasanya cepat rusak dan ada juga yang mungkin hanya dua ratus ribuan tapi hanya bisa digunakan untuk menelepon dan tidak ada kameranya. Masakan kamu mau beli yang gituan? Udah ketinggalan loh!" Rian menjelaskan.
Tampak Lin sedang memikirkan sesuatu. Rupanya ia sedang menghitung dalam hati, ada berapa uang yang sedang ia kantongi.
"Oke deh, yang itu aja!" sahutnya sambil menunjuk HP merk Samsung.
Setelah memasukkan kartu, karyawan itu mencoba membuka aplikasi yang ada di dalamnya lalu memperlihatkan kepada Rian dan Lin. Rian mencoba kamera depan lalu menarik tubuh Lin agar lebih dekat dan berselfi.
"Ayo, sekali lagi! Senyum dong!"
Lin tersenyum dan Rian segera mengambil gambarnya dan memperlihatkan hasilnya.
"Bagus 'kan?"
Lin menatapnya dan mengangguk. Tampak wajahnya berseri-seri karena senang melihat fotonya yang serasi dengan Rian terpampang dalam layar HP yang akan segera menjadi miliknya.
Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan lembaran uang. Setelah menghitung uang tersebut ia menyodorkan kepada si penjual sebanyak tiga belas lembar pecahan seratus ribu dan masih ada lebihnya dua lembar.
Rian mengambil barang yang sudah dikemas itu lalu mencari tempat jualan tas dan dompet. Lin mengikut bagai kerbau yang dicucuk hidungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments