5. Ciuman Pertama

Kebiasaan Lin di desa yang tidak memperhatikan kebersihan tetap terbawa sampai kini. Malam itu ia gelisah dan sulit untuk tidur karena perkataan Rian selalu terngiang-ngiang di telinganya. Tiba-tiba ia kepikiran untuk curhat kepada Sita.

"Selamat malam!" sapa Lin.

"Iya, selamat malam juga! Ada apa yah, tumben menelepon malam-malam?" suara Sita melalui ponsel.

Lin menceritakan apa yang sedang dialami dan menyampaikan semua perkataan Rian tanpa rasa malu. Sita yang mendengarnya tertawa tapi ia juga merasa kasihan karena Lin memang sangat kampungan dan jorok.

"Lakukan apa yang dikatakan oleh Rian kalau kamu mau jadi pacarnya dan besok kalau kita keluar, tolong bawa uang supaya kamu bisa beli alat make up dan pakaian!" saran Sita.

"Oh, iya Kak," sahut Lin patuh.

Kini hatinya sudah lega karena sudah ada solusi yang bisa ia lakukan besok. Sita akan membantunya untuk menyelesaikan masalahnya. Sekarang ia sudah bisa memejamkan mata dan tertidur dengan pulas.

Keesokan harinya Lin bangun lebih cepat lagi dari biasanya karena ia ingat saran dari Sita agar segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Rian.

Lin mengumpulkan pakaian kotor yang berserakan dalam di sembarang tempat dalam kamarnya. Saking berantakannya, ia sudah kesulitan untuk membedakan mana pakaian bersih dan mana pakaian kotor, akhirnya ia mengumpulkan semuanya kedalam ember untuk dicuci karena pakainnya hanya beberapa pasang saja dan mulai mencuci lalu menjemurnya.

Setelah itu ia mandi dan berganti pakaian. Masih ada sepasang bajunya yang tersimpan dalam tas. Ia memakainya lalu keluar untuk melakukan tanggung jawabnya.

Dari tadi diam-diam Rian mengawasinya dari jauh. Ia tersenyum karena melihat wajah Lin yang lumayan segar karena mandi pagi meskipun tanpa polesan make up karena ia memang tidak punya.

Sebelum jam istirahat, Sita sudah datang untuk menjemputnya. Sita masuk ke kamarnya dan menunggu karena Lin masih bekerja.

Sita memperhatikan ruangan tersebut yang masih berdebu dan beberapa barang-barang diletakkan bukan pada tempatnya. Handuk bekas mandi tadi pagi diletakkan di atas tempat tidur dan kamar itu terasa pangap dan bau.

Berselang beberapa menit, Lin muncul di pintu.

"Bagaimana pacar kamu mau betah kalau melihat kamar yang berantakan seperti ini? Saya aja nggak tahan untuk berlama-lama di sini," kata Sita berterus terang sambil geleng-geleng kepala.

Lin tertawa sambil nyengir. Ia ingat rumahnya di desa yang sempit dan selalu berantakan karena adik-adiknya yang masih ada beberapa orang selalu berkejaran dan membongkar sehingga pemandangan seperti itu, bagi Lin dianggap wajar-wajar saja.

Berbeda dengan Sita yang selalu rapi dan tampak bersih. Walaupun berasal dari desa terpencil tapi sejak kecil ibunya selalu memberikan contoh yang baik dan selalu mengajarkan pentingnya untuk menjaga kebersihan. Ibu Sita bukan orang asli desa Harapan, ia berasal dari kecamatan lain dan menikah dengan ayah Sita, penduduk asli di desa tersebut. Ayah Sita masih punya hubungan keluarga dengan orang tua Lin, itulah sebabnya Sita tidak segan untuk menegur dan mengajarinya.

Sebelum berangkat, Sita membantu Lin untuk membersihkan dan merapikan kamarnya. Tidak butuh waktu yang lama, kamar itu sudah berbeda dari sebelumnya dan terlihat agak luas. Lin sendiri terenyum melihat perubahan itu.

Keduanya lalu berangkat ke pasar dengan naik ojek. Tiba di pasar, Sita membeli segala kebutuhannya lalu membantu Lin untuk berbelanja.

Sita memilih beberapa potong pakaian yang cocok untuk Lin, ada baju tidur, baju kaos, celana panjang, celana kulot, dan pakaian dalam.

Setelah itu mereka berpindah ke penjual Make up dan membeli skincare, lipstik, pensil alis, handbody, dan parfum.

"Cukup yang ini aja dulu," kata Sita.

"Tapi saya nggak bisa menggunakannya," keluh Lin melihat benda-benda tersebut.

"Tenang aja, entar saya ajari!"

"Makasih sebelumnya!"

Ada banyak yang dibeli sehubungan dengan kebutuhan bagi seorang perempuan karena Sita sudah berpengalaman. Tak lupa juga membeli pengharum ruangan sebelum keluar dari area pasar.

Uang Lin habis sekitar Rp 1.500.000 untuk membeli semua itu.

"Jangan pelit kalau mau cantik! Kita ini kerja buat nyenangin diri, jadi nikmatilah!" ujar Sita saat Lin menghitung-hitung pengeluarannya.

"Iya, Kak," ucapnya menanggapi.

Sebelum mereka pulang, keduanya menyempatkan diri untuk menikmati minuman dingin yang tersedia di dekat jalan keluar dari pasar. Kesempatan itu juga digunakan oleh Sita untuk mengajar Lin menggunakan make up yang sudah dibeli dengan cara mendonload tutorialnya di HP.

"Nah, sebentar ketika ada waktu luang kamu bisa belajar lewat sini, tinggal klik dan kamu akan diajari!"

"Oke, Kak,"

"Sebentar malam kalau pacar kamu mau ngajak jalan-jalan, kamu bisa pakai baju yang ini dan pasangkan dengan cealna panjang dan jangan lupa semprotkan parfum sedikit aja ke tubuhmu biar wangi!" kata Sita lagi dengan sabar.

Lin kembali mengangguk-anggukkan kepalanya tanda ia sudah paham.

Keduanya segera menghabiskan minumannya karena jam istirahat bagi Lin sudah hampir selesai.

***

Malam hari setelah melaksanakan tugasnya, Lin mandi dan mulai merias wajahnya. Walaupun masih berantakan tapi setidaknya sudah ada usaha. Ia tersenyum melihat wajahnya di pantulan cermin yang berukuran kecil sudah sedikit berubah. Tak lupa ia juga menyemprotkan parfum ke tubuhnya lalu duduk menunggu kedatangan sang pacar.

"Tok, tok, tok!" suara ketukan di pintu membuat dada Lin berdebar.

Ia segera membuka pintu dan tampaklah Rian sudah berdiri dengan gayanya yang menawan.

Ia tersenyum melihat wajah Lin dengan polesan make up yang sederhana tapi Rian sangat suka. Bau Parfum yang harum tercium ketika Rian melangkah masuk ke kamar.

Senyumnya kembali mengembang ketika melihat ruangan tersebut yang sudah bersih dan rapi bahkan harum. Ia senang karena Lin mau melakukan apa yang ia perintahkan kepadanya kemarin malam.

"Terima kasih sudah mau melakukan semua ini!" ucap Rian sambil merapikan rambut Lin yang terurai.

Sentuhan Rian membuat tubuh Lin gemetar.

"Ayo, kita berangkat sekarang!" ajak Lin untuk mengurangi rasa gugup yang membuat jantungnya bertalu-talu.

"Tunggu sebentar, Sayang!" bisik Rian membuat bulu kuduk Lin merinding.

Lin duduk di bibir tempat tidur dan pasrah ketika Rian mulai menyentuh pipinya dan mengelus-elus dengan jarinya dengan lembut. Melihat sikap Lin yang pasrah, Rian mulai memberanikan diri untuk mencium pipi Lin.

Pipi Lin jadi merah merona. Baru kali ini ada seorang pria yang mencium pipinya dan membuat perasaannya melayang-layang.

Lin hanya menikmati ciuman yang diberikan oleh Rian karena ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Kamu belum pernah dicium oleh seseorang?" tanya Rian. Ia bisa memastikan bahwa Lin belum pernah mendapatkan perlakuan seperti ini karena tampak dari sikapnya yang begitu polos.

"Iya," jawab Rian malu-malu.

Rian masih menginginkan hal yang lebih dari sekedar ciuman di pipi dan anehnya juga karena Lin sepertinya sangat menikmati. Inikah yang dinamakan cinta atau sekedar terbawa oleh hawa nafsu?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!