Vee akhirnya tiba juga di depan kamar 203. Kamar milik gadis bernama Jeni yang sebelumnya mengobati lukanya. Sesuai janjinya, kini dia datang untuk mengganti perbannya. Entah kenapa, Vee merasa sedikit berdebar kali ini. Padahal biasanya ia tidak akan terlalu peduli.
Vee menekan bel dan dia bisa mendengar suara menjawab dari dalam. Jelas seseorang sedang berjalan membukakan pintu. Di sana lah berdiri Jeni dengan pakaian tidur yang terlihat sangat menggemaskan dengan gambar kelinci yang besar di dadanya, tapi entah kenapa juga sangat menggoda dengan celana pendeknya.
“Kau ….”
“Aku datang seperti janjiku. Ini sudah tiga hari. Waktunya perban ini diganti.” Vee berucap datar.
Walau entah kenapa harus repot-repot melakukannya, Jeni mengganti juga perban itu dengan yang baru. Lukanya sudah mulai kering dan itu tentu saja pertanda yang bagus. Jeni tanpa sadar berdebar dan juga sedikit bergetar dalam setiap prosesnya.
“Saat melakukannya sebelum ini, kau terlihat jauh lebih tenang. Kenapa kali ini …?” Vee penasaran.
“Itu mungkin karena hingga detik ini, aku tidak tahu namanu? Bagaimana kalau kau ternyata adalah perampok atau pencuri?” tanya Jeni antisipatif.
“Kau ingin tahu namaku? Kau bisa panggil aku Vante. Itu nama asliku.” Pria itu mengatakannya dengan datar. “Ah, dan aku bukan perampok atau pencuri. Kau tidak perlu khawatir.”
“Kalau kau memang bukan pencuri … bagaimana kau bisa mendapatkan luka seperti itu? Itu jelas bukan luka karena jatuh atau tertabrak sesuatu kan?” tanya Jeni mengamati dengan pipinya yang menggemaskan.
“Ya. Tebakanmu memang sempurna. Tapi … bagaimana kalau aku mengatakan tidak ingin membahasnya? Lagipula kalau aku berniat jahat padamu, aku pasti sudah akan melakukannya saat pertama kali menginjakkan kakiku di kamar ini,” ucap Vee dengan tatapan mata yang tajam.
“Ta-tapi …”
“Dengarkan. Bicara mengenai luka ini. Aku sebenarnya datang untuk mengucapkan terima kasih. Aku rasa aku belum mengucapkannya terakhir kali. Untuk itu … aku berpikir untuk memberi beberapa pilihan untukmu.” Vee bicara lagi.
“Penawaran seperti apa?” tanya Jeni berhati-hati.
“Bagaimana kalau kau ucapkan satu saja keinginanmu, dan aku akan melakukannya untukmu.,” ucap Vee.
“Wah …! Apa kau serius dengan ini?” tanya Jeni dengan mata berbinar.
Vee mengangguk. Jeni terlihat begitu bersemangat. Dia terlihat menimbang secara hati-hati apa yang akan dia lakukan. Hingga akhirnya dia menjentikkan jarinya.
“Ah … aku sudah menemukan jawabannya. Kita akan pergi jalan-jalan ke sebuah wisata wahana,” ucap Jeni.
Tidak ada alasan bagi Vee untuk menolak. Dia yang sebelumnya berjanji, maka dia akan menepati. Jeni yang mengatur semuanya termasuk kapan dan pakaian apa yang akan mereka kenakan. Sungguh walau ini baru pertemuan mereka yang kedua, tapi masing-masing sudah bisa berbincang lebih santai.
“Baiklah kalau begitu. Aku akan menemuimu di tempat itu di hari Sabtu ini,” ucap Vee sebelum meninggalkan kamar Jeni.
Vee memang tidak bisa lama tinggal di apartemen Jeni. Darco tampaknya memang sangat buruk belakangan. Apalagi setelah aplikasi judi online milik pria bernama Shancez itu akan resmi diluncurkan pada hari Minggu ini. Selain itu, Vee juga tak ingin Darco menemukan keberadaan Jeni.
Vee mengendarai motor besarnya pulang ke rumah milik Darco. Ponselnya sudah berdering dari tadi. Ia pasti sedang dicari oleh Darco untuk menjalankan misi selanjutnya. Entah apa kali ini, tapi pasti ada hubungannya dengan Sanchez.
Darco adalah seorang mafia internasional. Ia memiliki beberapa usaha yang terus memberinya keuntungan. Dimulai dari jual beli senjata api yang sepenuhnya sudah ia percayakan pada Vee. Kemudian juga perdagangan manusia dan obat-obatan terlarang juga rumah judi.
Kejahatannya memang terpampang begitu nyata, tapi polisi tentu tidak bisa menangkapnya begitu saja. Darco begitu cerdas membungkus semua usaha jahatnya itu dengan kedok perusahaan legal. Selain itu tentu saja dia juga memiliki banyak pelindung yang berasal dari kalangan polisi dan militer.
Oleh karena itu, justru para pria seperti Juan dan Hope lah yang merepotkan bagi Darco. Mereka yang sama sekali tak tersentuh oleh uang-uang pelicin yang selalu digelontorkan oleh Darco setiap bulannya. Polisi yang memiliki kemampuan juga motivasi yang jauh lebih besar, yaitu dendam.
Begitu tiba di rumah milik Darco, Vee segera memarkirkan motornya dan masuk ke dalam rumah. Begitu tiba di depan ruangan Darco, ia mengetuk pintu dan tak lama pintu itu pun terbuka. Darco sudah dengan dua tangan mengepal di atas meja, terlihat siap untuk memakan apapun yang ada di hadapannya.
“Akhirnya kau datang juga, Vee!”
“Apa yang bisa aku bantu, Tuan Darco?” tanya Vee ingin tahu.
“Kalau kau ingin berterima kasih padaku, maka ini lah saatnya. Aku punya tugas yang sangat penting untukmu. Aku ingin kau membunuh Sanchez di pesta peresmian itu hari Minggu ini.” Darco terlihat bersikeras.
Bukan hal yang sulit untuk membunuh bagi Vee. Ia bahkan terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin. Vee tak pernah merasa bersalah sedikit pun, karena dia tahu semua orang yang dia bunuh juga melakukan hal-hal yang sama gilanya dengan dia ataupun Darco.
Hanya saja misi kali ini terdengar seperti sebuah misi bunuh diri. Sanchez di dalam pestanya sendiri. itu berarti keamanan super ketat dengan pasukan terbaik. Vee harus menerobos semuanya sendirian, tapi tentu dia menyanggupinya.
“Baiklah, Tuan Darco. Aku akan melakukannya.” Vee terlihat penuh bersemangat.
Vee sudah siap meninggalkan ruangan itu, hingga Darco kembali memanggil namanya. “Tunggu dulu, Vee.”
“Ya, Tuan.” Vee berbalik.
“Belakangan ini … aku merasa kau semakin tidak fokus saja. Aku sering harus menghubungimu beberapa kali hingga kau mengangkat telepon dan itu sangat menggangguku. Apa ada sesuatu yang tidak aku ketahui sedang kau kerjakan di luar sana?” tanya Tuan Darco.
“Tidak, Tuan. Aku hanya sedang fokus mencari tempat baru untuk dijadikan dermaga baru kita. Itu alasannya kenapa aku sulit dihubungi belakangan,” jawab Vee dengan tegas.
“Apa aku bisa percaya denganmu untuk yang satu ini?” tanya Tuan Darco.
“Tentu saja, Tuan.”
“Baiklah kalau begitu. Anggap saja aku percaya padamu kali ini. Hanya saja … kalau sampai suatu saat nanti aku mengetahui bahwa kau melakukan hal yang tak seharusnya, kau tahu kan apa yang bisa aku lakukan?” tanya Tuan Darco setengah mengancam.
“Tentu saja, Tuan Darco. Aku sangat mengerti.”
Vee menunduk memberi salam dan kemudian berjalan keluar dari ruangan tersebut. Di dalam hati dan pikiran Vee, entah kenapa terus terbersit satu nama, Jeni. Entah sejak kapan, ia memang jadi suka mengamati kegiatan Jeni di manapun dan kapanpun. Vee hanya berharap Tuan Darco tidak mengetahuinya dan Jeni bisa terus hidup dengan tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments