Bab. 3

Kedatangan kedua saudaranya yaitu Attar dan Aidan cukup mampu mengobati luka lara hatinya itu.

"Kakak! Mama Hania," lirihnya Anindira yang segera berhamburan kedalam dekapan hangat pelukan kakak nya itu secara bergantian.

"Anin,kamu harus kuat dan sabar, insya Allah… Mama akan segera sembuh dari penyakitnya ini, masalah Papa kakak akan berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan Papa dari penjara," ucapnya Aidan kakak sulungnya Anindira.

"Hiks… hiiks… tapi kakak sudah hampir lima jam mama tidak sadarkan diri, kenapa mama sangat nyaman dalam tidurnya, apa mama enggan melihat kita?" Ratapnya Anindira.

Attar dan Aidan saling bertatapan satu sama lainnya," kamu harus berdoa demi kesembuhan mama yah dek, masalah papa serahkan pada kami berdua, insya Allah… papa akan segera terbebas dari tempat tuduhan yang sama sekali papa tidak pernah lakukan," pungkasnya Attar yang saling berpandangan dengan kakak sulungnya itu.

Sebelum mereka masuk ke dalam kamar perawatan mamanya kerjanya mampir untuk menemui dokter spesialis jantung yang menangani kesehatan mamanya itu. Dari sanalah mereka mengetahui jika hanya keajaiban yang bisa membuat Mama mereka sembuh dan tersisa menunggu waktu saja Bu Hania akan pergi untuk selamanya.

Tapi, keduanya sudah sepakat untuk menyembunyikan kenyataan itu dari adik perempuan satu-satunya yang mereka miliki.

Anindira menyeka tubuh mamanya itu dengan menggunakan tisu basah," mama cepatlah sadar, apa mama tidak ingin melihat kami anak-anakmu," lirih Anin dengan air matanya yang sedari tadi membasahi pipinya itu yang sudah sedikit tirus.

Anin dengan telaten dan penuh kelembutan membersihkan seluruh tubuhnya Bu Hania.

"Mama pasti kamu akan sedih dan kecewa jika mengetahui saya batal menikah dengan Abizar pria brengsek yang tidak tahu diri itu, telah berselingkuh dengan temanku sendiri, perempuan yang selalu mama sayang dan manja seperti putrinya Mama sendiri di dunia ini, tapi dengan teganya menikung dan merebut calon suamiku ma," cicitnya Anin yang sesekali menyeka air matanya itu.

Pintu itu terbuka dengan lebar dan masuklah Attar dan Aidan raut wajah kedua merah padam saking marahnya hingga urat-urat buku tangannya kelihatan dengan jelas.

"Anin, katakan pada kakak kenapa hari ini kamu tidak menikah dengan Abidzar, melainkan temanmu yang bersanding dengannya di pelaminan?" Tanyanya Attar dengan emosinya sudah membuncah.

Anin nampak gemetaran dan ketakutan melihat kedua kakaknya yang tampangnya tidak seperti biasanya itu.

Anin bangkit dari duduknya dengan berusaha bersikap wajar dan kuat menghadapi kedua pria dewasa yang dimiliknya dalam hidupnya itu.

"Saya sendiri yang memutuskan untuk membatalkan pernikahan kami berdua, karena saya memergoki keduanya berselingkuh dengan Arshavina ular berkepala empat itu!" Jelasnya Anin yang berusaha sekuat tenaga untuk menahan air matanya.

Aidan memeluk tubuh adik bungsunya itu," insya Allah… kamu akan mendapatkan laki-laki dan jodoh yang kakak yakin lebih baik dari Abidzar pria bajingan, brengsek dan lucknut itu!" Umpatnya Aidan.

Attar mengepalkan tangannya sekuat-kuatnya, "Saya akan memberikan pelajaran kepada mereka berdua yang sudah menyakiti kamu dek, saya pasti akan menghajarnya!" Geramnya Attar.

Anin segera mencegah kakaknya itu untuk tidak bertindak anarkis dan menyebabkan masalah yang pastinya akan berakhir dengan campur tangan kepolisian.

"Kakak, sudah biarkan saja mereka, saya tidak ingin melihat wajah keduanya yang membuat aku muak, aku juga tak ingin mendengar nama mereka disebut lagi dengan hadapanku! Cukup sudah kisahku dengan mereka jangan biarkan ada season keduanya untuk mengenal pengkhianat dan orang-orang kurang ajar itu!" Kesalnya Anin.

"Kalau itu keputusanmu, kami sebagai kakakmu pasti akan mendukung apapun keputusanmu, ingat kebahagiaan kamu diatas segala-galanya," timpalnya Attar.

Satu bulan kemudian…

Kondisi dari Bu Haniya bukannya sembuh dan kesehatannya membaik. Malahan semakin parah saja. Hari ini, Anindira hendak pergi ke kampusnya untuk mengurus masa cutinya beberapa semester, tetapi belum sempat masuk ke area kampusnya, hpnya berdering dan bergetar di dalam handbagnya yang berwarna hitam pekat itu.

"Siapa yang nelpon yah,apa kak Attar atau Aidan yah?" Gumamnya Anin.

Tapi,dia mengerutkan keningnya melihat nomor baru yang tertera di layar benda pipih yang berukuran persegi panjang itu. Dengan sedikit ragu, Anindira segera mengangkat telponnya itu.

"Halo, assalamualaikum maaf dengan siapa?" Tanyanya Anindira gadis berambut panjang itu.

"Waalaikum salam, maaf dengan Mbak Anindira Mahika Mahendra?" Tanyanya balik dari orang seberang telepon.

"Iya saya sendiri Bu, ada apa yah?" Tanya Anin yang perasaannya sudah tidak karuan dan tertuju pada mamanya yang terbaring lemah di atas bangkar rumah sakit sudah sebulan lamanya tanpa ada perubahan kemajuan yang berarti.

"Tolong segera ke rumah sakit,ada sesuatu yang terjadi kepada Ibu Anda," pintanya perawat tersebut yang ditugaskan untuk menjaga mamanya selama dia tidak berada di RS.

"Kenapa! Apa yang terjadi pada mamaku Suster!? Paniknya Anin yang sudah berfikiran negatif mengenai kesehatan ibunya itu.

"Untuk lebih jelasnya, silahkan datang secepatnya ke rumah sakit sebelum terlambat," ucapnya perawat itu lagi.

"Baik Sus, saya akan segera ke sana, tunggu aku sampai datang saya mohon jangan tinggalkan mamaku seorang diri," pinta Anindira.

"Oke Mbak, assalamualaikum,"

"Waalaikum salam," Anin segera berputar arah dan menghubungi ojek online untuk mengantarnya ke rumah sakit.

"Ya Allah… aku mohon selamatkan lah Mamaku,jangan biarkan apapun yang terjadi kepada beliau, aku tidak sanggup jika terjadi sesuatu padanya," gumam Anindira sambil menyeka air matanya yang barusan menetes.

Anindira segera berlari kencang ke arah dalam area rumah sakit, setelah selesai membayar tagihan sewa ojek onlinenya itu. Air matanya semakin menetes saja, seolah tidak ada keringnya dari dalam kelopak matanya.

Tubuhnya langsung berdiri kaku mematung ketika melihat kain putih panjang menutupi seluruh tubuh mamanya itu. Anin berjalan tertatih ke arah tempat tidur dengan langkah kakinya yang serasa sangat sulit itu.

"Ma-ma," Lirihnya Anin yang tidak kuasa melihat mamanya yang sudah tidak bernyawa lagi dan sudah terbujur kaku pergi untuk selamanya dari dunia ini.

Attar dan Aidan pun segera berlari ke arah dalam rumah sakit,tapi langkahnya Attar sedikit terhalang karena tanpa sengaja menabrak seorang suster perempuan yang baru saja keluar dari dalam ruangan rawat inap Bu Hania.

"Auh sakit!" Teriak perawat itu yang bokongnya terbentur dengan lantai keramik.

"Maaf saya tidak sengaja," ucap Aidan sambil mengulurkan tangannya ke arah wanita yang terduduk di atas lantai dengan kedua kakinya berselonjor.

"Tidak apa-apa pak,saya yang salah karena sudah berjalan tidak hati-hati," imbuhnya perawat yang bername tag Adhisti Mirzani.

Aidan melanjutkan perjalanannya menuju kamar mamanya yang tidak ingin terjadi sesuatu pada Bu Hania.

"Ya Allah… panjangkanlah umurnya Mamaku ya Allah… angkatlah segala macam penyakitnya dari tubuhnya dan sehatkan lah mamaku," gumam Aidan yang sudah berada di dalam ruangan tersebut.

Langkah kakinya melambat melihat Anindira adiknya sudah menangis seraya memeluk tubuh Bu Hania. Tangis pecah di dalam sana. Mereka tidak menyangka jika mamanya akan pergi selamanya dari dunia ini.

"Mama maafkan kami anak-anakmu yang belum bisa berbakti dan membalas budi baikmu dalam merawat dan menjaga kami bertiga sejak kami masih dalam kandungan hingga sampai detik ini juga," ratapnya Attar yang akhirnya hancur juga pertahanannya yang berusaha untuk tegar dan kuat dibandingkan dengan kedua adiknya yang lain.

Papanya dengan ijin dari pihak kepolisian, datang juga untuk menghadiri acara pemakaman istrinya dan diberikan waktu yang luang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada istrinya itu.

"Papa!" Pekik Anindira yang berlari ke arah papanya tapi segera dicegah oleh beberapa polisi.

"Stop! Berhenti jangan menghalangi kami, Anda harus bersyukur karena diberikan kelonggaran untuk bertemu dengan ayah Anda," cegah polisi yang menggiring Pak Hamka Mahendra.

"Anin putrinya Papa, maafkan Papa Nak sudah membuat kalian menderita dan kesusahan, maafkan Papa Hania tidak berada di sampingmu disisa hidupmu," ucapnya Pak Hamka Mahendra dengan menangis tersedu-sedu meratapi kepergian istrinya untuk selama-lamanya.

Attar,Aidan meminta dan memohon kapten kepolisian untuk memberikan mereka kesempatan untuk saling berpelukan satu sama lain seraya melepaskan kerinduan mereka yang sudah sebulan lebih tidak bertemu seperti sekarang ini di luar area kantor polisi.

Terpopuler

Comments

Windarti08

Windarti08

maaf Thor, pemakaian kata SAYA untuk panggilan antara orang tua dan anak, kakak beradik, dan juga pasangan kekasih menurut ku kurang tepat, kesannya terlalu formal.
kurang enak aja dibacanya, sayang padahal ceritanya bagus

2023-07-31

0

Sri Wijiani

Sri Wijiani

in tulisan ya kok semrawut ya.cerita bagus tp semrawut

2023-05-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!