Menikah Karena Perjanjian

Menikah Karena Perjanjian

Bab. 1

Anindira tersenyum bahagia sambil sesekali memandangi secarik kertas yang berbentuk persegi panjang di dalam genggaman tangannya itu. Dari raut wajahnya berseri-seri bahagia dan jelas terlihat jika dirinya sangat gembira saat itu.

Bu Hania melihat putri semata wayangnya itu menuruni tangga rumahnya dengan langkah kakinya yang pasti.

"Putriku semoga pernikahanmu dengan Abizar terlaksana dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan apapun yang berarti," gumam ibunya Anindita.

Anindira Mahika Mahendra memegang erat undangan itu seolah undangan itu akan terbang tertiup angin dan direbut oleh orang yang berpapasan dengannya. Gadis cantik jelita dipandang mata itu genap berusia 21 tahun bulan ini.

Sekitar dua minggu lalu,dia merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh satu sama tahun dan mendapatkan kado surprise party dari kekasihnya sekaligus pria yang akan menikahinya sekitar sepuluh hari lagi dari sekarang.

Anindira melihat ke sekelilingnya sambil menarik sebuah kursi yang siap untuk duduk sambil menikmati sarapan paginya.

"Mama kakak Aidan dengan Attar sudah ke kantornya?" Tanyanya Anindira seraya membalik piringnya untuk mengisi beberapa lauk pauk yang sudah disediakan oleh ibunya itu.

Bu Hania yang mendengar perkataan dari mulut putrinya sekaligus anak bungsunya itu segera menolehkan kepalanya ke arah anaknya.

"Kakakmu keduanya sudah berangkat pagi-pagi sekali, Attar katanya ada rapat penting, kalau Aidan dia ke luar daerah hari ini kalau enggak salah ke Bali bareng CEO perusahaan tempatnya bekerja," jawab Bu Hania yang membantu asisten rumah tangganya membereskan beberapa perabot dapur yang baru selesai mereka pakai.

"Oh gitu yah,"balasnya Anindira yang membentuk huruf O besar.

Anindira mengingat beberapa bulan lalu yang terpaksa mengundurkan diri dan resign dari tempat kerjanya, atas persyaratan yang diberikan oleh calon suaminya Abizar Muhammad Adinata.

"Coba aku juga dapat ijin dari Mas Abizar pasti aku masih kerja seperti dulu padahal baru setahun juga kerjanya dan lagi seru-serunya kerja,tapi demi masa depan bersama Mas Abizar, aku rela melakukannya," bathinnya Anin.

Anindira kembali menyantap dan melahap makanannya dengan penuh hikmah, makanan yang tersaji di atas meja adalah hampir keseluruhannya adalah makanan kesukaannya.

Anindira segera menyelesaikan makannya lalu membersihkan wajahnya setelah makan. Anindira tidak lupa meminta ijin kepada mamanya untuk menemui calon suaminya itu.

"Kamu mau pakai mobil ayah atau mobilmu sendiri Nak?" Tanyanya Bu Hania.

"Pakai mobil aku saja Ma, kebetulan juga sepulang dari rumahnya Mas Abizar rencananya aku mau servis ganti oli mesin nya Ma," jelas Anindira sambil meraih tangan mamanya itu.

"Kamu hati-hati kalau begitu, titip salam sama Bu Husnah ibundanya Abidzar," ucapnya Bu Hania.

Anin memeluk tubuh mamanya dan mengecup sekilas pipi perempuan yang sudah berjasa melahirkannya ke dunia ini, "Siap Mamaku yang paling cantik dan paling baik hati sedunia," pujinya Anindira seperti kebiasaannya yang sering dilakukannya itu bersama dengan mamanya yang bagaikan adik kakak saja.

"Mama titip ini yah untuk Papa,kamu mampir di kantornya Papa untuk antarkan makan siangnya,papa tadi buru-buru soalnya jadinya enggak sempat bawa bekalnya," pintanya Bu Hania.

"Untuk Pak Hamka Mahendra yah, tapi nggak gratis harus ada ongkirnya yah Ma," candanya Anin sembari mengangkat paper bag yang berisi dua buah kotak bekal makanan khusus untuk papanya yang bekerja sebagai kepala dinas pendidikan setempat.

"Kamu ada-ada saja nak," pungkasnya Bu Hania dengan senyuman teduhnya itu.

"Assalamualaikum," salamnya Anin yang segera berjalan ke arah luar untuk mengambil mobil kesayangannya.

Mobil sedan berwarna kuning itu sudah melaju dengan kecepatan sedang. Anin memakai seatbelt nya agar tidak terkena teguran dari pihak kepolisian yang berjaga di sekitar lampu merah, jalan yang sering dilaluinya setiap harinya.

Anindira sudah sampai di depan kantor papanya dan amanah serta pesan mamanya sudah tersampaikan dengan baik.

"Mas Abizar pasti akan bahagia melihat kalau undangan pernikahan kami sudah jadi," gumamnya Anindira dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajahnya yang semakin cantik diterpa cahaya matahari pagi itu.

Anindira mematikan mesin mobilnya tepat di depan pintu masuk rumahnya Abizar. Anin menatap dengan seksama rumah yang nampak kelihatan sepi itu serasa tidak ada penghuni rumahnya yang sudah ditinggal beberapa hari saja.

"Bunda Husnah ada di mana? Kok rumahnya tampak sepi, Mas Abizar katanya hari ini belum masuk kerja sengaja masuknya siangan, berarti aku ada waktu untuk bertemu dan membahas undangan pernikahan yang belum kami sebar sedikitpun," cicitnya Anin yang mengunci rapat pintu mobilnya.

Anin langsung masuk ke dalam pekarangan rumah yang cukup besar itu dengan langkah kakinya yang pasti dan panjang.

Anin baru ingin memasukkan kunci ke dalam lubang kenop pintu tapi, tidak jadi karena pintunya tidak terkunci. Awalnya mau tekan bel pintu tapi, Anin mengurungkan niatnya untuk memakai kunci cadangan yang sudah lama diberikan oleh Bu Husnah khusus untuknya agar memudahkan dia keluar masuk di rumah calon mertuanya itu.

"Pintunya engga dikunci? Mungkin Mas Abizar lupa kali nguncinya," cicit Anin.

Anin mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan rumah itu,tapi nampak sangat sepi. Dia pun menaiki undakan tangga satu persatu untuk berjalan ke arah kamarnya Abidzar.

"Mas mungkin sedang tidur, aku bangunin saja sekalian sudah jam sepuluh pagi juga soalnya," lirih Anin dengan undangan berwarna pink shof.

Anin hendak memutar handle pintu, tapi ia dikejutkan dengan suara-suara yang menurutnya sungguh tidak enak didengar.

"Itu suara siapa?" Lirihnya Anin hingga semakin membuatnya penasaran.

Anin semakin mendekati pintu kamar pribadi calon suaminya itu, dia sedikit memutar dan membuka pintu itu hingga dia dengan jelas mendengar sekaligus melihat apa yang terjadi di dalam kamar tersebut. Anindira menutup mulutnya saking tidak percayanya dengan apa yang dilihatnya itu.

"Sayang kalau kamu menikah dengan Anin gimana dengan aku?" Rengeknya perempuan yang berada di bawah kunkungan Abizar.

"Kau tetap jadi kekasihku bahkan aku akan menikahimu setelah saya berhasil menikah dengannya,"

"Kenapa sih kamu bisa suka padanya padahal dia bandingkan dia dengan aku, lebih seksi aku lah dari dia," ketusnya perempuan itu.

Anin masih menjadi pendengar setia dari pria dan wanita yang sama-sama tidak memakai selembar benang sedikitpun di atas kulitnya.

Abizar menangkupkan kedua tangannya di atas dagunya kekasihnya itu, "Kau perlu mengetahui dengan pasti jika saya terpaksa akan menikahinya karena desakan dari mama dan ayahku, saya itu sama sekali tidak mencintainya sedikitpun,di dalam hatiku hanya ada kamu seorang, tapi dia saja yang keganjengan yang terlalu kepedean," dengusnya Abizar.

"Ya elah… jadi selama tiga tahun ini kamu tidak pernah merasakan cinta untuk perempuan itu?" Tanyanya yang semakin memprovokasi Abizar karena sudah mengetahui kedatangan Anindira di sana dengan seringai liciknya itu.

"Tepat sekali apa yang kamu katakan, sebenarnya sih aku pernah jatuh cinta padanya,tapi sejak dia terus menolak aku untuk memeluk, menciumnya dan pernah juga aku minta untuk hubungan yang seperti sedang kita lakukan, tapi selalu menolak ku, sifat sok sucinya itu yang membuat aku muak dan ilfeel padanya," kesalnya Abizar dengan sesekali membelai lembut kulitnya yang putih mulus kekasihnya itu.

Anindira meneteskan air matanya itu,dia tergugu dalam tangisnya. Dia semakin menutup mulutnya agar Isak tangisannya tidak terdengar oleh orang lain. Hatinya bagaikan tertimpa godam yang begitu besar dan tertusuk ribuan jarum hingga hatinya hancur berkeping-keping.

Arshavina tersenyum licik sambil mengelus dada sispack nya Abizar yang semakin gencar menggoda pria yang akan sebentar lagi akan mengakhiri masa lajangnya itu dengan tatapan menghinanya diarahkan ke arah pintu dimana Anindira berada di sana.

"Rasain akibatnya berani merebut pria yang aku sukai, sekarang kamu menyaksikan langsung apa yang seringkali kami lakukan selama ini di belakangmu," umpatnya Arshavina yang semakin berniat untuk menghancurkan perasannya Anin.

Undangan pernikahan yang dipegangnya terlepas juga dari dalam genggaman tangannya. Dia tidak menyangka jika calon suaminya dan teman dekatnya itu berselingkuh. Anin membuka pintu dengan sangat kuat hingga terbanting dan menimbulkan bunyi dentuman dan hantaman yang cukup besar.

Bruk!!

Prang!!

Anin berjalan ke arah ranjangnya Abizar dimana keberadaan calon suaminya yang sangat dicintainya itu, bahkan rela mengorbankan karirnya demi pria yang bernama Abizar. Anin mengambil beberapa lembar undangan yang berada di dalam handbagnya lalu melemparkannya ke arah kedua orang itu.

Abizar terkejut melihat kedatangan calon istrinya itu yang datang tiba-tiba tanpa pemberantasan sebelumnya.

"Aku tidak akan melanjutkan pernikahan ini, cukup sampai disini hubungan kita berdua! kalian manusia tidak tahu diri dan sama-sama manusia lucknut!," geramnya Anin dengan mencengkram erat kepalan tangannya.

Bagi Anin cukup kata-kata itu yang perlu diucapkan dan tidak mau membuang waktu dan tenaganya untuk berbicara yang tidak ada gunanya.

Mampir baca novel baru aku judulnya "Terpaksa Menjadi Orang ketiga" ada give away kecil-kecilan khusus pembaca yang rajin" Caranya hanya baca, Like dan komentar.

Mampir dong Kak ke novel baru aku judulnya:

Satu atap dua hati

Pamanmu adalah jodohku

Belum Berakhir

Terpopuler

Comments

Sophia Aya

Sophia Aya

mampir thor

2023-08-09

0

ayu nuraini maulina

ayu nuraini maulina

novelmu bikin darah tinggi Thor klo g d madu d selingkuhin

2023-07-19

0

ayu nuraini maulina

ayu nuraini maulina

jd cwe jgn goblok Napa mau2 nya d turutin masih calon loh!!!

2023-07-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!