Bab 4 Pacar Baru

Aku berjalan dengan terburu-buru menuruni anak tangga. Aku sudah menerima pesan dari mas Zayn sepuluh menit yang lalu. Namanya juga wanita, pasti butuh waktu lama untuk sekedar memilih warna lipstick yang tepat.

Aku bersemangat sekali untuk datang di pesta pernikahan mantan. Aku bisa terlihat baik-baik saja padahal yang Reza lakukan begitu menyakitkan.

Aku memang bukan tipe wanita yang berlama-lama larut dalam keterpurukan. Aku sudah diajarkan menjadi gadis mandiri oleh mama dan papa saat usiaku masih belia.

Kehilangan Reza bukan berarti aku kehilangan segalanya. Aku masih punya orang tua dan teman yang selalu mendukungku.

"Ha ha ha." Aku terkejut mendengar papa sedang tertawa.

Aku memanjangkan langkah berjalan ke arah ruang tamu. Aku melihat papa sedang tertawa bersama mas Zayn.

Entahlah, ada rasa hangat saat aku melihat mereka begitu akrab. Padahal aku belum memperkenalkan Mas Zayn pada papa.

"Mas ..." sapaku.

Dia seketika melihat ke arahku. Dia tidak berkedip sama sekali. Apa itu artinya dia terpesona melihat penampilanku?

Dia juga terlihat tampan dengan rambutnya yang tampak segar dan tersisir rapi. Kemeja batik yang ia pakai selaras dengan warna gaunku.

Ya Tuhan, aku gak percaya pria sesempurna ini masih menjomblo. Jika boleh, bisakah jodohkan aku dengannya saja.

"Ehem...." Papa berdehem membuatku dan mas Zayn seketika memutus pandangan kami.

"Kalian benar-benar mau pergi?"

Aku mengangguk. "Tentu. Aku harus menghargai mereka, Pa. Aku diundang, maka aku akan datang."

"Papa gak pergi?" tanyaku karena papa belum bersiap.

Papa menggeleng. "Kalian saja."

Aku tahu, papa ingin datang, tapi perasaannya masih begitu terluka. Terlebih saat papa tahu kalau kak Nia kembali ke rumah orang tua kandungnya.

"Loh, kalian sudah mau pergi? Padahal mama baru saja buatkan minum untuk teman kamu, Zi."

Mama baru saja datang dari arah dapur dengan membawa nampan yang diatasnya ada dua cangkir kopi.

"Papa juga kayaknya lagi seru ngobrol sama Zayn!"

"Sebentar lagi saja perginya, Zi."

Astaga. Sepuluh menit bisa membuat mereka seakrab ini? Mama sampai tidak gugup atau ragu sedikitpun mengucapkan namanya.

"Lain kali masih bisa dilanjutkan, Ma. Kita udah telat, nih!" Ku lihat jam tanganku. Kami memang sudah terlambat beberapa menit.

Kami akhirnya keluar dari rumah. Melihat mama dan papa yang sepertinya senang dengan kedatangan Zayn, aku malah merasa bersalah. Bagaimana jika mereka tahu kalau mas Zayn hanya partner yang ku sewa?

"Orang tua kamu asik!"

Aku melihatnya sekilas. "Hem!" Jawabku.

"Tapi, anaknya gampang bete."

Aku menaikkan satu sudut bibirku. "Sok tahu."

"Kelihatan banget, tau!"

"Sekarang kamu malah diam saja. Kamu gak suka ya, karena aku masuk ke dalam rumah kamu dan bertemu dengan mama-papa kamu?"

Aku menggeleng. "Bukan."

"Aku cuma gak mau mereka berharap banyak sama kamu. Apa lagi kalau mereka tahu kamu cuma pria yang ku sewa dengan dua potong cake dan secangkir kopi selama seminggu."

Dia malah tertawa. Aku mana bisa gak terpesona saat melihat keindahan ini.

Kami tiba di tempat resepsi. Tepatnya, di kediaman orang tua Reza. Ternyata mereka memilih mengadakan resepsi di luar ruangan.

Kami datang sedikit terlambat. Kak Nia dan Reza sudah duduk di pelaminan. Tapi, ini memang rencana kami yang ingin mereka melihat kedatangan kami.

Zayn meraih tanganku dan menggandeng mesra. Aku melihat mas Zayn mengangguk pelan.

"It's show time."

Kami berjalan di karpet merah untuk mencari meja yang disediakan untuk kami.

Mata Reza terus menatapku. Aku tidak melihatnya, tapi Mas Zayn yang mengatakannya karena ia penasaran, bagaimana reaksi Reza ketika melihat kami.

"Ternyata dia tidak lebih tampan dariku," gumam Mas Zayn yang masih bisa ku dengar.

Aku tertawa pelan. Sepertinya aku tidak salah menyewa orang. Dia begitu luwes dan tidak canggung sedikitpun saat menggandengku. Apa dia begitu berpengalaman?

Aku dan mas Zayn bersikap seolah kami memang pasangan yang baru saja jadian. Sampai akhirnya kami naik ke pelaminan untuk mengucapkan selamat pada kakak dan mantanku ini.

"Selamat atas pernikahan kalian."

Reza tampak tidak suka saat aku terus digandeng dan menempel pada mas Zayn. Bagus! Sekarang kamu menyesal, Za?

"Semoga bahagia, Kak!"

Ku tatap wajah kakakku yang sudah sekitar 20 tahun menjadi bagian dari hidupku. Aku ingin memeluknya, biar bagaimanapun dia pernah begitu berharga untukku.

"Terima kasih, Zi."

"Selamat atas pernikahannya, bro!" Alah, Mas Zayn malah sok akrab dengan Reza.

"Terima kasih karena sudah meninggalkannya!"

Bolehkah aku tertawa setelah mendengar kalimat terakhir mas Zayn pada Reza?

"Dia pacar baru kamu?" tanya kak Nia padaku.

"Kenapa kak? Lebih ganteng dari yang lama ya?" Aku sengaja mengatakannya agak keras sambil melirik Reza.

Aku senang melihat wajahnya yang seperti sedang menahan buang air besar itu. Apa dia marah karena aku begitu cepat melupakannya?

"Zia, maafkan Reza ya nak!"

Ah, ini yang ku benci. Mamanya Reza memelukku erat sambil meminta maaf. Aku mana tega melihat wanita baik ini terus-terusan bersedih.

Aku sudah mengenal kedua orang tua Reza karena kami sempat bertemu beberapa kali. Namun sayang, aku batal menjadi menantu mereka. Malah kakakku yang beruntung punya mertua yang baik seperti kedua orang tua Reza.

Terakhir ku dengar, ternyata orang tua Reza tidak mengetahui mengenai akad nikah yang berlangsung beberapa minggu yang lalu itu. Itu sebabnya saat itu aku tidak melihat keduanya.

Mereka baru tahu setelah papa mengatakan pada mereka mengenai kekecewaannya pada Reza.

Aku dan Mas Zayn memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Berlama-lama disana hanya membuat dadaku terasa sesak.

Aku sudah ikhlas. Tapi entah mengapa saat melihat mereka tertawa bersama di pelaminan membuatku merasa jengkel.

Sebodoh ini kah, aku?

Apa aku terlalu dibutakan oleh cinta sehingga aku tidak bisa melihat hal yang tidak wajar antara kak Nia dan Reza selama ini?

"Nangis saja, jangan sok kuat!"

Aku tidak peduli jika pria di sampingku ini mentertawakanku. Aku hanya ingin melepaskan semua rasa dendam, marah, kesal dan kecewa karena semua memang sudah jalannya.

Aku percaya, rasa sakit ini akan Tuhan balas dengan sesuatu yang lebih indah.

"Pantang untukku menangisi hal yang enggak perlu ditangisi, Mas!"

"Cinta gak hilang dengan semudah itu, Zi."

"Sebuah pepatah mengatakan, cinta itu seperti perang. Mudah dimulai tapi sulit diakhiri."

Aku tertawa tanpa suara. "Tapi, hal itu kebalikan dari yang ku rasakan, Mas."

"Aku sulit jatuh cinta padanya, tapi aku mudah untuk melupakannya."

"Karena dia meninggalkanmu demi bersama wanita lain."

"Bagaimana jika dia meninggalkanmu karena waktunya di dunia ini sudah habis?"

Aku melihat Mas Zayn yang serius menanyakan hal itu. Apa dia sedang menceritakan tentang dirinya sendiri?

Terpopuler

Comments

Andi Sayyid

Andi Sayyid

lanjut

2023-04-08

2

Andi Syafaat

Andi Syafaat

jadi penasaran dengan lanjutannya

2023-04-06

2

Aan Azzam

Aan Azzam

menyisakan sebuah tanda tanya di akhir bab.... sepertinya itu salah satu ciri khas dri karya kamu Thor...yg akan bikin kepo tingkat dewa 🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭 semangat

2023-04-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!