Aku merasa muak dengan drama yang menyakitkan ini. Lebih baik aku membawa kedua orang tuaku pergi dari sini.
Ku ajak papa dan mama untuk pulang dan meninggalkan mereka semua. Setelah aku mengatakan bahwa aku menganggap tidak pernah mengenal mereka berdua.
Dengan menggandeng tangan mama dan papa, kami pergi dari tempat ini. Aku sedih, tapi aku lega. Aku marah, tapi aku merasa ini adalah yang terbaik.
Terima kasih ya Tuhan, karena telah mengirimkan orang baik untuk memberi tahuku mengenai pengkhianatan ini. Jika tidak, aku pasti akan terus terjebak dalam kebohongan yang mereka ciptakan.
Tadi pagi, aku menerima pesan dari seseorang yang memberitahu padaku bahwa Reza akan menikah dengan seorang gadis tanpa menyebut nama gadis itu.
Orang yang mengirim pesan itu juga tidak bisa memberi tahu identitasnya karena akan membahayakan nyawanya.
Awalnya aku tidak percaya, tapi orang itu terus meyakinkanku hingga mengirimiku sebuah alamat rumah.
Aku penasaran dan aku ingin membuktikannya sendiri. Aku datang, dan aku sudah terlambat. Tapi, lebih baik terlambat datang dan mengetahui hal buruk itu dibanding ia tidak pernah datang dan akhirnya akan terus dibohongi.
Dua minggu berlalu dan aku tidak lagi menganggap masalah kemarin adalah penghalang.
Aku tetap melakukan aktivitasku dan jujur saja, aku lebih produktif sekarang. Aku fokus pada usaha toko roti yang sudah ku geluti selama setahun terakhir.
Pria itu masih sering menghubungiku, tapi aku tidak pernah menggubris pembohong itu lagi.
Seorang kurir masuk ke dalam toko kue dan mencariku.
"Ada paket, mbak."
Aku menerima paket itu dan membukanya saat berada di ruanganku.
Sebuah undangan dengan tinta emas mengukir nama Reza dan kak Nia.
Tertulis juga namaku dengan garis miring Partner di bagian depan undangan itu.
Ini seperti hinaan bagiku. Mereka mengira bahwa aku akan semakin terpuruk setelah menerima undangan ini.
Aku tersenyum miring. Aku akan datang ke pernikahan kakakku yang sudah tidak diakui sebagai anak lagi oleh papa dan mama.
Aku akan datang. Aku akan melenggang dengan anggun di red carpet yang sudah kalian sediakan! Tunggu saja!
Ku panggil seseorang yang merupakan sahabatku saat SMA untuk datang ke ruanganku. Dia juga merupakan salah satu dari pegawaiku.
"Ada apa, Zi?" tanyanya padahal hanya wajahnya yang mengintip dari pintu. "Kamu sakit?"
"Masuk dulu, Ri." Segitu perhatiannya dia padaku. Aku yang sehat wal-afiat ini ia kira sedang sakit.
Namanya Riri. Ku minta ia untuk duduk di depanku. Aku tahu, dia penasaran karena aku mamanggilnya padahal tidak ada masalah dengan toko kue.
"Kamu sedang gak mau memecat aku kan, Zi?" Pertanyaannya membuatku ingin tertawa.
"Ya enggaklah, Ri! Memangnya aku sinting apa? Main pecat-pecat orang sembarangan!"
"Ya, siapa tahu. Putus cinta juga buat semua syaraf di kepala kamu putus!"
Aku berdecak sementara ia malah tertawa.
"Minggu depan Reza dan kak Nia melangsungkan resepsi pernikahan."
Riri sama sekali tidak terkejut lagi. Dia memang teman curhat yang selalu menyemangatiku. Jadi, dia sudah tahu semua masalah yang menimpaku.
"Sabar ya, Zi!" Riri mengusap tanganku.
"Aku yakin penghianat-penghianat itu pasti akan mendapat karmanya, suatu hari nanti."
"Ssst! Malah doain yang gak bener!" Marahku. Aku memintanya datang bukan untuk menerima kalimat belas kasihan itu.
"Aku butuh bantuan kamu."
"Apa?"
"Aku butuh partner untuk datang ke pesta itu."
"Apa?" Riri terkejut. "Partner? Cowok, Zi?"
"Iyalah! Masa cewek, Ri."
Ku lihat Riri berfikir sejenak. "Siapa orangnya, Zi?"
"Makanya aku panggil kamu ke sini, Ri. Aku gak tau mau pergi dengan siapa. Kamu ada teman atau saudara gitu?"
"Yang tinggi, ganteng, menarik, dan kalau bisa sih kaya!" sambungku.
Riri menggaruk keningnya yang ku yakin tidak gatal sama sekali. "Aku mana punya teman sesempurna itu. Kalau ada mungkin sudah ku pacari lebih dulu, Zi!"
"Teman cowokku cuma Putra sama Jojo!"
Astaga! Kenapa aku melupakan hal itu. Dia memang bukan tipe gadis yang mudah berteman akrab dengan laki-laki.
Putra adalah karyawanku yang menangani layanan pesan antar. Sementara Jojo adalah salah satu koki yang bekerja di bagian dapur toko ini.
"Jadi, aku harus pergi dengan siapa dong, Ri?"
"Jangan datang, Zi. Gampang kan?"
"Dan mereka akan mentertawakan aku karena gak berani menghadapi kenyataan, Ri."
Dia mendengus kesal. "Oke kalau itu mau kamu. Tapi, aku gak punya teman sesempurna itu."
"Sewa orang, Ri!" Ide itu tiba-tiba muncul di kepakaku
"Apa?!"
Beberapa hari berlalu dan aku belum menemukan pria yang akan menjadi partnerku untuk datang ke pesta itu.
Aku membuka toko kue jam 6 pagi seperti biasa. Aku memang selalu datang lebih dulu dibanding 6 karyawanku yang lain.
Seorang pria masuk ke dalam. Aku tersenyum menyapa pelanggan yang datang hampir setiap hari itu.
"Selamat pagi, Mas Zayn!"
Wajahnya fresh seperti biasa. Rambutnya disisir rapi dan pakaiannya selalu marching. Ia memperkenalkan dirinya sebagai jomblo bahagia. Ya, meski aku tidak percaya sepenuhnya.
"Selamat pagi. Saya mau sarapan seperti biasa, mbak!"
Aku mempersiapkan pesanannya. Aku membuat secangkir kopi dan meletakkan beberapa potong cake di piring lalu membawanya ke meja dimana pria itu duduk.
Riri yang baru saja masuk tertawa pelan. "Pelanggan pertama, Mas Zayn?" tanyanya.
Zayn mengangguk pelan. "Seperti biasa."
Riri menyenggol tanganku yang sedang menata kue yang baru ku bawa dari dapur untuk ku tata di etalase.
"Cocok tuh, buat jadi partner sewaan!" Riri melirik Zayn dan pergi sambil tertawa pelan.
"Ngawur!" Balasku marah. "Enggak, ah!"
Mana mungkin aku menjadikan Zayn, pelanggan setiaku sejak dua bulan terakhir itu sebagai partner untuk datang ke acara pernikahan mantan.
"Coba saja, Zi! Dia sepertinya menyukaimu."
"Sok tau! Kamu bukan duk*un cinta, Ri!"
Riri tertawa. "Aku bisa melihatnya dari caranya menatap kamu, Zi."
Aku menggeleng pelan. "Semakin hari kamu semakin ngawur, Ri."
"Aku bisa melihatnya dari caranya menatap kamu. Preeet!" Ejekku meniru kalimatnya.
"Pacar aja gak punya! Dasar jomblo halu!" Ku julurkan lidahku mengejeknya.
Riri lagi-lagi tertawa. "Jomblo bahagia ini. Dari pada punya pacar tapi dikhianati!"
"Sindir aja terus!"
Untung saja, mas Zayn duduk di meja paling pojok. Ku harap dia tidak mendengar obrolan kami.
Hingga sehari menjelang pernikahan mantan, aku masih juga belum menemukan pria yang akan menjadi partnerku.
"Masih belum ketemu orangnya?" Tanya Riri saat aku sedang membantu karyawanku berberes karena toko sudah tutup sepuluh menit yang lalu.
Jam kerja Riri sudah habis jam 2 siang tadi. Tapi, ia sering datang saat malam hari untuk menemaniku atau sekedar ngopi sambil menikmati suasana malam hari karena ia kos sendirian di kota ini.
"Belum, Ri," jawabku lemas. "Apa sebaiknya aku gak usah datang saja ya?"
"Mas Zayn, pria yang tepat, Zi. Yakinlah! Aku gak akan mungkin menjerumuskan kamu dalam masalah baru."
"Tepat untuk apa?" Suara pria yang Riri sebut namanya membuat kami terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Nurhayatins Aqil
sy suka lnjt
2023-05-21
0
Aan Azzam
semangat 💪💪💪
2023-04-04
1
Andi Sayyid
lanjuuuut
2023-04-02
3