Bab 2 - Dua Kehidupan Yang Berbeda
Arin terdiam beberapa detik setelah membaca pesan yang sungguh menggelikan itu. Rasanya menyesal karena sudah membacanya. Tanpa pikir panjang Arin langsung mematikan ponselnya — melemparkan begitu saja. Arin kembali termenung dengan tatapan kosong, ia bingung apa yang sedang ia harap hingga begitu bergegas membaca pesan spam. Dirinya saat ini benar-benar sedang tersesat.
Matahari bahkan belum terbangun dari tidur panjangnya. Suara alarm yang sudah berbunyi lebih dulu dibandingkan ayam jantan, Arin yang masih terjaga setelah semalam menangis sendirian di kamar hingga akhirnya membuatnya kelelahan dan pada akhirnya ia tertidur. Telinganya seakan otomatis mendengar suara alarm tersebut. Mata yang masih terpejam namun tangan kanannya berusaha mencari ponsel yang terlintas di ingatannya, terakhir kali ia meletakan ponsel tersebut di bawah bantal.
Tangannya sudah meraba-raba, Arin masih tetap tidak bisa menemukan ponsel yang terus berdering semakin membuatnya jengkel. Ia teringat satu hal yang sontak membuatnya langsung terbangun dengan kedua mata yang terbelalak sempurna. Arin dengan panik langsung mencari ponselnya, di dalam pikiran saat ini jika alarm itu adalah jam di mana ia harus segera bersiap untuk berangkat kerja, jika tidak ia akan terlambat. Tentu saja Arin berhasil menemukan ponselnya dan langsung mematikan dering alarm — melihat jam yang menunjukkan pukul 5 pagi. Sial, ia harus segera bergegas untuk bersiap-siap.
“Tunggu dulu!!”.
Sebuah ingatan terlintas di saat otaknya belum siap untuk bekerja hingga membuatnya telat menyadari satu hal. “Aku ‘kan udah resign? Kenapa bangun? Dasar bodoh!” tanya Arin untuk dirinya sendiri. Arin terkekeh akan kebodohannya sendiri.
Benar juga. Kenapa ia panik hanya karena akan terlambat masuk bekerja disaat dirinya baru saja berhenti dari pekerjaan. Tampaknya kebiasaan yang sudah mendarah daging membutuhkan waktu untuk pulih.
Arin menghela nafas panjang sebelum ia kembali menghempaskan tubuhnya ke kasur untuk kembali tidur. Baru saja ingin kembali memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara pintu yang digedor-gedor dari luar. Tidak lain adalah Ibunya.
“ARIN!! BANGUN!! AYO CEPAT BANGUN, NANTI KAMU KESIANGAN BERANGKAT KERJANYA!!” sahut ibu.
Tampaknya ibu masih belum percaya jika anaknya sudah berhenti bekerja. Setelah pertengkaran semalam hingga membuat air mata Arin mengering karena terlalu banyak menangis. Dirinya memang belum sempat menjelaskan dengan seksama akan alasan dirinya keluar dari perusahaan. Arin hanya bisa menghela nafas dan mencoba untuk mengabaikan ibunya dengan kembali tidur. Namun ibu tidak mau mengalah, dia terus memanggil-manggil namanya.
“ARIN …!! CEPAT BANGUN!! INI SUDAH JAM 7!!”.
Ibu dan anak sama-sama memiliki watak yang keras kepala dan tidak ingin mengalah satu sama lain. Usahanya untuk tetap diam dan mengabaikan Ibunya pun berhasil setelah beberapa menit, suara teriakan ibunya pun menghilang. Arin melepaskan bantal dari wajahnya dan kembali mencoba untuk tidur dengan posisi yang nyaman.
***
“Pokoknya saya mau laporan keluhan hari ini harus selesai. Tolong bilang bagian IT untuk memperbaiki servernya dipercepat, karena kita akan update aplikasi secepat mungkin.” ucap Haru sambil menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba hingga sontak orang yang tampak sibuk mencatat setiap ucapannya juga ikut menghentikan langkahnya dengan cepat agar tidak menabrak.
“Apa lagi, Pak?” tanya Dimas.
“Hari ini saya pulang cepat. Jadi jangan tambahkan jadwal.” ucap Haru sambil menunjukkan ke arah Dimas yang merupakan seorang system manager di perusahaan startup miliknya.
“Ahh .., Iya, Pak. Tapi pak …” sahut Dimas mencoba menghentikan Haru yang baru saja ingin melanjutkan langkahnya menuju ruang kantornya.
“Apa?” tanya Haru.
“Kerjasama kita dengan CAA …?”
“Ah, kapan?” tanya Haru.
“Besok.”
“Besok?! Serius, kok saya bisa lupa. Ya sudah … siapkan semua jangan sampai kesepakatan kerjasama kita gagal. Oke!” ucap Haru.
“Baik, Pak!!”
Kemudian Haru membalikan tubuhnya — berjalan masuk kedalam ruang kantornya. Meja kerjanya yang tampak penuh dengan berkas-berkas data analisa dan beberapa proyek kerjasama yang sedang ia rencanakan untuk mengembakan aplikasi miliknya. Sudah hampir dua bulan Haru benar-benar terlihat seperti orang yang gila akan pekerjaan.
Duduk dibangkunya — mengalakan komputer untuk memerikakan kembali tugas yang sudah diselesaikan oleh anak buahnya. Aplikasi yang bernama ‘Eventoon’ yang sudah berjalan kurang lebih 10 tahun. Sebuah portal penerbit Novel dan juga Komik digital. Menerbitkan karya orisinal yang berkualitas.
Setelah berhasil masuk pasar Jepang dan China. ‘Eventoon’ yang berada dibawah perusahaan Haru Eventoon Crop. Kini ia sedang melakukan sayapnya untuk masuk pasar Amerika dan Eropa dengan bekerja sama dengan perusahan CAA atau bisa disebut Creative Artists Agency.
Disela kesibukannya, ia tiba-tiba teringat akan suatu hal yang membuatnya segera mengambil ponselnya dan memberikan sebuah pesan yang ia kirimkan pada seseorang.
Tampak raut wajah kecewa saat mengetahui jika tidak ada balasan dari orang yang ia kirimkan pesan. “Dia cuman baca, apa dia sibuk?” tanya Haru yang bertanya pada dirinya sendiri — menatap layar ponsel dengan sedikit harapan jika ada sebuah balasan pesan. Haru kembali meletakan ponselnya di atas meja, karena ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum ia pergi keluar untuk bertemu para penulis yang karya terpilih untuk dijadikan novel fisik. Sungguh hari yang sibuk.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 6 malam. Arin masih berada di bawah selimut tempat tidurnya. Sekitar 12 jam Arin tertidur. Ia kembali dibangkukan dengan ponselnya yang berdering. Matanya yang masih terpejam melihat layar ponsel, sebuah panggilan masuk dari adiknya.
“Emm … apa?” tanya Arin dengan setengah sadar.
“Kakak, belum bangun juga!! Ini sudah jam berapa!!” omel Anna.
“Ini juga udah bangun. Kenapa telepon? Lo lagi nggak dirumah?” tanya Arin.
“Aku abis nganterin Ibu sama Bapak ke terminal,” jawabnya.
Jawaban adiknya membuat Arin langsung terbengun — ia bingung dengan hal yang baru ia ketahui. “Ke terminal? Memangnya mereka mau kemana?” tanya Arin.
“Teh Nur ‘kan mau nikah lusa besok. Kakak lupa?” tanya Anna yang terdengar jengkel.
“Ahh … iya yah … gue lupa.”
“Idih … kebiasaan. Mau nitip sesuatu nggak? Sekalian aku diluar,”
“Boleh. Pesen MCD Burger dua yang chese, apa nggak yang paketan aja. Terus sama MC Kopi nya. Uangnya gue kirim.” ucap Arin.
“Oke. Sekalian buat aku, aku juga lapar belum makan.”
“Iya.”
Kemudian sambungan teleponnya terputus. Dengan mata yang masih sulit untuk membuka dan mungkin karena efek tidur terlalu lama membuat tubuhnya tak berdaya, hingga membuat Arin kembali menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Namun Arin tersadar jika dirinya belum sempat sholat magrib. Dengan memaksakan seluruh tubuhnya — Arin beranjak dari tempat tidur sebelum adzan isya berkumandang.
Berjalan menuju ruang tengah. Arin duduk sambil menyalakan televisi sembari menunggu Anna, adiknya pulang. Muka yang begitu sembab dan sama sekali tidak bersemangat untuk hidup, namun Arin kini berada dalam fase dimana ia sedang tidak merasakan apapun. Pikiran dan hatinya kosong seperti komputer yang baru saja diinstal ulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments