Percakapan Kakak Adik
“Assalamualaikum …” sahut seseorang yang berjalan masuk dari pintu sontak membuat lamunan Arin terpecahkan. Ternyata yang datang adiknya dengan membawa dua kantong plastik yang ukuran cukup besar — berjalan menghampirinya.
“Sudah sampai. Belinya banyak banget, siapa aja emang yang makan sampai dua plastik begitu?” tanya Arin heran.
“Buat sekalian besok pagi. Aku juga beli cake di cake, abis duitnya sisa banyak jadi aku abisin semua.” ucap Anna tampak senang sambil meletakan semua plastik itu di atas meja. “Kak, tolong siapin ya, aku mau mandi bentar!!” ucap Anna yang langsung bergegas pergi ke kamar mandi meninggalkan Arin yang hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan adiknya.
Arin langsung mengeluarkan makanan yang akan mereka makan, sedangkan sisanya ia memasukkan ke dalam kulkas. Perutnya sudah terasa sangat lapar ditambah aroma burger yang masih hangat membuatnya sudah tidak sabar. Namun ia harus pergi ke dapur untuk meletakan makanan yang akan disimpan dikulkas. Arin mempercepatkan gerakannya akan semua cepat selesai. Setelah semua makanan masuk ke dalam kulkas, Arin berjalan untuk memasak ramen sebagai lauk tambahan. Kepalanya yang terasa pusing karena tidur seperti orang yang mati suri, ramen adalah makanan yang pas untuk menghilangkan rasa pusing kelapanya.
Hanya tinggal menunggu 2 menit hingga ramen resep spesial buatannya jadi. Tak lama Ana keluar dari kamar mandi menghampirinya.
“Kakak buat ramen? Emang nggak kebanyakkan? Abis itu semua?” tanya Anna merasa heran tak percaya melihat kakaknya yang sedang memasak ramen setelah memesan 2 paket jumbo burger. Bagaimana bisa dia menghabiskan semua makanan itu.
“Kepala gue pusing, makanya gue bikin.” ucap Arin.
“Oke. Entar aku minta ya …,” ucap Anna sambil cengegesan — berjalan kembali ke ruang tengah.
“Nggak boleh!” tolak Arin dengan tatapan datar.
“Oke!!” sahut Anna yang bahkan tidak pedulikan penolakkan kakaknya.
Berjalan dengan hati-hati dengan kedua tangan yang sedang membawa panci panas yang berisikan ramen. Arin mempercepat langkahnya — meletakan panci ramen tersebut di atas meja. Tampak raut wajah yang takjub dari Anna melihat betapa lezatnya ramen buatan kakaknya yang memang tidak pernah salah. Tanpa perlu berlama-lama lagi, mereka segera memakan makanan mereka masing-masing.
“Wah … kelihatannya enak!!” ucap Anna sambil mengambil ramen tersebut ke dalam mangkuk miliknya.
Asap putih ngebul dengan aroma gurih khas ramen membuat Anna tak sabar ingin segera melihatnya.
Slurp …
“Ahh … panas!”
“Gimana? Enak?” tanya Arin — dengan sedikit harapan.
“Enak!”
Arin pun tersenyum mendengarnya, ia segera menyeruput kuah pedas dari ramen.
SLURP …
Seketika pusing di kepalanya perlahan mulai membaik. Rasa pedas, gurih dan manis membuat kedua matanya terbelalak. Syaraf-syaraf di tubuhnya seakan mulai bangun. Wajahnya menjadi berbinar hanya karena sesuap ramen. Tidak hanya di sana, Arin juga langsung membuka pembungkus burger, melahap dengan satu gigitan besar hingga membuat mulutnya menjadi penuh, Arin sudah tidak bisa berkata-kata lagi.
“Kak!” sahut Anna.
“Eung?”
“Kakak beneran keluar kerja?” tanya Anna yang merasa penasaran akan alasan kenapa kakaknya tiba-tiba keluar kerja. Walau sesungguh ia yakin jika kakaknya pasti memiliki alasan tersendiri hingga membuat sebuah keputusan yang begitu mendadak hingga bertengkar dengan Ayah dan Mama yang saat ini sedang di Bandung.
Arin menganggukkan kepalanya, “Eung!”.
“Kenapa? Nggak jadi …! Terus abis ini kakak mau kemana?” tanya Anna.
Mencoba untuk menelan makanannya dengan perlahan sebelum menjawab pertanyaan Anna. “Dirumah, nggak deh! Gue mau pindah rumah.” jawab Arin.
Sontak membuat Anna terkejut mendengarnya. “ Pindah?!!! Emang uang kakak banyak??” tanya Anna yang tak percaya akan rencana kakaknya yang terlalu nekat.
“Ada, njirr. Iya kali gue keluar asal keluar. Terus gue hidup gimana kalau nggak ada uang. Sebenarnya gue udah dapet apartemen yang murah, bagus lagi.” ucap Arin.
“Dimana? Berapa? Mana ada jaman sekarang apartemen murah, dibohongi kali …!!” ucap Anna dengan nada bicara yang membuat Arin merasa jengkel.
“Dia pikir gue orang yang gampang ketipu? Sial!” tutur Arin dalam hatinya — kesal, namun saat Anna menoleh ke arahnya dengan kecepatan kilat Arin langsung mengalihkan pandangannya — kembali fokus pada makanan.
“Ya enggak lah, besok gue tinggal tanda tangan.” ucap Arin.
“Aku ikut kakak ya?” tanya Anna.
Arin terdiam — bingung dengan perkataannya adiknya.
“Lo serius?” tanya Arin menatap tajam.
“Eung! Serius! Aku malas dengan Mama sama Bapak berantem mulu, belum lagi Si Nenek sihir,” ucap Anna mencoba menyakinkan kakak keduanya yang sepertinya tak mempercayai ucapannya. Padahal ia menggunakan nada bicara yang serius.
Arin masih terdiam menatap adiknya. Dirinya hanya ingin memastikan jika adiknya sedang tidak berbohong padanya, karena memang anak ini selalu mengatakan hal-hal omong kosong. Namun jika dipikirkan kembali, mungkin Anna mengatakan hal yang sesungguhnya, mungkin memang dia hanya sedang menunggu, hanya saja dia tidak memiliki kekuatan dan masih ingin memiliki tempat untuk bersandar.
“Oke.” ucap Arin yang kemudian melahap kembali burger miliknya.
Anna tersenyum mendengar jawaban kakaknya. Akhirnya ia akan mendapatkan tempat tinggal yang lebih nyaman dan ruang privasi.
“Tapi sekolah lo gimana? Lokasinya jauh lo …,” ucap Arin baru menyadari kenyataan tersebut.
“Nggak apa-apa, yang penting aku nggak tinggal disini.” ucap Anna begitu percaya diri.
“Cih!! Oke, awas jangan ngeluh!” ucap Arin.
“Iya.”
***
Keesokkan harinya, sesuai dengan perkataan Arin semalam pada adiknya. Ia akan pergi untuk mengurus apartemen. Sebenarnya satu bulan sebelum Arin keluar dari pekerjaannya, ia mendapatkan sebuah tawaran dari seseorang yang ingin menjual cepat apartemennya. Temannya bilang jika kenalannya itu baru saja putus dengan kekasihnya dan apartemen mereka saling bersebelahan. Wanita itu langsung pergi ke London untuk melanjutkan studinya dan akhirnya apartemen itu terbengkalai dan akhirnya kekasih dari wanita itu memutuskan untuk menjualnya.
Arin bersama Anna masuk kedalam apartemen yang kini sudah sah menjadi miliknya. Seorang dari agen properti menemani mereka untuk melihat-lihat apartemen yang tampak sudah lebih bersih dan bagus dibandingkan sebelumnya. Benar. Saat pertama kali Arin ditawarkan apartemen mewah ini terlihat sangat kacau seperti rumah yang habis dirampok.
“Sesuai dengan kontrak dan harga yang sudah disepakati. Pemilik memberikan beberapa properti seperti kulkas, mesin cuci, AC, tempat tidur dan juga televisi di ruang utama. Silahkan dicek kembali. Dan ini kunci apartemennya,” ucap Si agen properti yang begitu ramah sambil memberikan Arin kunci apartemen tersebut.
“Iya. Terima kasih.” ucap Arin.
“Kalau begitu saya permisi.” ucapnya yang kemudian berjalan pergi meninggalkan Arin dan Anna yang masih tampak terkagum-kagum tak percaya jika mereka bisa mendapatkan tempat tinggal yang begitu mewah dengan harga 150 juta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments