Pertemuan tak di inginkan

Satu bulan kemudian, keadaan Khadijah dirumah sakit.

"Selamat pagi ..." suara dokter Farah menggema diruangan kamar Khadijah.

Pagi itu, gadis itu terlihat begitu cantik. Wajahnya bahkan tak lagi sendu, apalagi murung.

"Pagi dok ..." sahut Khadijah.

"Bagus, jika begini pasti tandanya pengen segera pulang kan?" goda Farah sambil mendekati Khadijah.

Khadijah hanya tersenyum manis sambil duduk diatas ranjangnya yang tengah disisir oleh ibunya.

"Baik, jadi begini pak bu. Untuk evaluasi dari saya, keadaan Khadijah keseluruhan sudah normal ya. Dan bisa segera dibawa pulang juga."

"Tapi ..." Farah seolah menghentikan perkataanya sejenak. Dan hal itu membuat Khadijah sedikit termenung.

Farah melanjutkan penjelasannya dengan lebih detail kembali.

"Kita tunggu sampai dokter Al tiba, evaluasi selanjutnya akan bersama dokter Al ya pak bu. Jadi hanya itu yang bisa saya sampaikan pada si cantik ini." tuturnya sambil berlalu.

Setelah menunggu dua jam lamanya, kini dokter Al telah sampai dirumah sakit. Dengan langkah yang tergesa-gesa, ia segera mengambil menghampiri keluarga Khadijah.

Flashback Al.

"Ayah, Al pamit balik ke kota dulu ya. Jaga diri baik-baik, Al akan sering pulang seperti biasanya."

Al yang telah menghabiskan masa cutinya, kini berpamitan untuk segera kembali bekerja pada sang ayah.

Tak banyak pesan sang ayah padanya, karena yai Mumtaz yakin anak lelakinya itu dapat menjaga dirinya sebaik mungkin selama jauh darinya.

*

*

*

"Maaf, permisi." sapanya dari balik pintu.

Rahman yang sudah hafal betul suara Al, menyambutnya dengan penuh suka cita. Sementara Khadijah masih mengganti pakaiannya dengan sang ibu di kamar mandi.

"Wah, hari sudah mau pulang ya. Maafkan saya datang terlambat, baru saja tiba berkunjung ke rumah ayah di pondok."

Al mendapati Rahman telah membereskan seluruh barang bawaannya dan sudah terkemas rapi di ujung ruangan.

"Ah, maaf pondok?" sahut Rahman penasaran.

"Iya pak, kebetulan ayah pemilik salah satu pondok disana." imbuhnya santun.

Tidak banyak lelaki seperti Al, gaya bicaranya yang santun dan sopan bahkan sering menundukkan kepalanya jika tengah berbicara dengan orang yang juga lebih tua dari dirinya menjadi nilai plus bagi pemuda tampan tersebut.

"Khadijah dimana ya pak?" imbuh Al sambil membaca kembali nama anak perempuan Rahman disebuah kertas laporan medis.

"Masih dikamar mandi dok, tolong tunggu sebentar ya."

lima menit kemudian.

"Ah, itu dia." tunjuk Rahman pada sang putri yang baru saja keluar dari kamar mandi dan sudah mengenakan baju ganti.

Hari itu, Khadijah begitu cantik dan anggun memakai sebuah gamis yang berwarna peach. Meskipun rambutnya belum tertutup sempurna, ia juga masih terlihat cantik dengan hijab yang dikenakannya menyelempang ke kanan.

Seketika Al menatapbya dengan terkesima.

"Baik, mari silahkan." tuntun Al.

"Jadi setelah saya pelajari lebih lanjut lagi, Khadijah sudah menunjukkan progres yang sangat signifikan. Bahkan tak perlu saya resepkan obat kembali untuknya, jika dilihat dari rekam medis ini." jelasnya singkat dan kedua orang tua Khadijah begitu menyimak baik-baik.

Setelah cukup puas melihat perkembangan Khadijah, kini Al beralih untuk bicara empat mata dengan papa Khadijah.

"Bapak, boleh ikut saya sebentar ke ruangan?" pinta Al dengan isyarat.

"Oh baiklah dok."

Khadijah yang sudah sangat tak sabar ingin segera pulang, memberikan pesan untuk Rahman.

"Pa , tolong jangan lama-lama." pintanya dengan mengiba.

Rahman tersenyum dan mengangguk ke arah putrinya.

"Mari pak silahkan duduk." pinta Al dengan sopan.

Al pun melanjutkan penjelasannya kepada Rahman setelah lelaki itu sudah duduk diatas kursi dengan sempurna.

"Jadi begini pak Rahman," ucapnya dengan nada gusar sambil meremas ke dua genggam tangannya.

"Setelah saya lihat lebih jauh lagi, ternyata Khadijah sedang dalam keadaan mengandung saat ini."

"Maaf, apa putri bapak korban kekerasan seksual?" tanya Al dengan rinci dan penuh kehatian.

Mendapati penjelasan Al, Rahman mengusap wajahnya sambil terus beristighfar banyak-banyak. Ia tak menyangka akan ada cobaan lagi setelah ini.

"Yah, dia korban kekerasan seksual dokter." ujar Rahman dengan pilu.

"Sebelumnya saya turut prihatin atas apa yang tengah menimpa putri bapak, tapi yang saya minta jangan pernah tinggalkan Khadijah dalam posisi tersulitnya sekalipun ya pak. Karena dalam posisi ini, dia butuh pendampingan extra dari keluarga terdekat."

Rahman mengangguk dan mengusap air mata yang melintas di pipinya.

"Saat ini usia kandungan Khadijah sudah berjalan dua minggu. Dalam kondisi ini, kandungannya begitu rentan sekali. Terlebih jika Khadijah merasa tertekan, itu akan membuat pertumbuhan janinnya tidak baik." jelas Al panjang lebar.

"Mohon maaf saya belum bisa menjelaskan ini secara langsung dihadapan Khadijah, karena saya juga mengantisipasi perasaanya saat ini yang sudah mulai tertata dengan baik."

Rahman hanya terus mengangguk tanpa bisa membalas ucapan Al dengan perkataan, hatinya kembali hancur ketika hal itu terjadi menimpa putrinya. Tapi sebagai seorang ayah, Rahman akan berusaha sebaik mungkin dihadapan Khadijah.

Kini ia pun beralih kembali ke kamar setelah mendapatkan beberapa resep vitamin dari Al untuk kandungan Khadijah.

"Pa, kenapa degan papa?" tanya Khadijah sambil mengamati wajahnya dengan teliti.

"Apa itu obat?" tanya Khadijah kembali sambil menunjuk sebuah kantong bening.

"Bukan, ini hanya vitamin untuk Khadijah minum setiap harinya."

Tak ada rasa curiga ataupun pertanyaan selanjutnya dari sang putri , ia terus memaksa agar cepat segera pulang.

Setelah menempuh jarak perjalanan kurang lebih satu jam lamanya , kini mereka telah tiba dirumah. Sikap diam Rahman sejak dalam perjalanan menyiratkan sebuah tanda tanya besar bagi sang istri.

"Pa ..." ada apa?"

"Iya pa, ada apa. Sejak dijalan kelihatan murung sekali." celoteh Khadijah seketika merubah mimik wajah Rahman 180 derajat berbalik .

Kedatangan Khadijah dengan tiba-tiba membuat mamanya terkejut seketika .

"Papa baik-baik aja sayang, ayo cepat istirahatkan dirimu dulu." perintah Rahman dengan lembut.

Ia pun mendorong tubuh sang putri masuk kedalam kamarnya, dan membantunya untuk meletakkan seluruh pakaian miliknya.

Ketika Rahman telah usai menata seluruh barang milik Khadijah, sayup-sayup terdengar suara segerombolan laki-laki yang melintas didepan rumah Khadijah. Suara itu mampu masuk kedalam kamar Khadijah dengan lirih dan sayup.

"Suara itu ..." ucapnya sambil terus menutup kedua matanya dan mencoba membangkitkan kembali ingatan samarnya saat itu.

Bayangan hitam ke abu-abuan melintas satu persatu dengan tak jelas di pikirannya. Masih nampak remang dan samar para wajah lelaki itu , tapi suaranya begitu Khadijah ingat sampai sekarang.

Khadijah pun memutuskan untuk melihat siapa yang tengah melintas didepan rumahnya sambil mengintip dari balik balkon kamarnya.

Para lelaki itu berjalan bergerombol disana, dengan sesekali mengangkat sebotol minuman keras ditangannya masing-masing.

"Siapa mereka, aku sama sekali tak pernah melihatnya di daerah sini."

...BERSAMBUNG ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!