Perkembangan

Sudah dua minggu berlalu semenjak kasus yang menimpa Khadijah terjadi. Gadis itu masih terlihat begitu murung disetiap harinya, bahkan ia sama sekali tak menyunggingkan senyumnya sama sekali.

Tapi, sudah ada perkembangan baik menurut penuturan Laudya yang selalu menjenguknya ke rumah. Khadijah tak lagi mengamuk, hatinya lebih tenang ketika bersinggungan dengan hal-hal sensitif.

Melihat perkembangan itu, ke dua orang tua dan kedua kakak Khadijah begitu merasa lega dibuatnya.

*

*

*

Malam itu, hujan begitu deras mengguyur diluar di imbangi dengan suara petir yang begitu menggelegar. Sontak ingatan Khadijah kembali merebak pada kejadian nahas hari itu.

Dia menarik selimut putrinya begitu tinggi hingga menutupi kepalanya. Ia kembali panik dan begitu gelisah mendengar petir yang saling bersautan di luar rumahnya.

Karena merasa tak aman, Khadijah menjerit sejadi-jadinya malam itu dan berlarian ke kamar mandi. Ia seolah ingin mendapatkan tempat paling aman dirumah itu.

Ia mengunci dirinya rapat-rapat disana, dan duduk paling ujung di sana.

"Khadijah pa ..." ujar Fatimah kepada Rahman suaminya.

Hari itu, Rahman yang hendak melakukan ibadah sholat berjamaah mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk melihat putrinya.

Ia pun meletakkan sorban miliknya diatas kursi dan mengecek keadaan Khadijah.

"Sayang ..." panggil Rahman ketika telah membuka pintu kamar Khadijah.

Saat itu, ia tak dapat menemukan putrinya. Bahkan jendela kamar Khadijah masih terbuka lebar keduanya. Terlihat setengah basah korden putih yang menjuntai ke bawah disana.

"Dimana Khadijah pa ..." sahut Fatimah resah.

Sedangkan Abizar dan Bilal yang baru saja tiba dari tempat kerja lantas menyusul kedua orang tuanya dikamar adiknya. Keduanya sejak tadi bingung mencari keberadaan mereka, karena dalam keduanya tak kunjung mendapatkan respon.

Rahman kali ini beralih ke kamar mandi milik sang putri yang masih menyala dan terdengar suara gemericik air didalam.

"Tok tok tok ..." ketukan Rahman berulang kali, sambil terus memanggil sang putri.

"Sayang, apa Khadijah didalam ?" tanyanya dengan sedikit keras.

Tapi sama sekali tak mendapati jawaban.

Kini Rahman mencoba sekuat mungkin untuk menarik gagang pintu tersebut, tetap masih belum terbuka . Ia juga mencoba mendobraknya dengan kasar, masih belum terbuka juga.

"Biarkan Bilal yang mendobrak ini pa." sahut putra kedua dari balik punggung keduanya.

"BRAKKKK."

Hanya dengan sekali dobrakan pintu itu terbuka sempurna, karena Bilal mengambil ancang-ancang sebaik mungkin pada tubuhnya.

Fatimah menjerit sejadi-jadinya, ketika sang putri tergeletak dengan bersimpah darah. Ia memutuskan untuk melukai pergelangan tangannya menggunakan gunting yang ada di dalam sana. Khadijah tak kuat lagi menahan segala bayang ketakutan selama ini.

Kedua kakaknya dengan sigap mengangkat tubuh sang adik dari dalam kamar mandi, sedangkan Rahman tengah bersiap untuk mengeluarkan mobil .

Khadijah di bopong keluar dari dalam kamar mandi dan dilarikan kerumah sakit.

Kini Khadijah tengah dipangku oleh Fatimah sepanjang jalan, ibu itu terus menangisi nasib sang putri yang kian hari kian menyedihkan.

Sedangkan Bilal dan Abizar tengah menaiki motor untuk mengikuti kedua orang tuanya dari belakang.

Setibanya dirumah sakit.

"Tolong, tolong putriku suster!" teriak Rahman yang menunjuk ke arah sang putri dalam gendongan Abizar.

"Baik pa."

Beberapa orang perawat disana dengan sigap memasuki ruangan dan disusul juga oleh dokter muda yang memiliki paras tampan kulit putih dan memiliki tubuh serta tinggi badan proporsional.

Dia terlihat seperti keturunan orang arab.

Mereka pun menunggu dengan gelisah, apa yang tengah terjadi didalam ruangan itu pada sang putri. Hingga akhirnya lampu kecil merah diatas pintu ruangan itu telah mati dan dokter muda tersebut keluar menghampiri ke empatnya .

"Keluarga pasien ..." panggilnya sembari membuka masker yang menutupi wajahnya.

"Saya dok." sahut Rahman yang di ikuti anak dan istrinya.

Pemuda itu masih tampak sibuk melepaskan sarung tangan medis miliknya.

"Untung pasien segera dilarikan ke rumah sakit dengan cepat, dia kehilangan begitu banyak darah saat ini . Kondisinya masih lemah, tapi beruntung dia masih bisa bertahan untuk sejauh ini."

"Dan luka dipergelangan tangannya cukup dalam, jadi saya harus menjahitnya tadi." jelasnya dengan ramah dan sopan.

"Terimakasih banyak dok ." sambut Rahman dengan berlinang air mata, sementara Bilal dan Abizar sama-sama memegang pundak sang papa untuk memberikan penguatan.

Melihat kejadian itu, membuat dokter muda yang memiliki nama Al Farizi tersebut begitu senang. Dia sangat suka, jika melihat keluarga yang begitu kompaknya untuk menjaga satu sama lain .

Dokter Al, begitulah sapaan akrab bagi dokter muda tersebut. Di usianya yang masih dibilang sangat muda, Al sudah mampu menyelesaikan studinya dengan baik.

Hingga kini dikenal sebagai dokter muda terbaik disalah satu rumah sakit terbesar di kota besar.

"Dokter Al, anda sudah ditunggu oleh pasien di kamar mawar." panggil seorang perawat dari dekat.

"Mari," ajak Al.

Ia pun menundukkan kepalanya sesaat sebelum meninggalkan keluarga Rahman . Secara bersamaan kini Khadijah pun di pindahkan ke ruang kamar melati.

Ruangan yang memiliki fasilitas VVIP itu, terlihat begitu lengkapnya. Bahkan ada ruangan khusus kelaurga sendiri untuk didalam kamar pasien. Kamar itu juga memiliki kamar mandi begitu luas dan sebuah tv dengan layar begitu besar.

Sangat nyaman bagaikan dirumah sendiri.

"Kalian berdua belum makan kan?"

"Makanlah terlebih dahulu nak." perintah Fatimah pada kedua orang putranya.

Bilal yang dikenal paling bijak dalam mengatur keuangan , tiba-tiba saja mengeluarkan beberapa kotak makanan dihadapan sang ibu dan ayah.

Flashback Bilal.

"Aku akan membawa ini, untuk dirumah sakit nanti. " terangnya sebelum keberangkatan ke rumah sakit, dengan telaten Bilal menata seluruh makanan yang ada dimeja kedalam sebuah rantang berbentuk kotak.

Disana, ia menata sandwich kesukaannya dengan abangnya. Beserta nasi dan juga lauk.

*

*

*

Melihat itu, Fatimah tersenyum ke arah Bilal dan membantunya untuk membuka seluruh kotak makan tersebut.

"Makanlah bu," Abizar dengan sigap mengangkat sendok masuk dalam mulut sang ibu.

Ia tak ingin jika ibunya harus jatuh sakit juga, karena memikirkan nasib pilu sang adik. Sedangkan Rahman masih setia mendampingi putrinya yang masih terbaring dan terpejam diatas ranjang dengan beberapa selang berisikan cairan dan darah.

Setelah Fatimah usai disuapi oleh sang anak, kini ia pun bangkit beralih menghampiri Rahman untuk bergantian.

"Makanlah pa, Bilal sudah menyiapkan untukmu." titahnya.

Rahman pun mengangguk perlahan sambil melihat ke arah putrinya sekali lagi.

Sepanjang ketiganya memulai untuk makan bersama, Fatimah terus membacakan ayat suci Alquran untuk kebaikan sang putri.

Sambil terus mendekap tangan Khadijah , Fatimah berulang kali mengulang surah tersebut dari mulutnya.

Dan perlahan, jari Khadijah bergerak sedikit demi sedikit.

Fatimah begitu senang ketika sang putri menunjukkan progres yang cukup baik.

Tapi hal itu tak berhenti disana, bersamaan dengan hal itu Khadijah kembali menjerit di tengah kesadarannya.

...BERSAMBUNG...

...----------------...

...Berikut adalah visualisasi Khadijah Rahman ...

Terpopuler

Comments

Cerita Aveeii

Cerita Aveeii

bagus bangeet

2023-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!