Butir Cintaku Diatas Sajadah Biru

Butir Cintaku Diatas Sajadah Biru

Gadis satu-satunya

"Tolong jangan mendekati ku lebih jauh lagi dari ini ..."

Teriakan seorang gadis berparas cantik dengan rambut panjang tergerai sempurna mengenakan pita kecil sebagai aksesoris rambutnya.

Gadis tersebut adalah Khadijah, nama lengkapnya adalah Khadijah Rahman. Anak gadis satu-satunya dari keluarga Asyidiq Rahman yang memiliki tiga orang anak.

Tubuhnya bahkan sudah terhentak ke atas lantai akibat dorongan tangan beberapa pemuda berandalan di sudut kota.

Ia tak mampu lagi mengelak, karena posisinya telah dikepung oleh ke lima pemuda tak dikenalnya tersebut. Tangannya dengan cepat meraih benda apapun yang sekiranya dapat melindungi dirinya saat itu.

Sebuah botol kaca kecil yang telah ia dapatkan, dengan cepat dia pecahkan ditanah hingga membentuk sebuah sudut runcing. Tapi rupanya gertakan Khadijah sama sekali tak membuat gentar para pemuda bringas disana.

"Hai sayang, mari kita bercinta sejenak!" sahut seorang pemuda dengan gaya selengekan.

"Tunggu dulu!" sahut pemuda berikutnya yang sejak tadi berjaga di ujung gang, untuk memastikan kondisi disekitar aman.

Ia mulai menyibak tubuh beberapa temanya saat itu dan menghampiri lebih dekat Khadijah.

"Dia adalah anak ustadz itu, apa kalian tidak takut berurusan dengan keluarganya?" imbuhnya dengan mengamati wajah Khadijah yang sudah sangat ketakutan.

"Persetan!"

"Kesempatan tidak datang dua kali bukan?"

"Kita beruntung karena tikus kecil ini berjalan sendirian dalam gelap malam!"

terang seorang pemuda yang memiliki badan paling gempal dengan suara besar. Dia sejak tadi sudah mengamati Khadijah dengan teliti , bahkan sesekali ia mengusap air liurnya yang hendak menetes di ujung bibirnya.

Kini para berandalan tersebut bersiap untuk membuka masing-masing dari celana mereka. Khadijah berteriak sekencang mungkin dalam derasnya hujan malam itu. Tapi sayang teriakannya sama sekali tak berarti di bawah kerasnya guntur dan derasnya air hujan.

"Kemarilah, karena takkan ada satu orangpun yang bisa menyelamatkan dirimu sayang!" serunya sambil menatap wajah Khadijah penuh kegilaan.

*

*

*

"Akh , akh." rintih Khadijah yang telah di gilir oleh beberapa orang pemuda.

Dalam gelapnya malam, bahkan Khadijah tak mampu mengingat betul wajah mereka satu persatu. Yang mampu ia ingat hanyalah suara dari ke lima pemuda itu .

Masih dengan suara isak tangis yang tertahan di ujung bibirnya, ia mencoba menerima segala kepahitan dimalam itu. Bahkan seorang dari mereka dengan tega bermain fisik dengan Khadijah saat perbuatan bejat itu dilakukan.

"Sakit , tolong lepaskan!" pekik Khadijah yang sama sekali tidak memiliki sisa tenaga lagi, pemuda tersebut bahkan tak segan menjambak serta memukul tubuh Khadijah saat keduanya berhubungan intim .

Semua itu ia lakukan agar mendapatkan sensasi kepuasan tersendiri baginya.

"Ayo cepat, tinggalkan saja dia." teriak pemuda lainnya yang sudah selesai menyalurkan nafsu bejatnya.

Tapi pemuda itu nampaknya sangat mendalami aksinya, bahkan ia dengan sengaja meletakkan benihnya sebanyak 3 kali pada Khadijah . Dan benar saja , akibat ulah ketiganya kini Khadijah terkulai lemas di bawah derasnya air hujan yang mengguyur malam itu.

Bahkan dirinya sempat tak sadarkan diri disana.

Kediaman rumah keluarga Khadijah.

"Bi, dimana adikmu. Kenapa sudah selarut ini dia tak pulang-pulang." tanya Rahman pada putra tertuanya dirumah itu.

Abizar Rahman adalah anak pertama dari ketiga bersaudara disana. Dia berprofesi sebagai seorang polisi dan memiliki hafalan sebanyak 15 juz.

"Entah pa, akan Abi susul dulu ke kedai." imbuhnya dengan ramah.

Hati Rahman begitu gelisah dibuatnya, karena ia tak ingin jika putri satu-satunya mengalami hal buruk diluar sana.

Sambil mengenakan jubah putih dan peci putih, Rahman berjalan mondar-mandir sejak dua jam yang lalu. Tangannya terlipat sempurna ke belakang, dan wajahnya sama sekali tak dapat menipu akan rasa khawatir yang begitu dalam.

"Ada apa pa?" sapa istrinya yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Khadijah ma, belum pulang." jelasnya singkat.

Fatimah adalah ibu dari ke tiga orang anak tersebut, ia dikenal sebagai wanita paling penyabar dan serta memiliki tutur kata yang halus. Bahkan Fatimah begitu disegani di komplek rumahnya oleh ibu-ibu sekitar.

Karena banyak dari mereka yang menganggap Fatimah sebagai contoh terbaik menjadi seorang ibu.

"Apa papa sudah menelponya tadi?" terangnya dengan wajah yang tak kalah khawatir dari sang suami.

Rahman hanya mengangguk tanpa bersuara dan melanjutkan kembali renunganya.

Abi yang sejak tadi menyusuri jalan masih belum dapat menjumpai sang adik, karena menurut penuturan pegawai kedainya Khadijah sudah ijin pulang semenjak setengah jam yang lalu.

"Di mana si kamu dek, kenapa belum juga terlihat." Ucapnya sambil meneliti setiap ujung jalan.

Abizar dengan sabar menyisir seluruh jalan yang biasanya dilewati oleh Khadijah malam itu, bahkan ia tak segan untuk mengulanginya kembali ke tempat semula.

Hingga Abizar terhenti disebuah depan gang tepat kejadian nahas itu terjadi, saat itu Abizar hendak memeriksa ponselnya kembali dan mencoba menelpon ponsel milik Khadijah.

"Kring kring kring ..." suara ponsel dari kejauhan samar terdengar.

Abizar yang sedang berada di atas motor miliknya seketika lompat dari atas motor dan menelusuri asal bunyi ponsel yang diyakini milik sang adik.

"Khadijah..." panggilnya lirih.

Cukup jauh Abizar berjalan, hingga terhenti disebuah gang buntu paling ujung. Ia terus menerus melakukan panggilan itu untuk memastikan kemana arah membawanya pergi.

Dan secara mengejutkan, Abizar yang telah lama mencari adiknya kini menemukannya ditempat yang begitu kotor dalam kondisi memilukan.

"Khadijah, bangun!" teriaknya lirih .

Dengan cepat Abizar melepaskan jaket miliknya dan membalut tubuh dingin sang adik disana. Wajah Khadijah begitu berantakan, dan beberapa pakaian miliknya pun sempat di lucuti para berandalan tersebut.

Masih dalam keadaan tak sadarkan diri, Abizar yang kebingungan mencari sebuah taksi malam itu. Nekat membopong tubuh sang adik hingga tiba dirumah. Ia pun tak lagi memikirkan motor miliknya yang terparkir sembarangan di bahu jalan.

Setelah 25 menit kemudian, Abizar berteriak di halaman rumah mereka sambil tersengal.

"Pa ..."

"Ma ..."

"Bilal ..."

Teriaknya memanggil satu persatu penghuni rumah itu dengan segera.

"Abi ..." sahut Fatimah dengan segera dan berjalan untuk membukakan pintu rumah tersebut.

"Astaghfirullah ... ada apa dengan adikmu nak?" tanya Fatimah dengan di iringi tangis.

Bahkan Rahman juga tak kuat melihat sang putri tercinta pulang dalam keadaan berantakan disana. Wajah Khadijah sebagian dipenuhi dengan kotoran pasir. Dan rambutnya terlihat begitu berantakan dan kusut.

Bilal anak kedua dari pasangan suami istri tersebut dengan cepat membawakan seember air yang bercampur minyak gosok. Ia berharap dengan itu, sang adik dapat segera sadar kembali.

Sambil terus memeras kain bewarna putih yang tak seberapa tebal itu, Bilal berulang kali juga mengusap minyak gosok itu ke depan hidung Khadijah. Sementara Fatimah tegah sibuk memberikan kehangatan melalui gosokan tangannya terhadap sang putri.

"Sayang , bangun nak!" panggilnya dengan pilu.

Selang setengah jam kemudian, Khadijah membuka perlahan kedua matanya. Ketika sadar, gadis itu berteriak sekencang mungkin dan histeris. Ia dengan cepat memeluk tubuh mamanya dengan erat.

Melihat aksi Khadijah, ketiga lelaki itu menatapnya penuh dengan kesedihan.

"Ada apa nak, tenanglah." pinta Fatimah sambil terus mengusap rambut sang putri perlahan.

Tapi Khadijah hanya bisa menangis tanpa penjelasan.

"Biarkan dia istirahat saja dulu ma, antarkan dia ke kamar." perintah Rahman pada sang istri.

Tanpa berlama-lama, Fatimah memapah sang putri masuk kedalam kamar. Tapi ke anehan itu masih belum ia sadari sebagai seorang ibu. Jalan Khadijah yang begitu terseok-seok saat ini, sebenarnya tengah menahan sakit begitu dalam karena anggota tubuh paling sensitifnya kini tengah mengalami sebuah luka.

"Tidurlah, ibu akan membuatkan susu hangat untukmu sayang." pinta Fatimah dengan tulus. Ia pun membantu sang putri untuk segera naik ke atas tempat tidur empuk miliknya.

Didalam kamarnya, Khadijah bahkan masih merasakan rasa takut begitu dalam. Hatinya begitu gusar dan memandangi sekeliling kamar, seakan tak percaya jika didalam rumah itu sudah benar-benar aman untuk dirinya.

*

*

*

"Bilal, ikut abang ambil motor." seru Abizar pada sang adik.

Kini keduanya telah berangkat untuk mengambil motor milik Abizar . Dan setelah usai mengambil motor, Keduanya yang baru saja memasukkan motor miliknya kedalam garasi telah ditunggu kedatangannya oleh Rahman.

Ia nampak cemas sambil memijat keningnya berulang kali didepan teras rumah.

"Abi, duduklah." Pintanya dengan nada lemah.

Bilal pun menghentikan langkahnya untuk ikut duduk bersama.

"Di mana kamu menemukan adikmu nak?" tanyanya dengan suara bergetar.

Hati ayah mana yang takkan pilu melihat kondisi sang putri begitu mengenaskan pulang kerumahnya.

"Di ujung gang buntu itu ayah."

Mendengar jawaban sang putra, Rahman seketika paham betul jalan yang dimaksud oleh putranya.

Dia masih saja terus berucap sambil mengelus dadanya berulang kali .

"Sabar pa ..." sahut Bilal yang berada tepat duduk di depan Rahman.

"Membayangkannya saja, hati papa sudah sangat hancur."

"Berjanjilah pada papa, kalian akan membantu adik kalian sebaik mungkin selama masa pemulihannya." pintanya dengan tetesan air mata.

Keduanya mengangguk patuh tanpa mengelak.

Saat itu, meraka memutuskan untuk beristirahat dan melihat perkembangan Khadijah esok hari.

Dan keesokan harinya, Fatimah yang tengah menyiapkan sarapan pagi untuk anggota keluarga yang lain dikejutkan dengan suara histeris Khadijah dari kamar.

"Tidak ..."

"Cepat pergilah ...!"

"Pergi kataku ..."

Seluruh make up miliknya telah di luluh lantakkan olehnya seketika, bahkan cermin rias miliknya menjadi sasaran empuk Khadijah disana.

Fatimah yang mendapati sang anak mengamuk , lantas pergi dan menghampiri sang suami untuk segera membantunya.

"Pa, Khadijah!" panggilnya dengan cemas.

Mendengar nama sang putri saja, Rahman lantas membuang majalah yang berada dihadapannya dan segera bangkit menuju kamar Khadijah.

Lelaki itu, melihat anaknya yang tengah terduduk sedih di ruangan paling ujung kamar miliknya. Dengan melipat kedua kakinya, Khadijah menundukkan wajahnya dan terus mengulang kata yang sama.

"Pergilah , pergilah." ucapnya terus menerus sambil terus bergetar tanpa henti.

"Sayang, Khadijah." sapa Rahman dengan berhati-hati.

"Kemarilah, ini papa nak!" pintanya lembut.

Khadijah yang sejak tadi bergumam sendirian dikamar perlahan mulai meraih ujung jari Rahman dan berdiri.

"Jangan takut nak, semua akan baik-baik saja!" tegasnya yang kini telah mendekap sang putri dengan rasa ibah.

Meskipun berada didekat orang rumah, Khadijah masih saja merasa ragu dan pandangan kedua matanya terkadang gusar tak menentu.

Sedangkan Fatimah yang sejak tadi menahan air matanya, memutuskan untuk segera keluar dari kamar sang putri dan menuntaskan segala tangisnya di balik dinding kamar Khadijah.

"Ma, aku dan abang akan perlahan membantu Khadijah. Jangan sedih ." ujar Bilal.

Betapa kompaknya keluarga ini ketika menghadapi musibah, mereka semua saling bergandengan tangan tanpa terpisah. Bahkan Khadijah sebagai anak dan adik terkecil dirumah itu sangat beruntung dikelilingi orang berhati malaikat seperti mereka.

Saat ini, Rahman telah berhasil membujuk Khadijah untuk segera tidur kembali setelah semalam penuh ia gelisah sendirian didalam kamar. Dan belum sedikitpun menutup ke dua matanya dengan baik.

"Mari kita makan," ajak Rahman pada anggota keluarga lainnya.

Dimeja makan, mereka terlihat begitu muram dan semuanya tak selera untuk memasukkan makanan walaupun hanya sedikit kedalam mulutnya. Tapi, Abizar yang memiliki hati lebih kuat seolah ingin meyakinkan semuanya jika keadaan akan segera membaik.

"Pa, ma. Bilal ayo kita makan, bagaimana bisa kita menjaga Khadijah jika diri kita saja lemah." tuturnya dengan memberikan senyuman.

Sejenak, ketiganya begitu meresapi tentang perkataan Abizar dan membenarkannya.

"Begini pa, Abizar memiliki teman seorang psikiater dia perempuan. Nanti Abizar akan minta tolong padanya untuk datang kemari."

"Karena melihat kondisi Khadijah, kayaknya masih belum bisa kita ajak dia keluar rumah ."

"Yah, papa setuju." timpal Rahman tanpa berlama-lama lagi.

Di ikuti dengan Fatimah dan Bilal yang juga mengangguk.

Hari itu, tepat pukul tiga sore teman Abizar yang bernama Laudya baru saja tiba . Gadis itu berpakaian rapi dan msngenakan hijab panjang menutupi dadanya sempurna.

Terlihat begitu anggun, ditambah lagi ia adalah gadis yang memiliki kesopanan sangat baik.

"Selamat sore pak, bu." sapa Laudya dengan lembut dan ramah.

"Perkenalkan saya Laudya, teman Abizar ." terangnya sambil menjabat tangan Fatimah saja .

"Duduk nak, Abizar sudah bercerita dengan kami. Tolong bantu anak kami Khadijah ya." pinta Rahman .

"Akan saya upayakan ya pak." imbuh Laudya tanpa berani memberikan janji.

Rahman dan Fatimah serentak megangguk setuju.

Kini Laudya telah bertatap muka dengan Khadijah, masih belum ada respon ketika gadis tersebut memutuskan untuk duduk disebelah Khadijah. Tapi setelah Laudya mengangkat tangannya untuk berkenalan dengan Khadijah, anak Rahman tersebut bereaksi seperti tak biasa.

Seketika Khadijah menepis tangan Laudya dengan kasar. Meskipun begitu, Laudya dengan lembut memperlakukan Khadijah disana.

"Aku teman barumu, tidak apa Khadijah." serunya sambil membuka tas berbentuk kotak miliknya.

Ia pun membuat beberapa resep obat setelah mendapati respon Khadijah, Laudya berharap gadis malang itu bisa segera pulih dari rasa trauma yang begitu dalam di jiwanya.

Dirinya pun tak dapat membayangkan jika hal itu terjadi menghampirinya , mungkin Laudya takkan setegar Khadijah sampai dengan saat ini.

"Bagaimana, apa adikku akan baik-baik saja?" tanya Abizar dengan khawatir.

"Sementara hanya obat ini yang aku tinggalkan untuknya, semoga saja Khadijah bisa melewati masa sulit ini yah."

"Aku akan datang kemari tiga hari sekali untuk memastikan kondisinya." terang Laudya .

...BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Cerita Aveeii

Cerita Aveeii

aku mampiirrr

2023-04-11

0

Juju

Juju

Nggak kebayang gimana takutnya kalau jadi Khadijah 😢😢😢

2023-04-02

5

Isma Ismawati

Isma Ismawati

Aku hadir kak

2023-04-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!