Rahman dengan cepat menekan sebuah tombol yang tak berada jauh dari ujung ranjang Khadijah. Selang beberapa menit, beberapa orang perawat dan dokter jaga menghampiri kamar putrinya.
"Putri saya dok." sahut Fatimah dengan gusar pada seorang dokter yang bernama Farah.
Ia mengangguk dan segera mengecek keadaan Khadijah secara bertahap. Dokter yang memiliki paras ke ibuan tersebut dengan cantiknya berbalut hijab bewarna fuchsia.
Kini tangannya tengah mengangkat sebuah jarum suntik, lalu sesekali ia menyentil ujung jarum untuk memastikan agar cairan yang keluar mengalir sempurna. Dan saat ini, mulai diarahkan ke lengan Khadijah yang sudah di pegang erat oleh seorang perawat.
Khadijah yang sama sekali tak berani akan jarum suntik, seketika menutup kedua matanya dengan erat sambil menggigit bibir bawahnya.
"Ini tidak akan membuatmu sakit , cantik." jelas Farah dengan lembut.
Suntikan tersebut adalah obat penenang bagi Khadijah agar ia bisa lebih tenang mengontrol emosinya.
Melihat sang adik berangsur tenang, kini Abizar dan Bilal berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk segera kembali bekerja.
*
*
*
Abizar adalah seorang polisi lalu lintas, ia selalu mengatur padatnya jalan raya disetiap harinya. Berbeda dengan Bilal, adik kedua dari Abizar tersebut bekerja sebagai kurir disalah satu ekspedisi di ibukota terbesar.
Kendati orang tuanya sudah begitu kaya raya, tak membuat kedua anak laki-laki Rahman ini berpangku tangan. Mereka selalu berusaha untuk tidak besar membawa embel-embel nama sang papa dalam setiap pekerjaannya.
Hari itu, Bilal yang sudah bersiap untuk membawa seluruh barang kirimnya tiba-tiba saja terhentikan oleh suara Furqon.
"Hei Bil," sapanya dengan memegang ujung tangan Bilal pada setir motor.
"Ada apa?" sahut Bilal sambil membuka kaca helm miliknya begitu juga dengan maskernya.
Furqon yang baru saja tiba, dengan wajah santainya tapi begitu tegang didalam hatinya memberanikan diri untuk bertanya.
"Gimana Khadijah?"
Suara Furqon bergetar.
"Adik persmpuanku?" tanya Bilal balik dengan kebingungan.
Sepengetahuan dirinya, sama sekali tidak ada yang tahu jika Khadijah tengah terbaring dirumah sakit kecuali ia dan seluruh kerabat dekatnya.
"Tahu dari mana Khadijah sakit?" tanya Bilal dibalik helmnya.
Pertanyaan balik Bilal membuat Furqon begitu gelisah, bahkan keringat dingin mulai nampak diujung wajahnya.
"Hm, anu itu."
"Iya aku tadi mampir dirumah makan yang biasa Khadijah tunggu, aku sama sekali tak melihatnya disana." Furqon mencoba berkelit.
Meskipun begitu, Bilal tetap saja merasa ada yang aneh pada diri Furqon saat itu. Dirinya selama ini tak pernah menanyakan hal tentang adik perempuannya tersebut, bahkan sangat terkenal acuh diseluruh teman kerja Bilal.
"Iya, kabetulan Khadijah sedang sakit dan dirawat dirumah sakit sekarang." imbuh Bilal .
Mendengar penjelasan dari Bilal, rasa bersalah dari dalam hatinya tiba-tiba saja menyeruak kembali dengan mendalam. Bibirnya bahkan tak bisa berkata lebih jauh lagi.
"Hei, hei." sahut Bilal dengan mengibaskan satu tangannya ke arah wajah Furqon yang mendadak melamun.
"Oke kalau gitu, lanjut deh Bil." imbuhnya dengan buru-buru menghilang dari hadapan Bilal.
Saat itu juga ia beralih menghindari Bilal dengan cepat, sebelum pertanyaan curiga Bilal memborbardir dirinya.
"Aneh,"
"Tapi, enatahlah!" gerutu Bilal sambil melanjutkan pekerjaannya.
Seperti biasa, Bilal selalu menghabiskan seluruh waktunya untuk berkeliling kota dalam mengantarkan seluruh paket miliknya. Dan tak jarang pula, Bilal menemui sang kakak jika jam istirahat tiba.
Keduanya sering menghabiskan jam istirahat bersama hanya untuk sekedar makan siang, di pos jaga milik Abizar.
"Woy, ayo makan kak!" teriaknya tepat berdiri dipos jaga milik Abizar.
Kedua tangannya telah menenteng dua bungkus nasi favorit mereka setiap harinya. Satu bungkus nasi campur yang hanya berlauk telur dadar dan sebuah sambal serta sayur kacang menjadi pilihan keduanya untuk mengganjal perutnya selama bekerja.
Nasi itu tak cukup mewah, bahkan hanya seharga lima ribu rupiah saja. Untuk ukuran nasi dengan harga yang tak menguras cukup banyak kantong, keduanya sudah begitu nikmat dibuatnya.
Meskipun mereka tahu, jika hal itu dapat ia lakukan di salah satu cabang rumah makan milik sang papa maka seluruh karyawan disana dengan suka hati memberinya percuma.
Tapi hal itu tak pernah dibuat satu kalipun oleh keduanya. Mereka tahu, jika menjadi seorang anak lelaki tugas berat tengah menanti untuk mereka emban nantinya.
"Sudah berapa banyak hutangku padamu dek."
"Kau selalu membawakan nasi untukku ." ujar Abizar sambil meletakkan topi beserta atribut lain miliknya.
"Kakak ini, macam dengan siapa lah bicaranya. Ini Bilal adik kakak!" sahutnya dengan menepuk dada bidangnya sendiri.
Melihat tingkah konyol sang adik bahkan terkesan lucu didalam pandangan Abizar, ia hanya tertawa sambil membuka bungkus nasi yang terikat erat dengan sebuah karet.
Memang keduanya begitu harmonis sebagai sepasang saudara kandung, sikap mereka yang saling menyayangi dan melindungi satu sama lain patut di acungi jempol.
Disela makan siangnya, Bilal tiba-tiba saja membicarakan yang telah ia curigai pada Furqon . Dirinya menceritakan segalanya tanpa mengurangi ataupun menambahkan perkataan disana.
"Jangan su'udzon dulu, husnudzon saja lebih baik." uajrnya setelah mendengar cerita sang adik.
Sebagai seorang polisi, tentu Abizar juga memiliki pandangan tersendiri atas peristiwa yang terjadi pada sang adik. Perlahan, Abizar juga tengah menelisik jauh masalah itu tanpa sepengetahuan keluarganya.
*
*
*
Sementara ditempat tongkrongan lain, Furqon menyambangi seorang pemuda yang memiliki tubuh lebih gempal diantara lainnya. Bahkan dirinya juga disebut sebagai ketua dalam gerombolan pemuda lainnya.
"Gimana ini ..." sapa Furqon dengan wajah bimbang dan gelisahnya.
Pemuda berparas penuh tato diseluruh wajahnya itu menatap Furqon dengan jeli. Sambil menepuk punggung Furqon kuat-kuat ia bertanya.
"Ada apa denganmu , hah?" tanyanya.
Baliq adalah nama pemuda yang akrab disapa sebagai ketua oleh teman lainnya, rambutnya ikal bahkan dibiarkan menjuntai panjang tanpa dipangkas sekalipun. Tapi meskipun demikian, rambut itu masih tertata rapi dan cukup apik. Karena setiap bulannya Baliq merawatnya dengan sempurna.
"Khadijah ..." jelasnya singkat menyebut sebuah nama.
Bahkan Baliq sama sekali tak mengenali nama itu dengan baik, karena tak ada satupun orang teman perempuannya memiliki nama itu.
"Siapa dia?"
"Aku sama sekali tak mengenali nama itu disini."
"Disini cuman ada Sari, Ratna , Pitri, Tata dengan Vero!"
"Apa itu cewek cem cemman kau ya!" sindir Baliq dengan menimpa lengan Furqon .
"Ck." Furqon berdecak.
Tongkrongan itu telah Furqon kumpuli sejak tiga bulan lamanya, sebenarnya Furqon adalah anak yang baik bahkan sikapnya begitu manis dan patuh terhadap sang ibu.
Tapi semenjak kejadian yang menimpa sang ibu, Furqon telah menjadi sosok baru yang jauh berbeda. Ia bahkan sulit menemukan jalan kembalinya sendiri.
Dimana sang ayah yang begitu tega menganiaya ibunya hingga mengakibatkan lumpuh total seumur hidup. Semua hal buruk itu terjadi di depan mata kepala Furqon sendiri.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments