Bab 3

Rio mencolek-colek Zeline yang duduk di depannya. Tapi gadis itu tidak kunjung menoleh, membuat Rio yang greget dengan sikap sahabatnya hari ini mendorong bangku Zeline dengan kakinya.

"Kenapa sih Rio?" 

Rio justru mencengir tak bersalah.

"Kamu sudah mengerjakan PR belum? Kalau sudah aku mau nyalin jawabannya dong."

Evan yang sibuk dengan ponsel, meng pause sejenak game yang sedang dimainkannya, meletakkan ponsel, lalu menegakkan badan dan melipat kedua tangan di atas meja, menoleh menatap Rio yang duduk di sebelahnya bergantian dengan Zeline yang duduk di depan sebrangnya, tepatnya pas di depan Rio.

"Loe tidak salah bertanya sama Zeline? Mana pernah Zeline mengerjakan PR yang ada bentar lagi dia pasti ngajak kita cabut di detik-detik jam pelajaran akan dimulai," sahut Evan.

"Oh iya, ya," Rio dan Evan pun sama-sama tertawa.

Zeline yang mendengar itu, mencebikkan bibirnya kesal, separah itukah Zeline jika di sekolah? Itu dulu bukan? Sekarang dia akan benar-benar serius belajar, aksi protesnya agar mendapat perhatian akan merugikan Zeline sendiri dan dia bertekad akan merubah kebiasaan buruk Zeline selama ini.

"Ini!" Zeline tiba-tiba menyerahkan bukunya.

Mata Rio dan Evan melotot tak percaya. Keduanya bahkan berdiri dan kini berdiri di depan meja Zeline yang memang ada di paling depan.

Evan menempelkan punggung tangannya di kening Zeline. "Sepertinya loe benar-benar kerasukan."

"Tapi kerasukannya setan rajin," sahut Rio dan keduanya pun tertawa membuat Zeline kembali mencebik.

Zeline hendak merebut kembali bukunya, tapi Rio lebih kuat menahannya.

"Cepat salin, jika tidak gue bakal ambil lagi."

Rio dan Evan saling pandang, kemudian dengan segera kembali ke bangku masing-masing dan dengan cepat menyalin jawaban Zeline.

"Tapi Zel, kau yakin ini jawabannya benar," ucap Rio saat mengembalikan buku gadis itu.

Zeline mendengus, lalu berkata.

"Yang penting dikerjakan bukan," setelah mengatakan itu, Zeline mengambil bukunya dari tangan Rio, karena guru sudah masuk ke dalam kelas.

"Kumpulkan PR kemarin!" Ucapnya guru itu setelah sebelumnya saling menyapa dengan para murid.

Semua murid berdiri dan maju ke depan dengan membawa bukunya dan mengumpulkan di meja guru. Setelah dirasa sudah hampir semua mengumpulkan barulah Zeline diikuti Evan dan Rio di belakangnya maju ke depan. Rio mendorong Evan yang berjalan lambat, hingga Zeline yang berada di depan Evan ikut terdorong, Zeline memejamkan mata.

"Kenapa tidak sakit?" Gumam Zeline yang kemudian membuka sedikit matanya mengintip, jelas saja dia tidak sakit karena seseorang ternyata menahan dengan berdiri di depan Zeline dengan menghadap ke arahnya. Buru-buru Zeline menegakkan tubuhnya yang menempel pada tubuh pria itu.

"Maaf dan makasih," ucap Zeline dengan wajah yang memerah karena malu.

Pria itu justru meletakkan bukunya dan meninggalkan Zeline begitu saja yang kini membuka mulutnya tak percaya.

"Mingkem woy!" Ucap Evan dan Rio bersamaan menunduk agar bisa melihat wajah Zeline.

Zeline tersentak kaget, kemudian menatap keduanya bergantian.

"Ini semua gara-gara kalian," ujar Zeline meletakkan bukunya di atas meja guru, lalu dengan cepat berbalik dan kembali ke bangkunya. 

"Tumben kalian bertiga disini?" Ucap guru itu siapa lagi jika bukan ditujukan pada Evan, Rio dan Zeline yang biasanya lebih memilih membolos daripada mengikuti pelajaran guru itu.

Rio dan Evan hanya cengengesan tidak jelas, membuat guru itu hanya menghela nafas dan menyuruh mereka duduk.

"Buka buku halaman 51," ucap guru itu kepada para murid dan setelah itu, semua murid pun dengan seksama mendengarkan pelajaran yang guru itu sampaikan, termasuk Zeline, membuat Rio dan Evan benar-benar takjub pada makhluk yang kini merasuk ke dalam tubuh sahabatnya saat ini.

*

*

"Jadi gak ke rumah Rio main game?" Tanya Evan yang kini berdiri di samping Zeline duduk.

Jam pulang sekolah sudah lima menit yang lalu berbunyi, semua murid di kelas itu sudah hampir semuanya pulang dan tinggal empat orang yang ada disana, Zeline, Rio, Evan dan juga satu lagi yang memang biasa pulang paling terakhir.

Zeline yang sedang memasukkan bukunya berhenti sambil mengernyitkan dahi.

"Kenapa? Lo lupa? Kita sudah janjian dari minggu lalu gak jadi mulu."

Zeline menutup resleting tas nya membenarkan posisi duduknya lalu menatap Evan dengan wajah memelasnya.

"Sorry gue gak bisa."

"Kenapa?" Tanya Rio yang kini merangkul bahu Evan.

"Gak kenapa-kenapa? Hanya lagi mager aja malas kemana-mana plus ngapa-ngapain."

"Loe sakit?" Rio menempelkan punggung tangannya di kening Zeline, agak hangat memang.

"Ya sudah loe istirahat saja, mau kita antar?"

Zeline tampak menimbang, menolak mereka sebenarnya tidak enak, tapi Zeline juga tidak bisa berbuat apa-apa, dan setelah berpikir akhirnya gadis itu pun mengangguk mengiyakan.

Evan mengambil tas Zeline dan membawanya, sedang Rio membantu Zeline berdiri dan hendak menuntunnya tapi segera Zeline tolak secara halus.

"Gue bisa sendiri yo."

Rio mengangguk tak memaksa, pria itu kemudian mempersilahkan Zeline untuk berjalan lebih dulu.

Kini mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil Rio yang langsung dikemudikan oleh pria itu menuju rumah Zeline, tidak hanya sekali mereka kesana, sudah beberapa kali tak terhitung, karena mereka sudah berteman dari pertama masuk sma. Menurut Zeline berteman dengan anak laki-laki lebih enak dibandingkan anak perempuan yang sedikit-sedikit ada masalah jadi perdebatan bahkan kadang sampai ribut, ya walaupun banyak yang mengatakan jika tidak ada namanya teman antara anak laki-laki dan perempuan karena pasti salah satu diantaranya mungkin saja akan menyimpan rasa lebih.

"Mau mampir kemana dulu gak? Atau lo pengen apa, kita turun lalu beli dulu," ujar Evan yang duduk di kursi belakang.

Rio mengangguk, sepemikiran dengan Evan.

Zeline menggeleng, dia memang tidak ingin apapun, dia hanya ingin berbaring saja, tubuhnya merasa lelah, apalagi belakangan ini dia merasa kurang tidur karena kesibukannya.

Rio yang mengerti, langsung melajukan mobilnya ke rumah Zeline.

"Makasih ya Van, Yo, maaf kalian jadi gak bisa mampir, aku benar-benar ingin istirahat," ucap Zeline sebelum turun dari mobil.

Rio dan Evan kompak mengangguk, dan membiarkan Zeline turun. Walau sebenarnya dalam hati mereka merasa aneh dengan Zeline hari ini, menurut keduanya Zeline tidak seperti biasanya, mereka berdua bahkan saling memastikan jika mereka baru saja tidak salah mendengar.

Sedangkan Zeline yang sudah turun dari mobil melambaikan tangannya lalu berlalu masuk. Zeline langsung saja menaiki tangga menuju kamarnya, tidak tahu kenapa kepalanya mendadak pusing.

Setelah sampai di kamar Zeline langsung mengganti pakaiannya dan merebahkan diri di atas kasur empuknya, berharap setelah bangun tidur nanti tubuhnya akan kembali segar. Entah karena kantuk atau pusing yang dirasanya kini Zeline benar-benar sudah tertidur. Tidak tahu berapa lama dirinya terlelap, tapi tidurnya terusik saat seseorang tengah mengecup kening dan mengelus lembut rambutnya. Zeline mengerjapkan mata, dan perlahan membukanya.

"Abang!"

Mata gadis itu langsung terbelalak bahkan Zeline sampai bangun dan langsung duduk ketika melihat siapa orang yang saat ini duduk di pinggiran ranjang samping dirinya tidur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!