Pria itu tersenyum dan memeluk Zeline yang duduk mematung. Dielusnya kembali rambut Zeline dengan penuh kelembutan.
"Kenapa gak balas pelukan abang? Zeze gak kangen sama abang?" Ucap pria itu yang semakin memeluk Zeline erat, tapi saat menyadari sesuatu pria itu langsung saja melepaskan pelukannya.
Sementara itu, Zeline tidak bisa berkata-kata, bukankah katanya abangnya tidak akan kembali dalam waktu dekat, lalu kenapa sekarang…"
"Zeze!"
"Hmm i...iya bang!" Zeline memberanikan diri menatap pria yang tadi dia panggil abang, wajah pria itu memerah.
"Abang kenapa? Sakit?" Tanya Zeline menyentuh kening abang nya dengan punggung tangannya memeriksa.
"Hmm...ti...tidak," jawab pria itu yang tiba-tiba merasa gugup saat pandangannya tak sengaja menatap sesuatu yang juga tadi membuatnya langsung melepaskan pelukan.
"Tapi wajah abang merah banget."
"A...abang tidak apa-apa," Zhen abang Zeline langsung buru-buru turun dari ranjang.
Zeline mengernyitkan dahi bingung mendapati sikap pria yang baru saja ditemuinya.
"Ehem, oh ya kamu belum makan? Tadi kata bibi, pulang sekolah kamu langsung ke kamar," ucap pria itu setelah berdehem untuk menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdebar kencang.
"Hmm iya, tadi Zeze pusing, pengen istirahat."
"Ya sudah kalau begitu, abang tunggu di ruang makan," ucap pria itu yang kini langsung berlalu pergi.
Tapi sebelum mencapai pintu langkahnya terhenti bersamaan dengan Zeline yang juga baru turun dari ranjangnya.
"Sebelum turun kamu benarkan dulu pakaianmu," tambahnya lagi dan barulah setelah itu, Zhen menutup pintu kamar adiknya.
Zeline mengernyitkan dahi bingung atas perkataan Zhen yang terakhir, membenarkan pakaian? Apa yang salah, Zeline sudah berpakaian dengan benar, lalu Zeline menepuk keningnya saat mengingat sesuatu, buru-buru Zeline membuka lemari dan mengambil yang baru, karena yang tadi sudah dia taruh di keranjang pakaian kotor.
"Apa tadi dia melihatnya? Ishh, memalukan!" Gadis itu menutup wajahnya yang terasa panas, mungkin saja wajahnya sudah memerah seperti wajah Zhen tadi.
"Apa aku tidak usa keluar saja? Ya, aku bisa meminta bibi untuk mengantarkan makananku kesini. Tapi jika aku tidak turun, dia pasti akan…"
Dengan menahan malunya, gadis itu pun memutuskan untuk turun, dia hanya berharap pria itu tidak membahas hal memalukan tadi, kebiasaannya sejak dulu yang melepas benda itu sebelum tidur, bahkan terbawa sampai kesini, jadi ingatkan dia jika sekarang dia tinggal satu rumah bersama seorang pria, jadi dia harus berusaha untuk tidak membawa kebiasaan itu lagi di rumah ini.
*
*
Zeline dengan wajah tertunduk, duduk di hadapan Zhen.
"Ini!" Ucap Zhen memberikan piring yang sudah diisi makanan di hadapan adiknya, membuat wajah Zeline otomatis terangkat, hingga mereka kini beradu pandang.
Entah kenapa pandangan Zhen turun dan tertuju pada bagian tubuh Zeline yang tadi tidak sengaja dilihatnya walaupun masih tertutup kaos tapi Zhen bisa melihat karena cukup tercetak jelas.
"Ehem...ehem!" Zhen berdehem merasa malu sendiri dengan pikirannya, buru-buru Zhen memalingkan wajahnya.
Zeline bukan tidak tahu kemana arah Zhen memandang makanya dia kembali menunduk dan pura-pura sibuk dengan makanan di depannya, sampai akhirnya Zhen berdehem, dan dari ekor mata Zeline dia melihat pria itu, memalingkan wajah dan kemudian fokus melahap makanannya.
Setelah makan siang yang cukup terlambat itu, Zeline berpamitan ke kamarnya lagi, dengan alasan dirinya akan mengerjakan tugas, tak menunggu Zhen menjawab, gadis itu langsung melangkahkan kakinya pergi dan buru-buru menaiki tangga.
***
Zhen menatap punggung Zeline yang kini sudah menghilang sepenuhnya dari pandangan.
"Dua tahun tidak bertemu, kini kamu sudah bertambah dewasa sayang," gumam Zhen yang tak sadar kini sudah menarik sudut bibirnya ke atas.
Zhen mengambil piring bekas makan dirinya dan sang adik membawanya ke wastafel, setelah itu, barulah dia juga menaiki tangga menuju kamarnya. Langkahnya berhenti saat melewati kamar Zeline. Kemudian dia melanjutkan langkah dan benar-benar masuk ke dalam kamarnya.
Kopernya masih utuh, belum sama sekali dia bongkar, nanti saja pikirnya, tadi dia buru-buru menemui adiknya, apalagi saat mendengar laporan dari bi Irma jika Zeline langsung masuk kamar sepulang sekolah dan belum juga turun. Dan saat tiba di kamar adiknya, dia melangkahkan kaki perlahan saat melihat bahwa ternyata Zeline sedang terlelap. Dengan hati-hati dia duduk di pinggir ranjang samping adiknya tidur, dielusnya rambutnya dengan lembut, senang sekaligus merasa bersalah. Senang karena akhirnya bisa melihat adiknya lagi, dan merasa bersalah, karena merasa dirinya egois dan meninggalkan adiknya itu saat dirinya patah hati, berakhir adiknya yang protes dan selalu membuat ulah di sekolah. Terbiasa dengan adiknya sejak kecil hanya berdua, Zhen merasa bertanggung jawab penuh atas Zeline, tapi perselingkuhan kekasihnya dua tahun lalu, membuat Zhen menyibukkan diri, dia kerja bolak-balik keluar kota bahkan keluar negeri hanya berharap bisa melupakan gadis yang selama tiga tahun mengisi hatinya. Hingga hari itu, saat mendapat tawaran pekerjaan keluar negeri, Zhen langsung menyetujuinya, meninggalkan Zeline yang masih sangat membutuhkannya, apalagi di awal-awal dia masuk sma. Perlahan wajah Zhen menunduk lalu mencium adik satu-satunya itu. Dia tersenyum saat melihat kedua mata adiknya mengerjap dan kemudian terbuka bahkan adiknya yang terkejut akan kehadirannya langsung bangun dan duduk.
Zhen yang sangat merindukan adiknya dan tahu kabarnya dari bibi Irma langsung mendekapnya. Awalnya Zhen tidak merasakan hal yang aneh, tapi saat semakin mengeratkan pelukannya Zhen buru-buru melepas pelukan mereka saat menyadari adiknya tidak memakai benda yang biasa dipakai beberapa gadis saat menginjak remaja. Dan entah kenapa ada sesuatu dalam dirinya bergejolak, jantungnya berdegup kencang, bahkan seketika hawa panas mendadak tubuhnya rasakan. Zhen buru-buru turun dari ranjang Zeline lalu berlalu pergi, tapi sebelum itu, Zhen mengingatkan Zeline untuk membenarkan pakaiannya, bukan dalam arti bahwa pakaiannya benar-benar salah, Zhen hanya berharap adiknya mengerti maksud perkataannya.
Zhen kemudian melangkah mengambil handuk, dia ingin membersihkan tubuhnya terlebih dulu, selain untuk menghilangkan rasa penat karena perjalanan yang memakan waktu cukup lama, Zhen juga ingin mendinginkan otaknya yang terasa mendidih jika mengingat kejadian tadi.
Setengah jam berlalu, akhirnya pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggangnya, tak lupa tetesan-tetesan air dari rambutnya yang basah, membuat pria itu tampak jauh lebih segar dari sebelumnya. Zhen melangkah ke walk in closet lalu segera memakai pakaiannya setelah sebelumnya pria itu menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil yang tadi dia kalungkan di leher. Begitu selesai, Zhen mengambil laptopnya, dan berjalan menuju sofa, dan duduk disana. Dia kemudian membuka laptop dan kini sudah larut dalam pekerjaannya. Zhen kemudian berhenti sejenak lalu tersenyum, dirinya tidak sabar memberitahukan pada Zeline kabar baik yang pasti akan membuat adiknya itu senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments