Bab 2

Seorang gadis yang duduk di mobil lagi-lagi menghela nafas berkali-kali membuat seorang pria paruh baya melirik dari spion di atasnya dan bertanya.

"Ada apa Non Zeline?" 

"Non Zeline?"

"Ah iya pak," Zeline tersentak kaget.

"Kenapa pak?"

"Tidak apa-apa Non, sudah sampai."

"Ah iya."

Zeline langsung saja turun, pandangannya begitu takjub melihat rumah megah di depannya.

"Non Zeline tidak masuk?" Sang sopir membuyarkan lamunan Zeline yang tengah menatap kagum rumah itu.

"Iya, ini mau masuk."

Zeline pun melangkah dengan gontai dia tidak tahu bagaimana menghadapi ini semua ke depannya.

"Non Zeline mau makan malam di kamar lagi?" Tanya seorang pelayan menghentikan langkah Zeline yang baru saja akan menaiki tangga.

Zeline terdiam cukup lama, menoleh dan menatap pelayan yang justru menunduk.

"Bibi sudah makan?" 

Pelayan itu spontan mengangkat kepalanya, tidak percaya dengan pertanyaan Zeline barusan. Zeline menghela nafas, karena tidak kunjung mendapatkan jawaban, dia berbalik dan melangkah menuju dapur. Sedangkan pelayan tadi mengikuti di belakang Zeline. Menatap penuh iba, Nona nya yang sendiri di rumah sebesar ini, nona nya pasti merasa kesepian, bibi sangat tahu itu, karena dia lah yang paling lama bekerja di rumah keluarga itu dari zaman abang Zeline kecil. Sementara Zeline mengedarkan pandangan, membayangkan bagaimana kehidupannya selama ini disini. Zeline lagi-lagi menghela nafas, menarik salah satu kursi dan duduk disana.

Bibi kemudian dengan sigap mengambilkan makanan untuk nona nya.

Zeline mendongak menatap bibi yang kini menaruh piring berisi makanan di hadapannya.

"Bibi belum makan?"

Bibi sempat menghentikan gerakannya sebentar, lalu kembali melanjutkan apa yang dilakukannya tadi.

"Bi Rima!"

"Hmm belum Non."

Zeline menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

"Duduk Bi, temani Zeze makan! Zeze bosan makan sendirian terus," ucap Zeline yang mulai mengaduk-ngaduk makanannya.

"Bibi tidak mau menemani Zeze?" Tanya Zeline menatap Bi Rima yang masih berdiri di sampingnya.

"Tapi Non…"

Zeline meletakkan sendok dan garpunya, menoleh dan menatap Bi Rima.

"Jika bibi tidak mau, Zeze juga malas makan."

Tidak ingin Nona nya melakukan hal itu, mau tidak mau bibi pun ikut mengambil makanan.

"Jangan disitu bi, disini saja," pinta Zeline menepuk kursi sebelahnya, saat bibi justru akan duduk di lantai.

Bibi tidak bisa berkata-kata, wanita itu kini hanya menuruti saja permintaan Zeline. Selesai makan Zeline membawa piring bekas makannya dan hendak mencuci piring itu tapi segera saja di cegah oleh bibi.

"Biar bibi saja Non."

Zeline terdiam kemudian tersenyum.

"Ya sudah bi, kalau begitu Zeze ke kamar dulu, mau istirahat," pamit Zeline yang langsung melangkahkan kakinya pergi menuju kamarnya.

Kamar yang berada di sebelah kiri tangga adalah kamarnya, sementara di sampingnya adalah kamar abang Zeline yang sudah dua tahun ini tidak ditempati, Zeline benar-benar merasa kesepian, tinggal di rumah sebesar itu seorang diri.

Perlahan tangan itu membuka pintu yang ada di depannya. Lagi-lagi gadis itu merasa takjub, langkahnya bergerak mengitari kamar yang luas itu, pandangannya tertuju pada foto-foto yang ada di dinding maupun di meja. Ditatapnya foto itu satu persatu, kebanyakan foto hanya berisi Zeline sendiri, dan beberapa foto, ada foto Zeline dan Zhen abangnya. Sementara foto lengkap keluarga itu hanya ada satu, membuat gadis itu meringis mengingat bagaimana kesepiannya Zeline selama ini.

Langkah kakinya kini menuju ke arah ranjang, dijatuhkan tubuhnya di kasur empuk itu perlahan. Mencoba memejamkan matanya berharap bisa melalui hari-harinya mulai besok. Rasa kantuk yang tiba-tiba mendera membuat gadis itu akhirnya benar-benar terlelap.

*

*

Pagi-pagi sekali Zeline sudah bangun bahkan gadis itu sudah berpakaian seragam rapi, mengambil tas nya lalu melangkahkan kaki keluar dari kamar menuju dapur. Di dapur wanita yang kemarin menyambutnya. Sepertinya wanita itu yang memang ditugaskan untuk mengurusnya. Zeline mendekat lalu menarik kursi dan duduk disana. Dan suara kursi yang ditarik membuat Bi Rima terkejut dan langsung menoleh, lebih terkejut lagi karena nona nya sudah duduk disana bahkan sudah tampak rapi.

"Kenapa bi?" Tanya Zeline yang melihat keterkejutan dari wajah paruh baya itu.

Bi Rima menggeleng, "Tidak apa-apa non," jawabnya. Walaupun sebenarnya dalam hati bingung, karena nona nya yang biasanya harus dibangunkan dulu, kini justru sudah bersiap untuk pergi. Tapi dalam hati Bi Rima merasa senang melihat perubahan baik itu, bi Rima segera menyiapkan sarapan untuk nona nya berupa sandwich yang berakhir dengan tatapan ragu.

"Bi," panggil Zeline teramat pelan.

"Iya Non."

Zeline menatap ragu wanita itu, tapi akhirnya berkata juga.

"Lain kali bisakah bibi menyiapkan makanan dengan nasi?"

Bibi yang mendengar itu, menatap nona nya tidak biasa. Nona nya itu tidak biasa makan pagi dengan makanan berat, tapi kali ini…

"Zeze mau jadi anak yang kuat, dan kuat itu butuh tenaga ekstra, jadi mulai saat ini, Zeze akan makan pagi dengan makanan berat," ucapnya pada bibi membuat wanita itu tersenyum dan langsung saja menyiapkan makanan permintaan Zeline.

Sementara itu, dalam hati Zeline merasa lega karena alasan itu terdengar masuk akal bagi bi Rima, dia tidak bisa membayangkan jika jam sepuluhan akan kelaparan karena hanya makan sandwich sepotong ini, bisa-bisa otaknya tidak bisa berkonsentrasi dan pelajaran hanya akan masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Sambil menunggu Bi Rima, Zeline mengambil ponsel dan memainkannya. Tapi gerakan jarinya terhenti, ada yang tiba-tiba membuatnya penasaran.

"Bi, abang sering menghubungi bibi?"

Gerak tangan wanita itu terhenti hanya sebentar, dan Zeline menyadari itu.

"Ti...tidak non," jawab bibi gugup.

Dan Zeline hanya mengangguk mengerti. 

Tak lama, nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya sudah tersaji, Zeline yang memang sudah lapar langsung menyantap makanan itu dengan lahap hingga tak tersisa sedikitpun, setelah itu barulah Zeline berpamitan untuk pergi ke sekolahnya, walaupun agak berdebar, tapi Zeline yakin bisa melakukannya.

Sopir yang biasa mengantar sudah menunggunya di halaman. Dan begitu melihat Zeline, pria paruh baya itu, langsung membukakan pintu, membiarkan Zeline untuk masuk.

"Terima kasih pak," ujar Zeline dengan senyumannya. Sopir itu hanya mengangguk, lalu berlari bagian kursi kemudi, masuk dan langsung menjalankannya.

Dan kini tibalah Zeline di sekolah yang elite, dan hanya anak orang-orang kaya saja yang bisa bersekolah disana. Zeline sengaja berangkat lebih awal, karena ingin berkeliling dulu, mengakrabkan diri dengan lingkungan itu. Sudah cukup lama Zeline berkeliling, hingga dua orang laki-laki berteriak memanggil namanya, berlari dan langsung merangkulnya.

"Ngapain disini? Kelas kita disana!" Ucapnya sambil menunjuk ruangannya yang berada di seberang ruangan yang saat ini Zeline injak.  

Zeline menatap keduanya bergantian, Zeline mengenalnya, tapi dia risih dirangkul seperti ini, tidak terbiasa.

"Lepas Van!" Ucap Zeline melepaskan tangan Evan dari bahunya. Evan dan Rio, dia adalah teman yang paling akrab dengan Zeline, dalam kata lain, Zeline hanya punya dua orang teman di sekolah ini, yaitu mereka berdua.

"Kenapa loe tumben-tumbenan, kesambet?" Kali ini Rio yang berucap, tidak biasanya Zeline seperti itu, biasanya Zeline santai saja jika dirinya maupun Evan merangkulnya.

Zeline hanya mengedikan kedua bahunya acuh, lalu melangkah lebih dulu meninggalkan Rio dan Evan yang saling pandang, kemudian sama-sama mengangkat kedua bahunya, dan berlari menyusul Zeline yang sudah lumayan jauh dari jangkauan mereka.

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

sdh tukeran nih

apa Zeze bs jd Risa yaa

2023-05-17

0

Ayu Bunda

Ayu Bunda

semangat thor,,novelnya bagus👍👍

2023-05-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!