“Selamat yah Yud, semoga kamu bisa jadi ayah yang baik untuk anakmu,” ucapku dengan suara yang dingin.
"Kita pernah bersama berjuang untuk mendapatkan kemenangan. Kita pernah bersama untuk mendapatkan kejayaan. Kita pernah bergandeng tangan untuk mewujudkan impian. Menapai tangga mendaki menuju puncak. Ternyata tongkat itu tidak cukup kuat untuk kita bisa mempertahankan kepercayaan. Semua pengorbanan telah jadi sia-sia, semua karena kamu yang menghacurkannya." Aku seolah tidak memberikan Yuda kesempatan berbicara.
Yuda hanya membalas dengan senyum terpaksa. Ah, rasanya aku belum puas mengucapkan kata-kata lain. Tapi Misi yang di belakang ku terus menyikut punggungku agar cepat gantian.
Tidak apa-apa lah yang penting Yuda sudah kena mental meski aku belum puas banget lihat wajah masam dia.
Aku turun lebih dulu, dan menatap ke arah pelaminan, seolah pandangan mata ini enggan untuk lepas dari dua pasangan pengantin yang tengah berdiri untuk menyalami tamu undangan.
Kisah di antara kita memang harus berakhir sampai di sini. Segala rasa yang sempat terjalin saat kita bersama, nyatanya hanya akan menjadi kenangan belaka. Segala nuansa penuh warna harus terhapus, karena benang merah yang merangkai asa kini diputus dengan paksa. Menghapus rinai gerimis yang jauh dari dua sudut kejora. Kini aku putuskan membuka lembaran baru, karena hidup harus terus berjalan bukan?
Lalu aku tersenyum dengan manis ketika melihat Pak Gala menghampiriku.
“Tia, kamu pulang naik apa?” tanya Pak Gala, ketika kita-kita baru ke luar dari gedung, di mana pesta pernikahan Yuda dan Bu Fany dilaksanakan.
Aku menatap Misi dan juga Tulip bergantian.
“Numpang sama mobil Tulip Pak,” jawabku dengan menunjuk ke arah Tulip, eh tepatnya mobil kekasihnya bukan mobil Tulip sih. Untung kami memang sohib banget, sehingga Tulip juga langsung mengangguk sebagai tanda kalau dia tidak keberatan aku nebeng di mobil kekasihnya, jadi obat nyamuk. Meskipun aku dan Tulip belum ada komunikasi lebih lanjut, tetapi Tulip tidak pernah keberatan sama sekali dengan rencana-rencanaku.
“Benar Tulip?” tanya Pak Gala, mungkin beliau menganggap kalau tampang aku ini tampang pembohong.
“Betul Pak, kebetulan kita ngontrak kan satu atap, jadi nggak apa-apa lah kalau Tia mau numpang, tapi itu juga kalau Tia mau menemani kami kencan dulu,” balas Tulip, di ujungnya tidak enak banget. Sama saja Tulip seolah memberikan kesempatan untuk Pak Gala agar pulang bareng aku.
Aku pun menatap tajam pada sohib laknat itu, untung berdiri kita nggak deket kalau deket nih sepatu yang keras kaya Paku aku injekin ke kaki temanku.
Pak Gala pun langsung menatap aku, yang mana aku sedang menatap tajam pada Tulip. “Kalau gitu aku antar saja, lagian masih jam delapan juga, kasihan kalau kamu ganggu Tulip mau pacaran,” balas Pak Gala dengan wajah yang berbinar gembira, seolah laki-laki tampan dan kaya raya itu mendapatkan kesempatan untuk mendekati aku, PD aja dulu.
Padahal rencananya aku yang berniat mepet Pak Gala, tapi malah kayaknya aku yang di pepet duluan. Kembali aku melihat wajah wajah sahabatku mendukung banget kalau aku diantar Pak Gala. Ah, kapan lagi coba di antar sama bos besar.
“Tapi, apa nanti nggak ngerepotin Pak Gala? Saya kalau naik mobil mewah suka mabok,” ucapku tentu hanya basa basi saja.
“Tidak, kan nganterin doang, lagian kalau kamu mabok ya nanti kamu bersihkan mobil aku, gitu aja kok repot.”
"Ya udah deh kalau Pak Gala maksa terus, Tia pulang sama Pak Gala aja," jawabku serius, tetapi lagi-lagi Pak Gala tertawa dengan renyah mendengar jawaban aku.
"Jujur yah, kalau aku lama-lama sama kmu, bisa-bisa aku awet muda," kelakar Pak Gala, sebari aku berjalan di belakang Pak Gala untuk menuju di mana mobilnya parkir. Nah kan malah aku yang nggak bisa nolak, alhasil malam ini pun menjadi malam yang tidak terlupakan, selain malam patah hati ditinggal kawin sama pacar saat sayang-sayangnya. Malam ini juga menjadi teman kencan ala-ala dari bos besar. Biarin paling nanti banyak yang gosip, tebel-tebel aja nih kuping.
"Tia, Pak Gala, kami pulang duluan yah," pamit Tulip dan juga Misi, di mana dua sahabatku pulang duluan, entahlah mereka memang benar-benar setelah pulang dari pesta pernikahan Yuda langsung pulang ke kontrakan, atau justru mereka berkunjung ke pasar malam untuk berkencan ala-ala rakyat jelata.
Aku pun hanya membalas dengan anggukan dan juga senyum tipis tentunya terpaksa. Karena aku tahu, malam ini aku bisa pulang barengan dengan Pak Gala, ada peran dari sahabat-sahabat laknat, yang mana mereka nyatanya pasti berencana, agar aku bisa pulang bareng Pak Gala. Yah aku akui usaha mereka memang langsung tertuju pada tujuannya tetapi nggak gini juga, masa langsung duduk dalam satu mobil. Mana mobil mewah lagi nanti aku ketahuan norak banget dong.
"Ngomong-ngomong rumah kamu di mana Tia? Jauh dari sini?" tanya Pak Gala ketika kami baru masuk ke dalam mobil, yang dingin dan wangi. Yang jelas bukan bau wangi jeruk yang kadang bikin enek yah, ini wanginya beda, sampai aku rasanya betah berlama-lama di dalam mobil.
"Tidak terlalu jauh Pak, ada di gang nangka, jalan kayu manis," jawabku pasti tahu Pak Gala, karena jalan itu memang jalan utama ketika mau menuju kantor.
"Oh di sini aku tahu dong, dan nggak terlalu jauh lah. Gimana kalau kita jalan-jalan dulu, ke pasar malam mungkin, nyusul teman-teman kamu," ucap Pak Gala, yang semakin membuat aku tidak bisa nolak. Sungguh aku merasa kalau aku saat ini sedang dalam proses dideketin, bukan aku yang ngedeketin. Tapi lagi dan lagi hati ini tidak bisa menolak.
"Enggak lama kan Pak, soalnya besok kan harus tetap kerja. Sebagai anak Emak yang baik, Tia juga nggak boleh pulang larut malam, selain pamali, katanya juga takut jadi bahan gunjingan tetangga," balasku dengan sedikit berkelakar jujur hatiku seperti beku sehingga aku ingin suasana saat ini itu asik dan tidak canggung.
Maklum ini adalah interaksi paling dekat antara aku dan Pak Gala, bayangkan saja laki-laki tampan berkarisma yang banyak diidolakan karyawan dan juga pastinya wanita di luar sana, bukan hanya, tampan dan berkarisma. Pak Gala juga sangat kaya, sehingga aku merasa minder sekali berada satu mobil dengan beliau, dan akibatnya tubuh ini seperti meriang.
Hahaha... Pak Gala tertawa renyah setiap aku selipkan candaan, sepertinya laki-laki itu baru menemukan teman yang bisa membuat dia tertawa dengan renyah sehingga kalau dengan aku bisa sering tertawa lepas.
"Enggak, paling juga jajan cilok sama gula kapas, atau rambut nenek," jawab Pak Gala, yang membuat aku cukup kaget.
"Loh, Pak Gala tahu makanan legendaris itu? Aku pikir Pak Gala makanannya pizza, burger, steak dan makanan yang mahal-mahal. Ternyata Pak Gala doyan cilok juga," balasku ya meskipun aku nggak yakin Pak Gla itu benar-benar doyan cilok. Mengingat makanan itu terkenal makanan pinggir jalan. Aku juga tidak yakin orang kaya seperti Pak Gala mau makanan pinggir jalan.
"Hay... Emang orang kaya dan orang miskin bedanya apa? Enggak ada lagi semua makanan itu enak, bahkan aku saat kecil sering sembunyi-sembunyi kabur agar bisa beli makanan itu, dan Mamih dan pengasuh atau keluarga yang lain tidak tahu. Kalau sekarang sih mereka sudah sedikit kebebasan aku makan apapun yang aku mau, ya meskipun tidak berani makan banyak karena banyak MSG-nya, dan bahanya biasanya cenderung asal, serta nggak begitu higienis," balas Pak Gala, yang aku akui cukup merakyat gaya hidup Pak Gala, tetapi tidak tahu dengan keluarganya. Bisa saja keluarganya justru penganut jodoh itu harus setara, bibit, bebet dan bobotnya. Maka dari itu sebelum aku tereliminasi dari calon menantu, jiwa tahu diri aku harus sudah ada sebelum semuanya terjadi.
Mungkin kalau untuk seru-seruan, ok lah. Namun apabila untuk serius lebih baik jangan, karena aku belum siap patah hati kedua kalinya. Patah hati itu sakit dan nyesek banget apalagi kalau kita sudah benar-benar percaya dan cinta, rasanya sangat luar biasa. Di tambah kita harus terlihat biasa saja di depan orang lain, sehingga hati harus tetap kuat, dan membagi kesedihan hanya pada Tuhan.
Kini saat nya aku menghapus bayang-bayang, seperti hujan meluluhkan debu di dedaunan. Biarlah ku adukan pilu hanya pada Pemilik semesta. Kurangkai doa untuk kulangitkan. Mengadu segala ketidak adilan. Melupakan sakit akibat pengkhianatan. Semuanya telah selesai.Aku mengurai beban dalam sujudku memohon pertolongan Agar aku bisa mengobati luka hati ini. Dan aku yakin dia akan mendapatkan pembalasan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Endang Oke
saya tdk doyan cilok.seblak..makanan tidak berbudaya...saguuu.
makanan tuh Rendang.Rawon.sate. Gulai. ayam bakar berkelas dan berbudaya tinggi.
2023-05-21
2
Bunda Zhizan
gala itu udah naksir sama tia,, begitu tia patah hati langsung tancap gas nikung EA,, lampu merah pun di terobos 😁😁🤪🤪🤪
2023-04-03
2