Di dalam kamar, Hasna berjalan mondar-mandir sambil menggerutu. Bukan kesal karena keputusan sang kakek, akan tetapi menyalahkan dirinya karena telah tertangkap polisi.
Hasna, tau ini konsekuensinya. Ketika ia kembali melakukan hal yang hampir serupa dengan kejadian dua tahun yang lalu. Meskipun, pada saat itu dirinya telah menjelaskan dengan jujur apa alasannya. Tetap, saja, hal itu adalah sebuah kesalahan baginya.
Di saat dirinya tengah kebingungan. Hasna mendengar ponselnya berbunyi nyaring. Gadis itu pun langsung menyambar setelah tau kontak yang menghubunginya.
"Halo, Mil,"
"Gimana keadaan kamu, Na? Aku gak bisa tidur karena khawatir sama kamu," ucap Mila di balik telepon, terdengar khawatir.
Hasna lebih dulu tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"Gue, mau dimasukin ke pesantren sama kakek," jawab Hasna setelah beberapa saat ia terdiam.
"Yahh ... terus kita gimana, Na? Kalo Raymond bertindak gila lagi ... kita semua adalah sasaran empuknya tanpa kamu!" ucap Mila yang terdengar serak.
"Itu, yang bikin gue bingung, Mil. Di satu sisi, gue memikirkan kalian. Tetapi, di sisi lain ... gak mau mengecewakan kakek dengan melanggar janji." Hasna menghela napasnya sebelum melanjutkan ucapannya lagi.
Kini ia beralih duduk di jendela, sementara Mila masih setia memasang telinganya. "Lu tau kan, kejadian hari ini pasti udah bikin Bunda sama Kakek malu kalo aja sampe jamaah mereka tau kelakuan gue. Sembilan puluh sembilan persen, kehidupan malam itu negatif. Apalagi pandangan terhadap perempuan yang suka kelayapan tengah malam," ucap Hasna lagi.
Mila menggelengkan kepalanya meskipun Hasna tak bisa melihat hal itu. "Na, kamu satu persen dari perempuan yang gak macem-macem meskipun sering kelayapan malem. Apalagi, kelakuan kamu itu bukan berniat meresahkan masyarakat apalagi melakukan tindakan kriminal," ucapnya terdengar hampir menangis.
Mila tak bisa membayangkan bagaimana nasib kuliahnya jika Raymond selalu menganggu para mahasiswa/i di sana, termasuk dengan dirinya.
"Lu tenang aja, Mil. Gue bakal nyelesein urusan dengan Raymond sebelum gue pergi angkat kaki dari kampus itu." Hasna pun memutuskan sambungan secara sepihak. Karena, ia tak mau pada akhirnya air mata itu jatuh.
Bagaimanapun, dirinya harus tetap kuat.
Ya, maunya Hasna begitu. Akan tetapi, ia ternyata hanya manusia lemah. Lambat-laun air mata itu mengalir deras di pipinya. Terbayang nanti bagiamana hidup berjauhan dengan sang bunda dan juga beberapa kucing peliharaannya.
"Kenapa jadi begini sih?" Hasna memukul-mukul banyaknya untuk melampiaskan amarah. Sepertinya ia harus meminta ijin untuk ke kampus. Bagaimanapun, urusannya dengan Raymond belum selesai.
Hanifa berniat mendatangai putrinya di kamar.
Mengetuk pintu tiga kali hingga akhirnya terdengar suara bahwa kunci telah di putar. Daun pintu pun terbuka menampilkan sosok gadis berwajah kusut dengan mata sembabnya.
"Boleh, Bunda masuk?" ijin Hanifa. Ia selalu menghormati privasi putrinya. Sekalipun ia berhak masuk kekamar itu tanpa ijin sekalipun.
Hasna hanya mengangguk seraya mengusap sisa air mata yang bertengger di sudut mata. Kembali duduk di atas kasur sambil memeluk salah satu bantal buluk kesayangannya.
Hanifa tersenyum melihat kelakuan putrinya yang menggemaskan. Tak terlihat sifat pemberani dan garangnya jika Hasna sedang seperti ini.
"Sayang, kamu jangan marah sama keputusan Kakek ya. Ini semua demi kebaikan kamu, bukan bunda dan juga Kakek." Hanifa mulai bicara dengan lembut. Tangannya terulur untuk merapikan rambut sang putri yang berantakan hingga menutup wajah Hasna.
Hanifa tersenyum ketika Hasna mengangkat dagunya dan memandang wajahnya.
"Bun, Hasna sama sekali tidak mempermasalahkan dimana kakek melemparku untuk belajar. Hanya saja, Hasna masih berat ... jauh dari Bunda dan teman-teman aku di kampus. Apalagi, masalah keselamatan mereka belum selesai," jelas Hasna mencoba mengambil hati wanita cantik di hadapannya ini.
Hanifa membuka niqob ketika berada di dalam rumah. Ia hanya akan mengenakannya pada saat keluar rumah untuk mengajar. Karena pada saat itu dirinya akan menjumpai banyak orang.
"Hasna sayang. Kamu gak harus sendirian memikirkan keadaan kawan-kawanmu itu. Sebaiknya, kamu serahkan pada dewan kampus. Atau, mau kakek yang membantumu untuk berbicara dengan pemilik yayasan tersebut?" jelas Hanifa seraya bertanya keinginan Hasna selanjutnya.
"Bun, hukumnya itu tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Jadi, semua itu percuma saja. Justru jika mereka melaporkan maka penderitaan mereka akan bertambah berkali-kali lipat." Hasna akhirnya menjelaskan dengan jujur.
Keterangan dari putrinya membuat Hanifa membekap mulutnya sendiri.
"Hasna minta ijin ke kampus dulu ya," pinta gadis itu penuh harapan.
"Tak ada cara lain ya. Jadi .. kamu harus selesaikan semua hal itu." Hanifa menghela napas sebelum melanjutkan perkataannya.
"Kenapa, Bunda memiliki anak perempuan seberani kamu. Sehingga, kelebihanmu ini senantiasa membuat kami khawatir," sambung Hanifa.
"Bunda, laki-laki bejat itu harus di beri pelajaran. Mereka, gak layak menginjakkan kakinya di atas bumi Allah!" ucap Hasna tegas.
Para saat inilah Hanifa sadar, jika kelakuan putrinya itu lantaran trauma masa lalu yang menimpa keluarga kecilnya.
Keputusan dari Amar Albani Yazid, yang merupakan ayah dari putrinya untuk menceraikannya demi wanita yang lebih muda, nyatanya menyisakan luka dan kekecewaan mendalam di hati Hasna. Sejak saat itu, putrinya antipati terhadap laki-laki.
Hanifa tak tau lagi harus bagaimana menasihati Hasna. Sejatinya sang putri tau beberapa hukum agamanya. Tau, jika kita harus selalu berprasangka baik terhadap orang lain. Akan tetapi, sekali lagi, trauma itu akan sulit di sembuhkan. Karena, hal itu menempel erat didinding hati.
Terutama, pria yang menyakiti dan mengecewakannya adalah sosok yang paling Hasna banggakan sejak kecil.
"Baiklah, Bunda ijinkan kamu ke kampus. Jaga diri baik-baik," pesan Hasna seraya mengecup kening putrinya itu.
Hasna pun, menghambur untuk mendekap tubuh hangat sang bunda.
Di kampus.
Hasna langsung mendatangi Raymond seorang diri. Di lihatnya pemuda itu asik menggoda anak baru di belakang bangunan kampus.
"Heh, nongol dia!" tegur, Black. Salah satu kawan Raymond yang semalam juga menyaksikan aksi keduanya.
Raymond langsung menoleh dan menyeringai sinis ke arah Hasna.
"Seharusnya, Lo udah gak nunjukin diri di kampus ini, Ray!" seru Hasna tegas. Wajah gadis itu sangat dingin tanpa ekspresi.
Membuat black bergidik dengan aura yang dikeluarkan oleh Hasna. Baru kali ini, ia melihat sosok wanita yang mampu mengintimidasi laki-laki hanya dengan tatapannya.
Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Raymond. Pemuda itu, justru semakin penasaran dan maju mendekat. "Lu semua keluar!" panggil Raymond pada beberapa anak buahnya yang bersembunyi di tempat itu. Ia tau bahwa Hasna pasti akan mencari dirinya demi menagih janji.
Karena itu, Raymond telah menyiapkan rencana ini untuk menjebak Hasna.
"Nih cewek, udah dikerubutin masih bisa masang ekspresi sesantai itu." Nyatanya Raymond semakin geram melihat keberanian Hasna.
"Gue udah duga, kalo Lo cuma anak mami yang pengecut! Mau ngelawan gue aja bawa pasukan segini banyak. Gak tau malu!" sarkas Hasna. Gadis itu menatap satu persatu sosok yang ada di hadapannya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sweet Girl
pingin nyobak adu kekuatan tu Hasna...
2023-09-22
0
Itsaku
berasa ditinggal pas lagi sayang² nya gak sih
tiba² bersambung
2023-04-13
1
Susiami Sby
berasa dikit buuanget loooh kak
2023-04-02
1