Setelah melalui perdebatan yang cukup alot bersama Leo dan Anna, akhirnya Lilyana setuju untuk tinggal di sana selama beberapa waktu. Agar tidak dicurigai warga sekitar, sepasang suami istri tersebut mengatakan pada mereka bahwa Lilyana adalah salah seorang keponakan Anna yang datang dari luar negeri.
"Pagi Lily," sapa Luffy, seorang pengantar susu langganan Leo.
Lilyana menganggukkan kepalanya riang, sembari menerima tiga botol susu sapi darinya. "Terima kasih, Luffy," ujar Lilyana.
"Kembali kasih." Keduanya terlihat berbincang singkat, sebelum Luffy kembali mengayuh sepedanya dan meneruskan perjalanan.
Hari ini tepat dua minggu Lilyana tinggal di sana. Gadis itu berhasil berbaur dengan baik tanpa memantik kecurigaan orang-orang setempat. Beruntung, sosok Leo yang begitu dihormati membuat warga enggan mengusik Lilyana, apa lagi gadis itu dikenal sangat baik dan ramah.
Lilyana berusaha sekuat mungkin menjadi pribadi yang ceria di hadapan semua orang. Namun, hal tersebut kontras berbanding terbalik ketika ia sudah berada di dalam kamarnya seorang diri.
Maklum saja, biar bagaimana pun Lilyana tak akan pernah bisa melupakan tragedi berdarraah di malam itu. Akan tetapi, ia harus berusaha menekan sedalam mungkin perasaannya agar bisa hidup normal seperti orang biasa.
Lilyana tidak tahu sampai kapan ia harus terus berada di sini, tetapi yang jelas, saat waktunya tiba ia akan pergi meninggalkan Leo dan Anna. Gadis itu tak bisa terus hidup bergantung pada mereka.
Minggu demi minggu pun berlalu. Lilyana kini telah terbiasa Mengikuti rutinitas Leo dan Anna, dari mulai mengurus perkebunan mereka, memanen, dan ikut menjualnya ke pasar. Untuk hal yang terakhir, Lilyana sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya menggunakan topi dan masker. Beruntung tak ada yang mencurigainya.
"Nak, tolong ambilkan kantong buah yang baru!" pinta Leo yang sedang sibuk melayani beberapa orang pembeli. Mereka berdua. Kali ini Leo memilih tidak menjual buah-buahnya ke pasar, melainkan membuka lapaknya sendiri di pinggir jalan raya. Lapak kecil yang terbuat dari kayu tersebut, dibangun Leo tak jauh dari rumahnya, tepat di depan area pom bensin milik salah seorang tetangga.
Sebulan sekali Leo memang melakukan hal tersebut, agar tak hanya pelanggan pasar saja yang bisa menikmati buah-buahan segar miliknya.
"Baik!" sahut Lilyana dengan penuh semangat, sbari berlari menuju rumah Leo untuk mengambil setumpuk kantong buah di sana. Sekembalinya ke tempat itu, ia ikut membantu Leo melayani para pembeli, seperti menimbang dan memasukkan buah ke dalam kantong.
"Putri Anda sangat rajin dan baik. Beruntung sekali memiliki putri sepertinya," puji seorang pembeli yang merupakan wanita berusia empat puluh tahunan.
Leo tertawa kecil. "Aku memang sangat beruntung memilikinya," jawab pria itu bangga.
Lilyana ikut tersenyum dan berterima kasih, meski dalam hati ia bersimpati pada Leo dan Anna yang sama sekali tidak memiliki keturunan.
Anna sebenarnya pernah melahirkan seorang bayi laki-laki tiga puluh tahun silam, tetapi meninggal saat usianya kurang dari satu bulan karena terjangkit virus penyakit. Sejak saat itu, Anna tak pernah hamil lagi. Segala cara sempat dilakukan mereka berdua untuk mendapatkan keturunan, tapi hasilnya selalu nihil.
Leo dan Anna mencoba ikhlas dan memilih membahagiakan pernikahan mereka dengan caranya sendiri.
Hari sudah semakin sore, Leo memutuskan untuk menutup dagangannya dan kembali ke rumah.
"Syukurlah, tidak banyak buah yang tersisa," ujar Lilyana senang.
"Ini semua berkat bantuanmu," ucap Leo sembari mengelus lembut rambut Lilyana. Dibandingkan sebelum-sebelumnya, dagangan hari ini memang jauh lebih laris. Mungkin karena ada sosok Lilyana di sana. Maklum saja, ini pertama kalinya Leo berjualan di sini bersama Lilyana, karena biasanya mereka akan berjualan di pasar.
Saat Leo dan Lilyana sedang sibuk membereskan tempat dagangan, sebuah mobil hitam mewah memasuki pom bensin tersebut. Seorang pria keluar dari dalam mobil untuk mengisi bahan bakar.
"Shiitt!" pekik pria tersebut, saat mengetahui selang pengisian bahan bakar macet.
Leo yang melihatnya bergegas membantu pria asing itu. "Sini biar saya bantu, Tuan," katanya ramah.
Tak lama bahan bakar pun keluar dari sana dan dengan lancar memenuhi tangki bensi mobil mewah tersebut.
"Pom bensin ini memang sudah tua, dan satu-satunya yang dimiliki desa ini." Leo kembali membuka suaranya. "Saya jarang melihat orang-orang seperti Anda kemari. Anda dari mana?" Leo dengan ramah menanyakan asal pria tersebut.
"Kami dari kota!" jawab si pria dingin. Kentara sekali ia tak ingin diajak basa-basi oleh Leo.
Leo mengerti, ia pun menutup mulutnya dan fokus memegang selang.
Pria berpakaian serba hitam tersebut, menatap sekeliling pom bensin dan berhenti pada sosok seorang gadis yang sedang membersihkan meja dagangannya.
Tepat disaat itulah, semilir angin tiba-tiba datang menerbangkan topi yang dikenakan gadis itu.
Si pria sontak mengerutkan keningnya. Meski wajah sang gadis masih tertutupi oleh masker, tetap saja garis wajah gadis itu tampak sangat familiar.
Saat si pria hendak melangkah, suara Leo kembali menginterupsi. Ternyata ia telah selesai membantu mengisi bahan bakar.
"Silakan lanjutkan perjalanan Anda," ucap Leo ramah. Ia bahkan menolak tawaran uang yang diberikan pria itu padanya.
Tanpa mengucapkan terima kasih, pria itu pun kembali ke dalam mobil.
Bersamaan dengan itu, Leo berjalan menghampiri Lilyana. Disaat yang bersamaan, mobil hitam tersebut berhasil melewati Leo dan bergerak pelan menuju tempat Lilyana.
Lilyana yang sedang menguncir rambutnya tiba terdiam mematung, saat mobil hitam tersebut berhenti sejenak di hadapannya.
Kaca mobil perlahan terbuka lebar, hingga menampilkan sesosok pria yang masih bisa Lilyana kenali hingga detik ini.
Lilyana yakin pria yang kini duduk di kursi kemudi adalah pria yang telah ikut mengejarnya malam itu. Ia lah salah satu anak buah dari si pembvnvh.
Tubuh Lilyana bergetar hebat. Demi menghindari tatapan menyelidik dari pria itu, ia berpura-pura menjatuhkan ikat rambut yang dipegangnya, sekaligus mengambil topi yang tercecer di aspal.
Baru saja pria asing itu hendak turun, Leo sudah muncul dari sana.
"Ada yang bisa saya bantu lagi, Tuan?" Tanpa curiga, Leo mengajukan pertanyaan pada pria berjas hitam itu.
Si pria tersentak kaget lalu menggelengkan kepala. Tanpa berkata apa-apa, ia pun pergi meninggalkan mereka berdua.
Begitu melihat mobil tersebut telah pergi, Lilyana sontak mengembuskan napas lega. Namun, tetap saja gadis itu merasa khawatir kalau-kalau pria itu kembali ke sini.
Sepertinya Lilyana harus hati-hati demi keselamatan Leo dan Anna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments