"Bagaimana Wa' apa kata petugas nya?" tanya Risma dengan wajah penasarannya. Hatinya tiba-tiba merasa was-was karena sahabatnya itu keluar dari kantor BPJS dengan bahu menurun serta wajah yang sangat tak bersemangat.
"Saya sudah daftar sama ibu. Tapi sayangnya gak bisa dipakai sekarang. Baru bisa digunakan setelah 15 hari atau 2 pekan. Jadi gimana dong? padahal kondisi ibuku sudah sangat mengkhawatirkan." Marwah tak sadar menitikkan airmatanya. Untuk pertama kalinya ia merasa begitu sangat sedih karena miskin.
"Ya, mau gimana lagi Wa'. Andaikan biayanya gak semahal itu mungkin aku bisa bantu. Kita berdoa saja semoga Ibumu masih bisa bertahan sampai kartunya bisa digunakan."
"Aamiin. Ayo kita cepat kembali ke rumah sakit. Ibuku gak ada yang nemenin lho."
"Eh, iya." Risma setuju. Ia pun mengambil motornya. Mereka pun kembali ke Rumah sakit yang untungnya tidak jauh dari kantor BPJS yang mereka datangi tadi.
"Ibu, maaf ya, kami lama baru balik. Ibu gak apa-apa kan?"
"Alhamdulillah tidak nak. Cuma tadi perawat nanya, kita ini masuk sebagai pasien umum atau menggunakan Jaminan kesehatan?" tanya Saidah dengan perasaan yang sangat sedih. Ia tahu jawabannya tapi ia berusaha untuk mengulur waktu.
"Ibu sudah lebih baik kok Wa' jadi kamu minta saja kita keluar. Biaya rumah sakit selama dua hari ini pasti mahal."
"Ibu tenang ya. Saya akan melapor pada staf administrasinya." Marwah segera berdiri dari duduknya dan meninggalkan ibunya lagi. Tak berapa lama kemudian ia pun datang.
"Operasi ibu akan dilakukan saat kartunya bisa digunakan. Jadi saya meminta kita keluar aja dulu hari ini Bu." Marwah Jingga berusaha menahan airmatanya agar tidak tumpah. Uang tabungannya hanya bisa membayar perawatan sang ibu untuk 2 hari. Hatinya sungguh sangat sedih karena tidak melakukan yang terbaik untuk ibunya.
"Iya tak apa nak. Kita keluar saja. Dengan minum obat insyaallah ibu akan baik-baik saja." Saidah sangat mengerti kesulitan anaknya. Andai ia mati saja, ini mungkin akan lebih baik.
"Maafkan Marwah Bu. Marwah belum bisa melakukan hal yang terbaik untuk ibu, hikss." Gadis itu memeluk ibunya dengan perasaan yang sangat sedih. Hatinya bagaikan sedang diremas-remas dengan sangat keras.
Saidah berusaha untuk tersenyum dan menghibur putrinya, "Eh, ini tidak apa-apa. Ibu sekarang sudah sehat. Kamu jangan sedih. Bukan penyakit yang membuat orang bisa mati Wa' tapi ajal nak."
"Ibu jangan bicara mati. Marwah yakin ibu akan sehat saat operasi nanti. Jadi sekarang kita bersiap pulang ya," ujar gadis itu dengan tangan menyusut airmatanya. Saidah mengangguk. Ia tak punya pilihan lain.
Tak lama kemudian perawat pun datang untuk membuka jarum infusnya. Setelah itu mereka pun pergi dari Rumah Sakit itu dengan rasa sakit yang masih dirasakan oleh perempuan paruh baya itu. Hanya saja ia tidak ingin memberitahukannya pada sang putri. Ia harus berusaha nampak sehat dan baik-baik saja.
🌻
"Ibu, Doakan Marwah ya, malam ini, Marwah ikut lomba nasyid," ujar gadis itu seraya menciumi ibunya yang nampak sangat pucat. Perempuan paruh baya itu balas mencium pipi putrinya dengan perasaan haru.
"Semoga kamu menang ya sayang, supaya cita-citamu tercapai." jawab sang ibu dengan linangan airmatanya.
"Kenapa ibu menangis?" Marwah segera menghapus lelehan airmata itu dengan ibu jarinya.
"Karena ibu tidak bisa menyaksikan kamu tampil nak. Andaikan ibu sehat, ibu pasti akan ikut menonton."
"Tidak apa Bu. Risma yang akan merekam penampilanku nantinya jadi ibu bisa menonton nanti saat kami pun pulang."
"Ah iya Wa' kamu pakai baju siapa ini kok cantik banget." Saidah memandang putrinya yang nampak sangat cantik dimatanya itu.
"Saya pinjam sama Risma Bu. Dan make up-nya pun Risma yang urus."
"Alhamdulillah, semoga kalian jadi sahabat selamanya," ujar Saidah kemudian melepaskan kepergian putrinya dengan perasaan penuh haru. Rasanya ia tidak ingin ditinggalkan oleh Marwah sendiri di rumah itu. Tapi sayangnya ia tidak bisa menahan putrinya itu.
🌻
Marwah dan Risma tiba ditempat lomba ketika MC sudah berdiri di atas panggung. pria dan wanita itu mulai membuka acara dengan sangat heboh.
Karena ini adalah acara pertama yang diadakan setelah pandemi berlalu, maka antusiasme masyarakat sangatlah tinggi. Penonton sangatlah banyak. Apalagi hadiahnya juga sangat menggoda. Selain beasiswa untuk kuliah di universitas, promosi untuk rekaman pun ada bagi juara 1, dan beberapa hadiah hiburan lainnya.
Marwah pun segera ke belakang panggung untuk bersiap-siap. Nomor urut tampilnya adalah nomor 2.
"Hey, kamu ikut lomba ini juga?" tanya seorang gadis muda seusianya. Tampilannya sangat cantik dengan pakaian yang sangat mewah dan berkelas. Ia adalah Putri Ayuningtyas, teman sekelasnya duku sewaktu SMA.
"Iya Put, kamu nomor urut berapa?" Marwah tersenyum kemudian balas bertanya.
"3, tapi aku yang akan menang!" Putri menjawab dengan dagu terangkat. Ia menatap Marwah dengan tatapan mencemooh. Gadis itu dari dulu tidak pernah suka pada Marwah.
Marwah tidak menjawab. Tentu saja ia juga ingin menang. Jadi ia diam saja. Dan juga ia tahu bagaimana sifat Putri Ayuningtyas, semasa sekolah dulu. Orangnya tak pernah mau kalah maupun mengalah.
Tepuk tangan terdengar dari arah panggung. Itu artinya sekarang adalah giliran dari Marwah Jingga yang akan tampil. Ia pun berdiri dari duduknya tapi tiba-tiba merasakan pakaian tertarik ke bawah.
"Awwww, ada apa ini?" ujar gadis itu panik. Ia tidak bisa mengangkat gaunnya karena seperti terkena lem dari tempatnya duduk.
"Penampilan berikutnya dengan nomor urut 2, Marwah Jingga!" Namanya dipanggil dan ia belum juga bisa terlepas dari kursi itu. Gadis itu panik, berharap ada yang mau menolongnya. Risma pun entah kemana.
"Ya Allah, ada apa ini?" ujarnya lagi dengan tubuh gemetar. Ia pun bernafas lega karena ada seseorang yang tiba-tiba saja muncul di tempat itu. Seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat rapih. Ia tidak tahu siapa itu yang jelasnya ia butuh pertolongan.
"Maaf Mas, eh Pak, sekarang giliran saya untuk tampil tapi gaunku tidak bisa terlepas dari kursi. Mohon bantuannya." Marwah Jingga melipat tangannya di depan dadanya. ia benar-benar sangat butuh bantuan sekarang ini. Pria itu tersenyum kemudian mendekat. Ia melihat apa yang terjadi pada bagian belakang gadis itu.
"Ini permen karet, kok bisa? Dan MasyaAllah banyak sekali." Pria itu bergumam di belakang Marwah dengan perasaan kasihan.
"Bagaimana dengan peserta nomor 2 sekali lagi, atas nama Marwah Jingga!" Namanya kembali dipanggil dan ia semakin tegang.
"Mas, tolong. Saya bisa gugur nih," Marwah hampir menangis. Ia sudah tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Sementara pria itu masih terus berusaha melepaskan permen karet yang menempel di bagian belakangnya.
🌻🌻🌻
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Normah Basir
jng dulu,merasa menang orang blm bertanding
2024-08-29
0
Isss
gara-gara permen karet🤭
2023-05-06
1
Isss
beda bnget sama Risma di kunjung yg gak tahu dandan dan gak bisa berpenampilan menarik🤭
2023-05-06
0