Bab 2 Keresahan Hati

Marwah akhirnya memulangkan semua santri saat itu juga. Ia harus pergi ke rumah sakit untuk melihat ibunya. Beberapa lembar pakaian ibunya ia bawa begitu pun uang tabungannya yang hanya beberapa lembar saja.

Gadis itu tak sanggup berkata-kata sepanjang perjalanan ke Rumah Sakit dalam boncengan Risma. Hanya airmata dan doa yang mengiringinya sore itu.

Ciiit

Risma menghentikan motornya di depan ruang UGD sebelum membawanya ke tempat parkir. Marwah langsung berlari masuk ke ruangan itu untuk menanyakan kondisi sang ibu.

"Dokter, atas nama Ibu Saidah, dibagian mana ya?" tanyanya pada seorang dokter yang bertugas di bagian depan pada meja layanan di ruangan itu.

"Yang baru saja masuk. Ibu usia 50 tahun," lanjutnya untuk memperjelas pertanyaannya.

"Oh iya, silahkan kesana. Ada di bed nomor 4."

"Makasih dok." Gadis itu segera menyusuri deretan ranjang yang terpisah-pisah oleh tirai berwarna hijau itu.

"Ibu," panggilnya pada Saidah yang sudah nampak siuman. Perempuan tua itu hanya sendiri. Mungkin karena tetangga yang mengantar sudah pada pulang. Maklumlah buka puasa sebentar lagi. Mereka pasti ingin berbuka di rumah masing-masing bersama dengan anggota keluarga mereka.

"Wa'," lirih sang ibu.

"Maafin Marwah ya Bu, karena terlalu sibuk sampai gak jagain ibu sampai seperti ini." Marwah menitikkan airmatanya. Ia meraih tangan kurus Ibunya itu kemudian menciumnya.

Saidah ikut menangis. Ia kasihan pada putrinya yang harus bekerja keras untuk membantunya bertahan hidup. Sejak pandemi, ia sudah tidak bekerja lagi di pabrik. Tubuhnya juga entah kenapa sudah terasa semakin tua dan sakit-sakitan. Ia hanya bisa menjaga warung sembako kecil miliknya yang penghasilannya hanya seberapa.

Marwah Jingga membantunya berbelanja kalau pagi sedangkan kalau sore anak itu mengajar anak-anak mengaji di Musholla. Kalau ada yang berinfaq padanya ia tabung untuk melanjutkan pendidikan. Meskipun itu tak seberapa tapi berkahnya begitu banyak.

"Apa kata dokter Bu?" tanya Marwah dengan hati-hati. Sungguh ia berharap kalau ibunya tidak mengidap penyakit yang berbahaya. Selama ini ia hanya berobat ke puskesmas jika sedang merasa sakit dan lelah. Saidah tak tahan untuk tidak mengeluarkan kembali airmatanya.

"Katanya ibu harus dioperasi nak dari hasil USG itu."

"Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun. Ibu sakit apa?" Seketika tubuh Marwah gemetar. Ia takut dengan kata operasi. Apalagi pembayarannya. Mereka tak punya kartu BPJS yang katanya bisa membantu mereka berobat gratis.

"Ada miyom di dalam dinding rahim ibu nak," jawab Saidah dengan suara bergetar. Ia sungguh tak sanggup mengatakan ini. Tapi apa boleh buat. Ia tetap harus mengatakannya. Hanya Marwah keluarganya. Suaminya sudah lama pergi entah kemana. Sedangkan keluarga yang lainnya tak ada yang pernah melihat mereka karena terlalu miskin.

"Ibu, yang sabar ya, kalau lewat jalur operasi ibu baru bisa sembuh, insyaallah kita akan lakukan." Marwah berkata dengan tegas untuk menguatkan semangat sembuh untuk sang Ibu.

"Biayanya bagaimana Wa' kita sendiri tidak punya uang nak." Marwah tersenyum kemudian menjawab," Marwah akan ke kantor BPJS besok bu. Semoga saja bisa segera diproses."

"Iya nak. Terimakasih banyak ya, kamu sungguh anak yang baik."

"Ibu Jangan berkata seperti itu, aku anakmu. Dan itu adalah kewajibanku untukmu." Saidah tersenyum kemudian mengangkat kedua tangannya ke atas. Ia ingin memeluk putrinya yang begitu baik padanya.

Allohu Akbar

Allohu Akbar

"Alhamdulillah, waktunya berbuka," ucap Risma yang baru muncul di antara mereka. Gadis itu membawa es buah ditangannya beserta takjil yang mereka beli di pinggir jalan tadi.

"Berbuka dulu Wa'," lanjut gadis itu seraya menyerahkan es buah dan juga sebungkus kurma pada Marwah.

"Makasih ya Ris. Bu, coba deh kurmanya. Insyaallah akan jadi obat mujarab untuk penyakit ibu, Aamiin." Marwah meminta ibunya untuk membuka mulutnya agar memakan kurma itu.

"Ibu gak jadi puasa deh hari ini, rasanya sangat menyesal. Bagaimana kalau saat ini adalah ramadhan terakhir untuk ibu, Wa'" Saidah merasakan hatinya menghangat. Ia mulai takut.

"Allah faham kok. Ibu kan lagi sakit jadi ada uzur untuk tidak berpuasa. Insyaallah ibu sembuh dan bertemu dengan ramadhan berikutnya, Aamiin."

Mereka bertiga pun menikmati takjil itu kemudian bergantian pergi ke masjid untuk sholat magrib.

Esok pun tiba. Dokter yang memeriksa sang ibu datang lagi untuk menanyakan kondisi Saidah," bagaimana kabarnya hari ini Ibu?" tanya sang dokter dengan ramah.

"Alhamdulillah, agak lebih baik daripada kemarin. Sekarang sudah tidak terlalu sakit."

"Ah iya Bu. Karena kami sudah menyuntikkan obat anti nyeri kedalam cairan ibu supaya bisa beristirahat dengan baik."

"Makasih banyak ya Dokter."

"Ah iya sama-sama. Tapi meskipun begitu ibu tetap harus menjalani operasi. Fibroid atau miyom ibu yang terdapat dalam rahim berada itu sudah banyak dan juga besar. Untuk itu rahim ibu pun harus kami angkat."

"Ya, Allah. Apa tidak ada cara lain yang bisa dilakukan dokter?" tanya Marwah dengan hati yang sangat khawatir. Dokter itu tersenyum kemudian menjawab.

"Hanya itu cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Memberikan obat-obatan mungkin bisa saja dilakukan jika seandainya fibroidnya tidak terlalu besar seperti ini. Atau jauh-jauh hari sudah diketahui indikasinya. Akan tetapi sekarang hal itu sudah tidak bisa lagi kita lakukan. Ini sudah sangat parah dan berbahaya untuk rahimnya.

Saidah hanya bisa menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Ia begitu takut dengan apa yang didengarnya saat ini.

"Kalau begitu lakukan yang terbaik dokter. Semoga ditangan dokter ibu bisa sembuh."

"Aamiin."

"Baiklah Bu. Jangan khawatir. Ada banyak kok perempuan yang tidak punya rahim masih sehat sampai sekarang. Yang terpenting adalah ibu sehat."

"Iyaa dokter. Terima kasih banyak."

Dokter muda itu pun pergi dasi sana dengan senyum diwajahnya.

"Kenapa kamu berani menyetujui operasi ini Wa' darimana kita akan ambil uangnya." Saidah menatap putrinya itu dengan tatapan sedihnya. Sekarang bukan penyakitnya lagi yang ia pikirkan akan tetapi biaya operasi pun harus ia pikirkan.

"Ibu tidak usah mikirin itu ya, yang penting ibu sembuh. Saya akan ke kantor BPJS saat ini juga. Semoga kita bisa terdaftar. Sekarang saya dan Risma berangkat dulu ya, ibu bisa sendiri kan disini?" Saidah tersenyum kemudian menyentuh kepala putrinya yang berbalut selembar jilbab instan.

"Hati-hati."

"Iya Bu. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Dua gadis itu pun pergi dari hadapan Saidah. Akan tetapi sebelumnya mereka berdua mampir dibagian administrasi untuk menanyakan jumlah biaya operasi itu.

"Karena pasien tidak mempunyai kartu BPJS, itu artinya harus masuk umum ya mbak, 60 puluh juta yang harus disediakan. Dan itu belum termasuk biaya rawat pasien selama beberapa hari di sini."

Marwah Jingga merasakan tubuhnya membeku. Selama hidupnya uang lima juta saja tidak pernah ia lihat apalagi uang sebanyak itu. Rasa optimisnya tiba-tiba menguap entah kemana.

"Ayo, jangan dipikirkan dulu. Kita masih ada jalan lewat BPJS." Risma menarik tangannya untuk segera pergi dari tempat itu.

Untuk perawatan selama dua hari ini berapa?

Apa uang tabunganku cukup, oh tidak.

🌻🌻🌻

*Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?

Nikmati alurnya dan happy reading 😍

Terpopuler

Comments

Normah Basir

Normah Basir

sehat itu mahal

2024-08-29

0

Uya Suriya

Uya Suriya

banyak jalan menuju Roma....!!!

2023-04-12

1

☠ᵏᵋᶜᶟ Fiqrie Nafaz Cinta🦂

☠ᵏᵋᶜᶟ Fiqrie Nafaz Cinta🦂

waduh... itu 60 juta uang semua...... puyeng

2023-04-11

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kabar Baik Dan Buruk
2 Bab 2 Keresahan Hati
3 Bab 3 Kepanikan Sebelum Tampil
4 Bab 4 Langit Runtuh
5 Bab 5 The Real Winner
6 Bab 6 Lamaran Sebelum Tidur
7 Bab 7 Tentang Lamaran Lagi
8 Bab 8 Pertemuan Kedua
9 Bab 9 Perdebatan Di Pagi Hari
10 Bab 10 Malu Sendiri
11 Bab 11 Sebuah Paket Lebaran
12 Bab 12 Besan Tak Jadi
13 Bab 13 Paket Baru
14 Bab 14 Pria Baik Hati
15 Bab 15 Hati Airlangga
16 Bab 16 Jaga Energi
17 Bab 17 Hari Kemenangan
18 Bab 18 Pertemuan Kedua
19 Bab 19 Kebencian Putri
20 Bab 20 Cinta Akan Datang
21 Bab 21 Butuh Pembalut
22 Bab 22 Mencari Ayah
23 Bab 23 Usaha Terbaik
24 Bab 24 Perhatian Sang Dokter
25 Bab 25 Ada Saingan
26 Bab 26 Terima Dan Maafkan
27 Bab 27 Belum Berniat
28 Bab 28 Menjadi Saksi Saja
29 Bab 29 Nyasar Di Lift
30 Bab 30 Kejutan Untuk Risma
31 Bab 31 Saksi Nikah
32 Bab 32 Selamat Berbahagia
33 Bab 33 Malam Pertama
34 Bab 34 Malam Pertama 2
35 Bab 35 Malam Pertama 3
36 Bab 36 Resah Dan Gelisah
37 Bab 37 Sebuah Rasa
38 Bab 38 Batuk Kering
39 Bab 39 Frustasi Lagi
40 Bab 40 Harus Bersabar Lagi
41 Bab 41 Nyasar Lagi
42 Bab 42 Harus Semangat
43 Bab 43 Ada Banyak Hikmah
44 Bab 44 Hari Mendebarkan
45 Bab 45 Pasca operasi
46 Bab 46 Rindunya Putra
47 Bab 47 Kembali Pulang
48 Bab 48 Keinginan Sasmita
49 Bab 49 Teman Rasa Pacar
50 Bab 50 Rindu Yang Menggunung
51 Bab 51 Takut Gempa Lokal
52 Bab 52 Hentikan Mas!
53 Bab 53 Duh, Sakit Mas
54 Bab 54 Sarapan Ala Pengantin Baru
55 Bab 55 Menantu Kesayangan
56 Bab 56 Gara-gara Kartu
57 Bab 57 Permen Karet Cinta
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Bab 1 Kabar Baik Dan Buruk
2
Bab 2 Keresahan Hati
3
Bab 3 Kepanikan Sebelum Tampil
4
Bab 4 Langit Runtuh
5
Bab 5 The Real Winner
6
Bab 6 Lamaran Sebelum Tidur
7
Bab 7 Tentang Lamaran Lagi
8
Bab 8 Pertemuan Kedua
9
Bab 9 Perdebatan Di Pagi Hari
10
Bab 10 Malu Sendiri
11
Bab 11 Sebuah Paket Lebaran
12
Bab 12 Besan Tak Jadi
13
Bab 13 Paket Baru
14
Bab 14 Pria Baik Hati
15
Bab 15 Hati Airlangga
16
Bab 16 Jaga Energi
17
Bab 17 Hari Kemenangan
18
Bab 18 Pertemuan Kedua
19
Bab 19 Kebencian Putri
20
Bab 20 Cinta Akan Datang
21
Bab 21 Butuh Pembalut
22
Bab 22 Mencari Ayah
23
Bab 23 Usaha Terbaik
24
Bab 24 Perhatian Sang Dokter
25
Bab 25 Ada Saingan
26
Bab 26 Terima Dan Maafkan
27
Bab 27 Belum Berniat
28
Bab 28 Menjadi Saksi Saja
29
Bab 29 Nyasar Di Lift
30
Bab 30 Kejutan Untuk Risma
31
Bab 31 Saksi Nikah
32
Bab 32 Selamat Berbahagia
33
Bab 33 Malam Pertama
34
Bab 34 Malam Pertama 2
35
Bab 35 Malam Pertama 3
36
Bab 36 Resah Dan Gelisah
37
Bab 37 Sebuah Rasa
38
Bab 38 Batuk Kering
39
Bab 39 Frustasi Lagi
40
Bab 40 Harus Bersabar Lagi
41
Bab 41 Nyasar Lagi
42
Bab 42 Harus Semangat
43
Bab 43 Ada Banyak Hikmah
44
Bab 44 Hari Mendebarkan
45
Bab 45 Pasca operasi
46
Bab 46 Rindunya Putra
47
Bab 47 Kembali Pulang
48
Bab 48 Keinginan Sasmita
49
Bab 49 Teman Rasa Pacar
50
Bab 50 Rindu Yang Menggunung
51
Bab 51 Takut Gempa Lokal
52
Bab 52 Hentikan Mas!
53
Bab 53 Duh, Sakit Mas
54
Bab 54 Sarapan Ala Pengantin Baru
55
Bab 55 Menantu Kesayangan
56
Bab 56 Gara-gara Kartu
57
Bab 57 Permen Karet Cinta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!