hancur tak bersisa

Dhuk.

Rahmi terbangun dari tidur yang terasa begitu panjang ... Entah sudah berapa jam ia tertidur, ia tidak ingat. Rahmi berjalan pelan keruang tamu, seingatnya ada sebuah jam besar disana.

13:56.

Ternyata ia cuma tidur 2 jam, namun ia merasa telah tidur seharian. Anggap saja itu sebuah anugrah, Rahmi jadi tidak perlu tidur begitu lama.

Rahmi berjalan kekulkas, mengambil bahan dan siap memasak, agar saat Alif pulang ia tidak dimarahi lagi.

Tangan yang kecil itu tampak ceketan melakukan tugasnya, namun tak dipungkiri seberapa ceketan tangannya ia adalah pemula yang baru belajar kurang dari satu minggu. Tangannya terkadang terciprat minyak atau ia yang tidak sengaja menyenggol barang-barang sekitarnya.

Setelah selesai ia menatanya ke atas meja. Menutupnya dengan tudung saji agar tetap hangat. Rahmi menatap kekacauan yang ia sebabkan. Dengan semangat ia membersihkannya, ini bukanlah hal berat. membersihkan rumah yang begitu besar saja ia bisa, apalagi hal kecil begini. Ia sudah tentu dapat melakukannya, setelah selesai Rahmi tersenyum bangga pada dirinya. Hari yang berat harus tetap ia lalui dengan seyuman.

Tidak semua orang jahat, Nak.

Rahmi terus teringat kata Abby, benar tidak semua orang jahat. Contohnya, ia bertemu kelvin yang membantunya, meski kelvin tampak aneh bagi Rahmi.

Rahmi tiba-tiba merasa dirinya kucel. Ia menatap dirinya yang kotor, benar saja ia belum mandi. Tapi kenapa kelvin tidak risih saat bersamanya tadi. Mungkin karna hujan, padahal ia belum mandi dari sejak bersih-bersih kemarin.

Tanpa berpikir begitu lama Rahmi segera membersihkan dirinya, dikamar mandi yang begitu jauh dari ruang utama agar Alif tidak memarahinya. Telah tertanam ketakutan kedalam jiwa gadis itu.

Tanpa terasa langit telah menjadi kejinggaan.

Rahmi diam sebentar memandang langit. Asap sampah dari daun kering yang berterbangan oleh angin. Warna jingga, merah, pink dan langit biru yang indah.

Segerombolan burung terbang beramai-ramai entah mereka kebarat atau keutara, Rahmi tidak tau.

Seutas senyum merekah diwajahnya,

'Meski dunia membenciku aku akan tetap hidup!!!'

...

Prakk!!

Meja yang rapi kini berantakan.

''Beraninya kau memberiku makanan sampah!!!''

''Cyuh!''

Semua yang dibuatnya hancur tak bersisa. Rahmi tidak tau kalau makanan buatannya keasinan, kepedasan, kecut... Rahmi berjalan perlahan merapikan pecahan piring yang dilempar Alif.

Sret.

Pecahan kaca mengiris tangannya, darah mengalir begitu cepat.

'Duhai mata yang berair berhentilah mengeluarkan berlianmu ... Ini hanya luka kecil ... hanya luka ... Kecil.'

''Hiks.''

''Maaf tidak bisa masak dengan benar ... Maaf makanannya tidak enak, maaf tidak dapat berguna, maaf hanya bisa menyusahkan ... Maaf, maaf, maaf ....'' Rahmi memunguti pecahan piring kedalam gengamannya. Darah mengalir menetes sepanjang gadis itu berlutut memunguti beling-beling. Kata maaf selalu terucap dibibirnya, mutiara bagaikan kaca terus mengalir dipelupuk matanya, pipi yang memerah, mata yang bengkak sepanjang malam terdengar suara isak tangis yang bagaikan arwah gentayangan.

...

Pagi telah datang, membangunkan siapapun yang tidak ingin bangun. Berbeda hal hanya dengan sosok gadis bertubuh kecil yang tengah berlari kesana kemari membersihkan rumah itu.

Tak.

Alif turun dari lantai atas, lantai dimana kamar utama terletak, kamar yang seharusnya mereka tinggali.

Alif duduk diatas meja, ia membuka tudung saji dan melihat sebuah makanan sederhana terletak dimeja. Baunya terasa mengunggah seleranya. Ia menyendok nasi goreng sederhana buatan Rahmi.

Tak!

Alif menaruh sendoknya, bukan nasi gorengnya yang tak enak. Tapi Alif yang teringat akan Abbynya, rasa yang sama karna diajarkan oleh orang yang sama.

Alif meninggalkan rumah dalan keadaan yang damai, mungkin ia seharusnya marah seperti dirinya yang biasanya. Tapi kali ini ia diam saja, mungkin dirinya juga telah lelah meluapkan segalanya secara terus menurus.

...

''Hummm ... Tidak dimakan,'' ucap Rahmi pelan dengan sedih, Kemudian ia mengambil nasi goreng itu dan memakannya. Diantara masakan yang ia buat, nasi goreng adalah masakan yang paling dipuji oleh Abby, jadi ia membuatnya pagi ini.

Cuaca yang cerah, menampilkan sinarnya begitu indah.

''Rahmi ingin punya sebuah hobi,'' ucap Rahmi tiba-tiba ditengah-tengah terik matahari. Ia duduk dibangku taman dekat kolam berenang. Ia pikir ia bisa berenang mumpung alif tidak ada. Alif juga baru akan pulang saat matahari sudah terbenam. Namun ia baru sadar, dirinya tidak bisa berenang dan bila kolam itu dalam ia bisa tenggelam.

''Tadi dikulkas ada buah ... Apa Rahmi ambil saja buahnya lalu keluarkan isinya untuk ditanam?''

Rahmi tampak berpikir, seutas senyum merekah diwajahnya. Sepertinya itu bukan ide yang buruk.

...

Syut.

Rahmi tampak kotor dengan tanah yang menempel pada tangan dan juga pakaian-nya. Tapi gadis itu tampak senang, ia memotong segala buah, menyusunnya diatas meja dapur dan mengambil bijinya. Ia menanam semuanya dalam beberapa baris tanah yang telah ia cangkul menggunakan spatula karna ia tak menemukan cangkul. Alif mungkin marah bila tau, tapi Rahmi sudah membersihkannya, lagi pula itu adalah spatula tua yang ia dapatkan dibawah kompor beserta barang lain yang sudah usang yang mungkin saja sudah tidak dipakai karna sudah ada spatula baru yang lebih cantik.

Dengan senang hati Rahmi menyiram para bibit yang telah ia tanam, entah akan tumbuh seperti apa, Rahmi tidak terlalu memikirkannya.

''Kau ... Sedang apa?''

Rahmi tersentak mendengar suara berat yang ia kenal itu, itu adalah suara Alif. Dengan perlahan Rahmi berbalik menatap mata yang memandangnya sinis.

''Sa-say..a.''

Alif melihat kebelakang Rahmi, tanah yang tampak basah dan seperti habis digali.

'Apa yang ditanamnya?' pikir Alif.

Alif berbalik pergi, ia tak mengatakan apapun.

Saat sampai rumah, ia melihat sekitar yang sunyi, ia pikir Rahmi kabur. Entah kesambet apa dia malah mencarinya kemana-mana. Saat menemukannya ia ingin memarahinya, tapi melihat Rahmi yang tersenyum ia malah diam, semua yang ingin dikatakannya tiba-tiba hilang begitu saja.

Rahmi bernapas lega alif telah pergi. Tapi itu hanya beberapa saat saja.

Prak!!!

Rahmi segera berlari ke arah suara pecahan kaca itu. Ia melihat Alif berdiri didepan dapur dengan sebuah piring pecah.

''Masak!!'' Satu kata saja yang diucapnya, kemudian Alif pergi begitu saja.

Rahmi buru-buru membersihkan kaca itu. Ia lupa memasak, ia lupa tugasnya. Tapi dia sedikit bersyukur Alif tidak begitu memarahinya.

Sret!

Luka bekas serpihan kaca belum sembuh dan malah semakin dalam karna Rahmi lagi-lagi memegang beling kaca itu dengan tangan-nya.

''Rahmi tidak akan lupa lagi ... Maaf,'' gumamnya pelan serta air mata yang turun.

Setelah membersihkannya Rahmi memasak untuk Alif, kali ini ia lebih hati-hati agar makanan yang dibuatnya tidak keasinan atau kepedasan.

''Ahkk!!'' Rahmi meringkis kesakitan, tangan-nya terasa perih terkena garam.

''Luka yang belum sembuh kini bertambah ... Ditaburi oleh garam menambah sakit yang diderita ...,'' lirih Rahmi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!