Pernikahan

Rahmi menatap pantulan dirinya dicermin, rasanya ingin menangis. Ia tak mau menikah, tapi tak ada hal yang dapat membuatnya menolak. Berbagai ucapan selamat, malah terasa bagaikan tusukan pisau untuknya.

''Tegang, yah?''

Rahmi menengok, gadis disebelahnya adalah sepupu Alif.

''Mau jalan?''

Rahmi berpikir sejenak, kemudian ia mengangguk pelan. Rahmi dan gadis itu berjalan bersama, ia hanya menggelilingi taman sekitar.

''Hiks.''

Rahmi memandang sosok gadis yang menangis begitu terseduh-sedu dibawah pohon mangga dengan memandang sebuah foto ditangannya.

''Kita, pulang Rahmi.''

Rahmi diam, ia malah melangkah mendekati gadis itu.

''Kenapa kau menangis?''

Gadis itu memincingkan matanya.

''Namaku Aminah. Seseorang akan menikah dengan kekasihku ... Lantas bagaimana aku tidak menangis, bahkan ia yang mengambil kekasihku memandangku dengan sedih.''

Rahmi diam seribu bahasa, ia menunduk begitu dalam. Ingin rasanya ia mengatakan, kalau begitu kau saja yang menikahinya. Namun ia diam, lidahnya tercekat. Bila ada jalan agar ia keluar dari neraka. Kini jalan itu ada didepannya.

Grebb

Zahra menarik Rahmi, ia menarik gadis itu begitu cepat menuju kamarnya, seolah ia tau apa yang dipikirkan Rahmi.

''Dengar Rahmi! Seberapa benci kau pada Alif. Ingat abby! Abby ... Ia sakit! Ia punya janji pada orang tuamu! Ini jalan satu-satunya!! Alif laki-laki yang tidak tau diri itu, tidak akan pernah tau!''

Rahmi diam, ia tidak tau. Lebih tepat-nya ia takut, takut akan dunia yang dihadapinya setelah menikah dengannya.

''Rahmi!! Aku mohon!! Demi Abby! Bertahanlah!''

Rahmi memeluk Zahra. Dirinya menangis, ia takut, takut, sangat takut.

''Aku Zahra!!! Seorang dokter ... Aku tidak bisa berbohong lagi ... Diriku terus memberontak, setiap melihat kondisi abby semakin hari ... Ia semakin digerogoti oleh penyakitnya!! Dan Anaknya yang tak tau diri itu sama sekali tak menyadarinya!! Aku benci dirinya, tapi aku juga benci pada diriku yang takut mengatakan kebenarannya ... Ini rahasia kita. Aku mohon Rahmi!! Tidak-kah kau melihat abby bahagia? Dia bahagia kau akan menikahi anaknya!!''Perlahan seiring perkataan yang diucapkannya, Zahra berlutut didepan Rahmi.

''Aku mohon!! Abby sudah bagaikan ayah pengganti untukku!! Aku tidak bisa melihatnya semakin menderita,'' ucap Zahra dengan air mata yang menetes.

Rahmi menepuk-nepuk bahu Zahra, ia tersenyum dengan senyuman yang begitu menyakitkan.

''Iya, demi Abby. Rahmi akan bertahan,'' ucapnya pelan tapi matanya tak bisa berbohong bahwa yang dikatakannya adalah hal yang paling menyakitkan.

Syut!

TV diruangan itu menyala menampakkan acara yang ada diluar sana, dibalik kamar yang dihiasi dengan indah ini. Diluar sana tampak megah, terlihat laki-laki dengan iris mata tajamnya tengah mengucapkan janji pernikahan.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Muhammad Alif Al-Lail bin Muhammad Chandra dengan Rahmi afifah bin Khaidra al-mahesa dengan mahar seperangkat alat sholat ,Emas seberat 80 gram dan perhiasan seberat 50 gram dibayar tunai."

''Sah?''

''SAH!!''

Zahra melihat kearah Rahmi, pandangan gadis itu tampak kosong. Rahmi seolah kehilangan cahaya hidupnya, gadis itu diam, diam dan diam.

Kini acara mereka akan bertemu, tapi Rahmi masih belum berubah. Ia seolah menolak kenyataan yang ada didepannya.

Rahmi mendekati Alif, ia mencium tangan seseorang yang bagaikan kehidupan nerekanya, Alif mencium puncuk kepala Rahmi, yang selalu dianggap sebagai awal dari kesengsaraan hidupnya.

Semua orang bersorak, tapi tidak untuk kedua insang yang seharusnya bahagia itu. Malah bagi mereka seperti sebuah benderang perang yang memilukan.

Abby, hanya Abby yang tampak begitu bahagia. Ia menyambut para tamu dengan wajah berseri, ia bahkan bercanda dengan para sahabat lamanya. Sangat berbeda dengan kedua mempelai, Rahmi dan Alif tampak kaku. Alif selalu bersikap dingin dan Rahmi yang takut selalu menunduk.

''Selamat,'' ucap Aminah menatap kedua mempelai yang kini menyandang status suami-istri.

''Iya,'' ucap Alif singkat. Ia memalingkan wajahnya, hatinya terluka. Namun apa yang bisa diperbuat. Melawan ayahnya? Ia tak sebejat itu untuk perang dingin dengan keluarga yang satu-satunya ia punya, selama penolakan pun, ia sudah merasa bagaikan anak durhaka pada Abbynya. Tapi ia tetap tidak bisa menerimanya.

Aminah terdiam, ia memandang Rahmi cukup lama. Gadis itu tidak salah ... Takdir-lah yang patut ia salahkan, gadis itu bahkan ketakutan. Alif pasti membencinya, gadis itu juga memiliki mimpi. Terlihat diwajah Rahmi ia tidak bahagia, Aminah yakin ia juga terpaksa.

''Jangan menyakiti istrimu. Meski kau tidak mencintainya ... Anggap saja ini permintaan dari orang yang kau pernah cintai,'' ucap Aminah, ia memandang dengan kepedihan. Meski ia menolak untuk mengasihani Rahmi yang merebut kekasihnya, tapi Hatinya tak sanggup memandang gadis yang selalu menunduk dengan mata yang memperlihatkan luka yang begitu dalam. Ia membuang segala egonya hanya untuk kebahagian orang lain.

Alif diam, suaranya tercekat. Ingin rasanya ia berteriak mengatakan bagaimana bisa kau berpikir seperti itu disaat orang yang duduk disebelahku bukan kau, malah seorang perempuan yang jauh dari agama. Teganya kau mengatakan hal semenyakitkan itu padaku ... Dimana hatimu? Setelah yang kita lalui bersama ... Kita tinggal menunggu persetujuan abby, lalu kita bisa menikah. Sejuta katanya tercekat dengan perasaan yang menyakitkan, mungkin sebelum ia berhasil mengeluarkan semuanya ia sudah menangis lebih dahulu.

''Kalau begitu, Aku pamit ... Sekali lagi selamat,'' ucap Aminah kemudian berlalu pergi.

Meski ingin menyapa Rahmi, hatinya tetap tidak akan kuat. Ia memilih untuk pergi, bila hatinya sudah dapat menerima segalanya. Ia akan menemui gadis itu, ia akan menjadi temannya. Meski mereka akan memandangnya dengan aneh, ia ingin menjadi teman gadis itu. alasannya sederhana, mata yang selalu kesepian itu membuatnya tak bisa menahan diri. Biarlah ia dikatakan munafik, egois, naif, ia tak peduli.

Alif duduk, dengan pandangan yang tajam. Rahmi menelan ludahnya, ia takut, Alif sedang dalam keadaan tidak begitu baik.

Seseorang dengan stelan rapi datang membawa hadiah dengan asistennya. Sebenarnya ia datang karna iseng, ia datang karna hanya terlalu bosan dengan pekerjaan dikantornya yang menumpuk.

''Selamat, Tuan Alif.''

Alif berdiri menyambut tamu itu, senyumnya mengambang, senyum seorang profesional.

''Mana istrimu?''

Alif terpaku cukup lama, wajah orang itu tampak berkerut, ia melirik gadis yang selalu menunduk itu.

''Ini istriku, Rahmi,'' ucap Alif singkat.

Rahmi maju kedepan memperlihatkan wajahnya.

''Halo.. Salam kenal,'' ucap Rahmi tersenyum canggung.

Orang itu diam, ia terkejut wajahnya tampak sangat terkejut. Alif mengalihkan pandangannya.

''Star ... .''

Rahmi memiringkan kepalanya bingung, ia menatap orang dihadapannya dengan khawatir.

''Benar!! Aku tidak salah!!!''

Ia berjongkok berlutut dihadapan Rahmi, senang bertemu dengan Anda!!!'' ucapnya dengan lembut.

Alif terkejut, ia memerhatikan mereka dengan bingung. Tapi terbesit rasa kesal dihatinya, dirinya masih kesal mengingat kekasihnya malah berwelah asih dengan orang yang mengambil posisinya.

''Ah! Anu ... Ma-maaf.'' Rahmi mundur beberapa langkah.

''Ahk! Maaf saya mengagetkan Anda ... Kalau bisa bertemu lagi, itu adalah takdir,'' ucapnya berdiri dengan senyuman yang menawan. Kemudian ia pergi meninggalkan pertanyaan dikepala gadis itu.

....

Waktu berlalu begitu cepat, Rahmi gadis itu menatap ruangan milik suaminya.

Ia telah mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai.

Rahmi berjalan kekasur, ia naik untuk tidur lebih awal.

''Apa yang kau lakukan?''

Rahmi menengok, ia menunduk melihat Alif yang menatapnya dengan tajam.

''Ti-tidur,'' gugup Rahmi.

Alif memicingkan matanya, ia menunjuk kearah sofa dan dengan sinis berkata, ''Kamu tidur disofa sana.''

Rahmi menahan air matanya yang akan jatuh dengan perlahan ia berjalan kesofa, merebahkan tubuhnya yang kecil.

Malam semakin larut, tapi Alif sama sekali tidak bisa tidur. Meski matanya mengantuk, seberapa lama ia terpejam kesedarannya tidak bisa hilang. Mungkin ini hukaman untuknya karna membuat istrinya tidur disofa.

Alif bangun, ia memandang tubuh mugil yang kedinginan itu. Terbesit rasa bersalah, Alif bangun ia mengambil selimut dalam lemari dan menyelimuti Rahmi.

''Apa yang kulakukan?!!'' gumam Alif menggusap rambutnya kasar.

Ia kembali keranjang, sudut bibirnya terangkat tanpa ia sadari dikala Rahmi tidak lagi kedinginan. Alif kembali memejamkan matanya, dan kali ini ia sudah dapat tertidur dengan lelap.

Terpopuler

Comments

Liu Zhi

Liu Zhi

gedeg bgt sm Alif

2023-04-19

0

Liu Zhi

Liu Zhi

ah sedih, Aminah sebaik itu lho

2023-04-19

0

Liu Zhi

Liu Zhi

serius jd kesel sm Alif

2023-04-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!