Pergi

Terkadang kita harus membuang untuk merelakan, merelakan untuk menerima. Hal menyakitkan akan terasa lebih melegakan bila menyingkirkannya.

Kini Rahmi kembali dihadapkan dalam hal menyakitkan dalam hidupnya. Pelindungnya satu-satunya akan jauh darinya, suaranya tercekat. Ia kembali dengan dirinya yang terbedaya dengan sebuah alasan kuno yang tak bisa dilawan dari masa ke masa, 'Ia tak punya kekuatan untuk melawan.'

''Alif!! Kau mau kemana membawa koper?!!'' tanya Abby.

Sebuah pagi yang harusnya bahagia, malah bagaikan kehancuran. Pagi-pagi Alif bangun mengemasi barangnya dan menarik Rahmi tanpa belas kasih, meski gadis itu masih tertidur lelap.

''Kerumah yang baru!!!'' Alif menyentak tangan Abbynya, ia telah melupakan sosok penuh welah kasih yang merawatnya seorang diri.

''Nak!! Jangan tinggalin Abby!!!'' ucap Abby dengan mata berkaca-kaca.

Alif memalingkan wajahnya, ia seolah tau dirinya akan terjatuh dan keputusannya akan goyah bila menatap mata laki-laki yang ada didepannya.

Rahmi diam, ia merutuki dirinya. Ia teringat apa yang diucapkan zahra. Abby sakit, tapi ia tidak berdaya, ia tak memiliki keberanian untuk mengatakannya. Bibirnya selalu tercekat dikala dirinya ingin berteriak, bahwa sosok yang telah tua ini sakit.

Tapi lagi-lagi ia hanya diam sambil memeluk Abby, dengan perasaan yang tidak ingin berpisah.

''Rahmi!!''

Rahmi berjalan pelan meninggalkan Abby, ingin rasanya tinggal tapi dirinya tetap tidak berani untuk melawan. Abby menatap Rahmi sambil tersenyum, sudut bibirnya mengucapkan sebuah kata yang membuat Rahmi rasanya ingin menangis sejadi-jadinya.

Abby bilang padanya Abby baik-baik saja.

''Lelet!! Jalan yang cepet!!''

Brak!

Alif membanting pintu mobilnya, membuat Rahmi terkaget-kaget. Sekeras mungkin ia menahan suaranya, agar Alif tidak marah lagi.

Pelindungnya telah pergi, sekarang siapa yang akan melindungi gadis yang jauh dari rumah itu. Gadis yang menempuh jalan sulit, gadis yang tak pernah merasakan susahnya kehidupan.

Perjalanan terasa begitu panjang, kediaman yang damai tenang mulai berganti dengan perkotaan yang berisik. Rahmi, ia terkagum saat melewati gedung-gedung pencakar langit itu yang entah sudah berapa lama berdiri, namun sang pendiri sudah tak berdiri lagi.

''Turun!''

Rahmi turun secara perlahan, Alif membuka bagasi mobil membawa kopernya. Ia melirik Rahmi dan dengan kesal melemparkan koper kecil untuk gadis itu.

''Itu kopermu!''

Rahmi sekuat tenaga menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.

''Jalan yang cepat!!''

Rahmi berlari dengan sekuat tenaga sambil menarik kopernya, Rumah yang begitu besar dan megah itu kini tampak cemerlang dimata Rahmi.

''Wah ....''

Sebuah kata kekaguman malah membuat Alif kesal, baginya Rahmi adalah kesialan yang dimilikinya.

Brak!

''Kamu!! Mulai saat ini!! Bersihkan tempat ini sampai bersih!!! Saya tidak mau lihat ada debu!!Jangan pernah anggap dirimu sebagai istriku!!! Kamu adalah pembantu!!''

Alif melempar kopernya, ia tanpa perasaan menatap sinis Rahmi. Kelembutan, kebaikan, cahaya, semua sudah hilang dari laki-laki yang ada dihadapan Rahmi. Segala yang diajarkan Abby-nya dari kecil hilang begitu saja.

''B-baik ...,'' ucap Rahmi dengan menunduk dalam.

Tidakkah Alif kasian dengannya? Gadis yang memiliki tubuh kecil, yang tangannya sangat kecil dan rapuh akan bekerja bagaikan kuli untuk rumah yang harus dibersihkan oleh 20 pelayan. Tapi dia tidak peduli, hatinya beku oleh takdir yang tak bisa diterimanya.

Brak!!

Pintu yang terbanting keras, meninggalkan Rahmi seorang diri dalam rumah yang gelap dengan sejuta hal yang membuat gadis itu tersiksa bagaikan dineraka.

Rahmi menarik koper Alif dengan susah payah menuju kamar terdekat. Saat membuka pintu, debu bertebaran dimana-mana.

''Huk,huk!!''

Rahmi menutup hidungnya, ia berjalan mengelilingi rumah itu, mencari alat pembersih. Pertama-tama ia harus membersihkan kamar itu.

Setelah dua jam berlalu gadis itu akhirnya menemukan sebuah kain dan air. Rumah itu belum bisa terpakai, belum ada air yang menyala, ia mengambil air dari kolam yang ada diluar dan kain yang didapat dari rak tertinggi yang ada didapur.

Rahmi bekerja tanpa lelah, ia membersihkan kamar itu dengan keras agar tidak ada debu disana.

''Ah!! Syukurlah, sudah bersih!!'' ucap Rahmi. Akhirnya ia bisa memasukkan koper Alif dan juga kopernya.

Gadis itu menatap seluruh seisi rumah, berapa lama akan bersih dengan dirinya seorang.

...Rahmi, percayalah pada kuasa Allah, tuhan yang telah menciptakan kita tak akan selalu diam. Ia maha melihat, lagi maha mendengar....

''Pasti bisa!!'' ucap Rahmi menyemangati dirinya.

Dengan keras Rahmi kembali berushaa membersihkan seisi rumah. Menit berganti jam, hari yang terang kini terlihat gelap.

Ckelk!

Alif menatap seisi rumah, matanya memincing saat melihat Rahmi yang kucel dan terlihat kotor membersihkan lantai sambil menunduk-nunduk.

''Kau ... Kenapa belum bersih?!!''

Bentakkan Alif membuat Rahmi tersentak, dirinya buru-buru berdiri menghadap Alif.

''Ma-maaf ... Ka-kak.''

''Kak? AKU BUKAN KAKAKMU!!! Dengar yah!! Kau pembantu disini!!!''

Rahmi memegang dadanya yang terasa sesak, dirinya terasa begitu tersakiti.

''Maaf, t-tuan,'' ucap Rahmi dengan menunduk begitu dalam.

''Tuan? Siapa Tuanmu!!'' ucap Alif kesal, perkataan yang Rahmi ucap tiada satupun yang membuat hatinya merasa lebih baik.

''Mana koperku?'' tanya Alif mengedarkan pandangannya.

''Dikamar sana.'' Dengan takut Rahmi menunjuk kamar yang ada diujung.

Alif berlari dengan cepat, dengan hati-hati Rahmi mengikutinya dari belakang.

''Kau menaruh koperku dikamar pelayan?!!!''

Kemarahan yang tak beralasan, hanya mencari sebuah kesalahan untuk melampiaskan kepada orang yang dianggap bersalah karna tidak memiliki orang lain untuk disalahkan, maka manusia akan memilih yang paling lemah dan tidak akan melawan.

''Ma-maaf.''

Tubuh Rahmi gemetaran, dirinya takut menatap laki-laki yang dalam kemarahan.

''Tidak becus!! Tidak berguna!! Jangan harap bisa tidur tanpa membersihkan seluruh rumah ini!!!''

Deg!

''Ahk, B-baik.''

Manusia, terkadang takut melawan yang lebih terlihat kuat darinya, sehingga mereka tidak pernah melawan. Padahal diamnya malah membuat mereka diinjak-injak. Rahmi lagi-lagi hanya diam, menuruti dan tak melawan karna ia tidak memiliki kekuatan untuk melawan, ia tak memiliki siapapun.

Brak!!

Alif melempar koper Rahmi keluar dari kamar tersebut dengan sinis ia berkata, ''Kamu tidur diluar, jangan pernah berharap kamu bisa tidur disebuah kamar!!''

Dengan gemetaran Rahmi mengambil kopernya, ia berjalan lunglai dan kembali membersihkan rumah itu.

Detik, menit, jam, hari. Kini matahari sudah terlihat akan terbit, tapi sosok gadis masih bekerja dengan begitu keras. Bekerja tanpa imbalan, bekerja bagaikan budak, bekerja bagaikan seorang yang akan mati bila tidak melakukannya.

Disisi lain, seseorang tertidur dengan mata yang hitam, ia tidaklah tidur dengan nyenyak. Sejuta cara ia mencoba tidur, namun mata itu tak bisa tidur. Akhirnya ia minum obat tidur, tidurpun ia merasa tak nyaman.

Sementara Rahmi gadis itu bernapas lega disaat semua sudah bersih. Ia menarik kopernya kearah dapur, ia melebarkan sebuah kain. Ia tidur diatas kain itu, diujung dapur yang tak akan dilihat siapapun.

Terpopuler

Comments

Liu Zhi

Liu Zhi

ah jd mau nangis, Thor. Sedih lihat Rahmi

2023-04-19

1

Liu Zhi

Liu Zhi

serius dah Alif ada masalah apaan sih

2023-04-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!