Bab 5 | Pagar Makan Tanaman

Arsyil beranjak dari duduknya lalu menghampiri Nadira, wanita itu sedikit mundur dan berjaga-jaga jikalau lelaki itu melakukan hal gila lagi. 

"Dira, kamu mau kemana?" tanyanya lembut. 

"Aku mau ke kamar, memangnya kenapa?" Menatap Arsyil sembari mengerutkan kening. 

"Enggak, nanya aja. Itu, barang-barangmu gak ada di kamar kita, bajumu juga. Kemana perginya semua itu."

"Ehm, jadi begini. Mulai hari ini kamar kita masing-masing."

"Kenapa gitu? Kita suami istri masa tidur terpisah?" Arsyil tidak terima dengan keputusan Nadira.

"Aku butuh ketenangan, dan aku gak bisa tenang bila selalu dekat dekat dengan kakak, lama-lama aku bisa hamil."

Arsyil mengernyitkan dahi atas penuturan Nadira, bukankah sah-sah saja dia melakukan itu. Toh juga memang haknya, lalu apa yang salah pikir lelaki itu. 

Arsyil tersenyum geli sambil menggelengkan kepala. "Dira, itu karena kamu istriku. Kalau kamu bukan istriku mana mau aku menyentuhmu."

"Hugh! Bisa gila aku menghadapimu, Kak." Nadira jengkel. Dia meremas jari-jari seolah meremukkan tubuh Arsyil, lalu segera pergi dari hadapan laki-laki itu. 

"Seberapa pun kamu menghindar, dimana pun kamu bersembunyi, jika aku menginginkan kamu maka aku akan mendapatkanmu," seloroh Arsyil membuat langkah Nadira yang sudah di anak tangga terhenti. Mata wanita itu melotot, sungguh laki-laki macam apa yang sudah menikahinya pikir Nadira. 

Nadira  melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam kamar. "Ini gila! Aku seperti terjebak dalam kandang serigala," ujar Nadira sambil bersandar di daun pintu. 

Nadira mengempas tubuhnya ke atas kasur, rasa jengkel memenuhi hatinya. "Kenapa harus seperti ini sih?" lirihnya. 

"Kenapa aku harus terjebak dengannya, aku benci hidup ini!" Nadira mengubah posisi jadi tengkurap, dia menangis tersedu sambil memukul-mukul kasur. 

"Bisa saja aku pergi dari rumah ini, tapi mama? Mama begitu percaya pada kak Arsyil, padahal mama tau dia itu hanya temanku. Aku gak sanggup lihat mama kecewa." batin Nadira. 

Teringat lagi ucapan mama Nita saat dirinya akan melangsungkan akad nikah dengan Arsyil. 

"Gak tau kenapa Mama lihat kamu sama Arsyil tu senang, rasanya lega gitu." ujar bu Nita sambil menatap pantulan Nadira yang berbalut kebaya putih di cermin. 

"Arg! kenapa? kenapa?" Nadira memukul-mukul kepalanya pelan. 

"Padahal mama kenal kak Arsyil baru sebentar. sementara, Erza mama sudah kenal lama gak pernah ngomong gitu. Apa sih yang mama lihat dari lelaki itu kok bisa-bisanya begitu yakin. Hem, bukannya dimana-mana orang tua itu ingin anaknya punya suami yang kaya tapi kenapa mama malah senang aku menikah dengan laki-laki yang kekayaannya gak sebanding dengan Erza," batin Nadira. 

"Erza, Erza. Sepertinya aku harus mencari cara agar bisa balikan lagi sama dia. Bagaimanapun aku masih mencintainya, aku yakin yang dikatakannya kemarin bohong. Gak mungkin gampang banget ngeluapain hubungan yang sudah berjalan empat tahun lebih. Pasti kemarin Erza ngomong gitu karna masih marah sama aku, masih kecewa sama aku. Hum, sekarang aku harus berusaha meluluhkan hati Erza lagi," Monolog Nadira sembari menyeka sisa air mata. 

Terdengar pintu kamarnya di ketuk oleh Arsyil seraya memanggil namanya. "Oh Tuhan, kenapa dia selalu menganggu ketenanganku." Melirik ke arah pintu tanpa berniat membukakannya. 

"Dir, Dira!"

"Kamu udah tidur, Dir?" 

Nadira beranjak lalu mematikan lampu. Wanita itu memilih untuk tidur dibanding menemui suaminya.

"Mungkin sudah tidur," gumam Arsyil. Lelaki itu kemudian berbalik menuju kamarnya. 

...*****...

Di sebuah apartemen, Luna dan Erza  tengah menikmati kebersamaan mereka, tak lupa minuman beralkohol sebagai pelengkap. Menghabiskan malam dengan suka cita tanpa peduli jika ada orang telah mereka buat menderita. 

"Sayang, kenapa kamu lebih memilih aku dibanding Nadira?" Menuangkan minuman ke dalam gelas Erza. 

"Memangnya penting ku katakan padamu?" Lalu menenggak minuman di tangannya. 

"Aku hanya ingin tahu, mengingat hubungan kalian sudah berjalan selama empat tahun lebih dan akhirnya kamu berbelok padaku?" Luna menyilang Kan kaki.  

"Hem, aku tahu kamu menyukaiku sejak lama, Lun."

"Oh ya ampun! Kamu tahu dari mana?" 

Bukannya menjawab pertanyaan Luna, lelaki itu malah tergelak. 

"Aku jadi malu." Luna menutupi wajahnya dengan tangan. 

"Kenapa harus malu, aku justru menyukai wanita yang lebih agresif dan berani sepertimu. Sekarang, turunkan tanganmu." Melepaskan tangan Luna agar tidak menutupi wajah lagi. 

Erza semakin mendekatkan tubuh dan wajahnya pada Luna, menatap dengan lapar wanita seksi di depannya. Saat bibir Erza hampir menyentuh bibir Luna, wanita itu mendorong wajah lelaki yang sudah di selimuti kabut gairah itu.

"Sabar dulu sayang," ucap Luna manja. 

"Kenapa? Aku sudah gak tahan lagi," sahutnya dengan suara serak. Bau Alkohol menyeruak ke hidung Luna. Namun, bukanlah masalah bagi wanita itu. 

"Katakan dulu, mengapa kau memilih aku di banding Nadira yang memiliki segalanya. 

Erza mengatur posisi duduknya, lalu ia berkata, "Aku bosan dengannya, dia seperti cewek udik aja."

"Hanya itu?" 

"Dia gak bisa ajak seperti ini." Erza langsung menggulingkan Luna dan menindih tubuh wanita itu. Luna cukup terkejut dengan serang lelaki itu. 

"Aku benci, dia sok suci! Aku ini lelaki normal, wajarlah kalau aku bosan dan berpaling, siapa yang mau sama dia yang seperti cewek udik. gak bisa diajak senang-senang."

"Hahaha, bodohnya Dira. Lihat akibat ke-sok sucinya dia sudah kehilanganmu."

"Tapi, sekarang kan sudah ada kamu sayang." Menyelipkan rambut Luna ke balik telinga. 

"Makanya aku lebih memilih kamu yang paling bisa menyenangkan aku," tambah Erza. 

"Uh sayang, terima kasih sudah memilihku. Aku cinta kamu." Menangkup pipi Erza. 

"Lalu kenapa harus menjebaknya?" tambah Luna. 

"Biar seolah dialah yang mengkhianati aku."

"Haha! Kamu pintar sekali sayang," seloroh Luna. 

"Tentu saja, berkat bantuanmu juga."

"He'em." Luna meliuk manja. 

Tak menunggu lama, Erza menyatukan bibirnya dan bibir Luna, bertukar ludah dan saling membelit lidah. Aksi mereka semakin liar dan saling menuntut. 

"Sayang, bagimana kalau aku hamil," ujar Luna khawatir sembari mengangkat wajah Erza. 

"Tenang, aku bukanlah orang yang ceroboh. Bukankah kita sudah sering melakukan ini?" 

"Baiklah," sahut Luna. Erza kembali melanjutkan aksinya, dan permainan panas pun terjadi. 

...*****...

Seusai sarapan pagi Nadira melenggang dengan santai menuju mobilnya, tentunya dengan mood yang bagus. Nadira meraih handle pintu mobil, tak sengaja matanya menangkap ban mobilnya yang kempes. 

"Loh, kok bisa kempes? Perasaan semalam baik-baik aja," gumam Nadira, melirik ban mobilnya. Wanita itu mendengus kesal sembari menendang ban mobilnya yang kempes, moodnya mendadak rusak. Disaat bersamaan, Arsyil datang dan melihat wajah sang istri yang masam.

"Belum berangkat?" tanya Arsyil berhenti di depan Nadira. 

"Kalo aku udah berangkat gak mungkin aku masih di sini!" ketusnya sambil memasang wajah sinis. 

"Benar juga ya. kenapa belum berangkat?" 

"Ban mobilku kempes, ini aku lagi nunggu taksi online," bohong Nadira, dia tidak ingin lelaki itu mengantarnya. 

"Ayo aku antar." Meraih tangan Nadira hendak membawa menuju mobilnya. Namun, tangannya di hempas oleh sang istri. 

"Dir …."

"Aku udah pesan taksi online," tolak Nadira. 

"Dir, kenapa kamu lebih memilih pesan taksi online daripada minta antar aku. Aku suami kamu lho."

Nadira hanya diam seraya menghela nafas kasar, harus berapa kali dia mengatakan agar lelaki itu mengerti. 

"Ya sudah, aku tunggu kamu sampai taksinya datang."

"Gak usah," tolak Nadira, dirinya panik karena sebenarnya dia sedang tidak menunggu taksi online, bahkan dia belum memesannya. 

"Kenapa?" 

"Gak pa pa, nanti kamu telat," ujar Nadira sekenanya. 

"Demi kamu, apapun itu akan ku lalui."

"Lebay!"

Tiba-tiba tubuh Nadira serasa melayang, wanita itu terkejut karena Arsyil menggendongnya. Nadira memberontak. Namun, Arsyil tidak menurunkannya. 

Nadira dimasukkan ke dalam mobil Arsyil, setelahnya lelaki itu juga masuk duduk di kursi kemudi. 

"Biar aku antar, aku tahu kamu bohong." Menyalakan mesin mobil. 

Nadira semakin jengkel, rasanya dia ingin memaki-maki lelaki di sampingnya itu. Namun, hanya menghabiskan energi, membuat lelah saja, karena lelaki itu menganggap ucapannya hanya angin lalu. Jadi, Nadira memilih diam saja sambil memandang ke luar jendela. 

Arsyil menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah, entah apa tujuannya. Hati Nadira serasa mau meledak karena terlalu jengkel. Namun, untuk mengeluarkan kata-kata kasar jiwanya terasa lemas. 

Tak lama kemudian mobil berhenti, mereka terjebak macet. Nadira menegakkan duduknya menatap deretan mobil yang tidak bergerak di depannya. Lalu memandang sang suami yang terlihat santai. Saat itu juga emosi Nadira meledak. 

"Semua ini gara-gara kakak yang bawa mobil selambat keong! Kalo tadi aku naik taksi online pasti sudah nyampe di restoran. Kenapa sih kak, kamu tu selalu buat aku emosi? Tau gak sih, Kak? Ngerasa gak kalo aku tuh benci banget sama kakak!" Menatap nyalang sang suami. 

"Kalo gini bisa telat," gerutu Nadira sambil menyandarkan tubuh di kursi. 

"Dira …." 

Bersambung…. 

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!