Nadira bersiap hendak pergi ke restoran miliknya setelah dua hari meliburkan diri. Wanita itu menghias wajah dengan riasan natural khasnya.
"Sayang, bisa tolong bantu aku," pinta Arsyil sembari berjalan mendekati sang istri yang berada di depan meja rias.
"Jangan panggil aku sayang, karena aku bukan sayangmu!" ucap Nadira datar sambil terus menggambar alis.
Sejak apa yang dilakukan Arsyil dua hari yang lalu, Nadira berubah benci kepada lelaki itu.
"Tapi aku menyayangimu, istriku."
Nadira jengah, memutar bola mata malas sambil terus menggambar alis.
"Sayang, bantu aku sebentar."
"Bantu apa?" ketusnya sambil menghentikan kegiatan mengukir alis dan memandang sang suami lewat cermin.
"Bantu aku memasang dasi."
Malas berdebat, Nadira segera bangkit dan memasangkan dasi sang suami. Berharap setelah itu Arsyil keluar dari kamar. "Oh Tuhan … gak bisakah hidupku tenang tanpa gangguan dari orang ini," batin Nadira meratap.
Arsyil mengamati wajah cantik wanita pujaannya yang fokus memasangkan dasi, kemudian mendaratkan sebuah kecupan di kening sang istri, Nadira terkejut dan segera menjauhkan diri dari sang suami.
"Jangan lancang!" Menghapus bekas ciuman Arsyil di keningnya. Lelaki itu menghela napas. "Terima kasih sayang," ucapnya.
"Kamu ngapain masih di sini?" ketus Nadira, geram melihat sang suami masih setia berdiri di tempatnya.
"Nungguin kamu selesai dandan, kita turun sama-sama ya?"
"Tunggu aja aku di meja! Aku pusing terus-terusan melihat wajahmu!"
"Baiklah, istriku." Dengan hati sedih Arsyil keluar dari kamar.
"Aku kangen kamu yang dulu, Dir. Dira yang baik dan manis," batin Arsyil sambil menutup pintu.
"Lihat aja! Akan ku buat kamu gak betah hidup sama aku dan kamu sendiri yang akan menceraikan aku." Menatap pintu yang baru saja tertutup sembari menyilangkan tangan di dada dan tersenyum jahat.
Selepas kepergian Arsyil, Nadira mengirim pesan kepada Erza meminta bertemu siang ini.
...*****...
Nadira melenggang ke dalam restoran, beberapa karyawan menyapanya dan dia membalas dengan senyuman. Kaki wanita itu melangkah ke lantai tiga dimana ruangannya berada.
Wanita itu masuk ke ruang kerja dan mendapati Luna sedang berkutat dengan laptopnya.
"Ngapain Lun?" tanya Nadira sembari mendudukkan diri di kursi kerjanya.
"Lagi input data Buk," sahutnya tanpa mengalihkan perhatian dari laptop.
"Heh, berkali-kali dibilangin. Kalau cuma berdua panggil Dira aja."
"Eh maaf, Dir. Suka lupa hehe, tapi kan disini kamu bos aku." Menghentikan kegiatannya lalu menatap Nadira.
"Dasar!" Nadira mengeluarkan laptop lalu menaruhnya di atas meja.
Tak lama seorang pelayan mengetuk pintu, Dira mempersilahkan pelayan yang membawakan camilan dan minuman itu masuk.
Selepas kepergian pelayan tersebut, Nadira menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Erza pada Luna, tetapi ia tidak menceritakan tentang rumah tangganya dengan Arsyil.
Ia bercerita berharap sahabatnya itu dapat membantu, mengingat nomor Erza tidak bisa dihubungi. Bahkan dirinya mengirim pesan hanya centang satu abu-abu.
"Lun, gimana?" Melirik Luna yang kembali sibuk dengan laptopnya.
"Eh maaf, Dir. Aku gak denger, soalnya lagi fokus input. Takutnya ada yang salah," bohong Luna. Wanita itu pura-pura tidak mendengar.
Nadira kembali menceritakan keinginannya untuk bertemu dengan Erza.
"Ehm. Gimana ya, Dir. Bukannya aku gak mau bantu nih. Tapi aku juga gak tau kabarnya Erza sekarang, setelah kamu nikah sama si Arsyil itu, benar-benar ilang seperti di telan bumi."
"Kirain dia ada hubungi kamu, nanyain aku kek, atau cerita sedihnya karena aku nikah gitu." Nadira merasa kecewa.
"Dia marah kali ya? Kecewa banget pasti. Makanya dia gak kontak aku ataupun kamu biar gak terus-terusan ingat sama aku yang udah jadi istri orang."
Luna hanya mendelikkan bahu, ia tidak terlalu menanggapi Nadira. Lagipula dia tidak perduli.
"Lun! kamu diam aja sih!" kesal Nadira seraya melirik Luna yang sibuk dengan pekerjaannya.
"Eh, maaf, Dir. Jangan diajak ngomong dulu, takutnya salah ini. Mana banyak banget lagi," keluhnya.
"Iya deh!" Menghela nafas lalu membuka laptopnya.
"Untung kerjaan banyak, jadi selamat kan. Sepertinya aku harus sering-sering menumpuk pekerjaan. Huh, dasar bodoh!" batin Luna sembari tangannya lincah menari di atas keyboard.
...*****...
Jam makan siang, Nadira memutuskan mendatangi kantor Erza, dia akan menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi. Lelaki yang tidak pernah menghubunginya lagi setelah kejadian di hotel sebulan yang lalu membuat rindu di dadanya semakin menggebu.
Tadinya dia ingin mengajak Luna menemui Erza, tapi sahabatnya itu menolak karena sudah ada janji dengan kekasihnya.
Ya. Sahabatnya yang bertahun-tahun jomblo itu kini sudah memiliki kekasih. Nadira ikut senang, meski Luna belum mengatakan siapa kekasihnya. Sebagai sahabat Nadira mendoakan yang terbaik untuk Luna.
Dengan mantap, Nadira melangkah ke ruangan sang kekasih. Tak perlu izin baginya karena karyawan di sana sudah hafal dengannya sebagai kekasih bos mereka.
Nadira berharap Erza dapat menerimanya kembali setelah mendengar penjelasan darinya. Sungguh cintanya terhadap Erza sudah mengakar kuat di hati Nadira.
Dengan jantung berdegup kencang, wanita itu mengetuk pintu ruang kerja Erza. Namun, tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, Nadira membuka sedikit pintu ruangan itu guna melihat keadaan di dalam. Kosong, tidak ada siapapun.
Nadira menutup pintu lalu berbalik. di saat bersamaan, Lily yang merupakan sekretaris Erza lewat. Nadira langsung saja menanyakan keberadaan kekasihnya.
"Ly, kok Erza gak ada di ruangannya?"
"Oh, pak Erza barusan keluar."
"Kamu tahu dia pergi kemana?"
"Maaf, soal itu saya kurang tau. Saya permisi dulu ya, Bu," pamit Lily kemudian meninggalkan Nadira yang masih berada di depan ruangan bosnya.
Nadira kemudian memutuskan menunggu di loby sampai Erza kembali. Sungguh rindu di hatinya sudah menggunung hingga dia rela menunggu berjam-jam sampai melupakan perkerjaannya sendiri.
Matanya terus mengawasi parkiran, kalau kalau mobil Erza muncul. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan lelaki itu, lelaki yang sudah mengisi seluruh ruang hatinya.
Tiga jam lebih Nadira menunggu barulah orang yang ditunggu muncul. Senyum Nadira merekah lalu segera berlari menghampiri Erza. Dengan tidak tahu malunya, Nadira menghambur memeluk Erza tanpa peduli jika ada mata yang melihat. Hidung Nadira menangkap bau parfum yang Familiar, tapi bukan parfum Erza. Namun, Nadira tidak mempedulikan itu.
"Sayang, aku kangen banget sama kamu." Erza melepaskan pelukan Nadira, dia mendorong sedikit tubuh wanita itu agar tidak terlalu dekat dengannya. Nadira terkejut mendapat perlakukan seperti itu, kekasihnya seakan jijik bersentuhan dengannya.
"Sayang, ada yang harus aku katakan. Kamu harus dengar penjelasan aku."
Erza tidak mempedulikan Nadira, dia langsung berjalan meninggalkan Nadira menuju ruangannya. Tidak putus asa, Nadira mengikuti Erza hingga ke dalam ruangannya.
"Mau apa lagi, Dir?" Berbalik mengahap Nadira yang mengekorinya.
"Aku mau jelasin sesuatu sama kamu …."
"Gak perlu ngejelasin apapun. Semua sudah jelas, kamu menghianati aku, kamu sudah merusak kepercayaannku."
"Semua itu gak benar. Aku sama Arsyil di jebak orang, percayalah aku sama dia gak melakukan apapun," jelas Nadira, berharap Erza mengerti.
"Apa aku harus percaya? Seorang laki-laki dan seorang perempuan berada di sebuah kamar hotel, semalaman tapi gak terjadi apa-apa. Itu gak mungkin!"
"Sumpah. Kami memang gak melakukan apapun. Sebentar lagi aku sama dia akan bercerai dan kita bisa kembali seperti dulu lagi."
Erza cukup terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Nadira.
"Jangan gila kamu! aku mana mau memungut bekas orang!"
"Kamu tega ngomong gitu sama aku? Kamu gak cinta lagi sama aku?" Mata Nadira berkaca-kaca. Hatinya perih mendengar pernyataan Erza, dia tidak menyangka lelaki yang dulu begitu mencintainya kini berubah. Secepat itukah?
"Setelah apa yang kamu lakukan padaku, kamu berharap aku masih cinta sama kamu? Asal kamu tahu, semenjak aku tahu kamu tidur sama teman kamu itu, saat itu juga cintaku ke kamu langsung musnah!"
"Semudah itu?" Air mata Nadira luruh membasahi pipi.
"Gak usah nangis. Mending kamu pulang dan urus saja suami kamu! Jangan temui aku lagi. Aku gak mau berhubung dengan istri orang."
"Aku pacar kamu, Za."
"Itu dulu, sebelum kamu ketahuan selingkuh. Sekarang kita bukan siapa-siapa lagi, hanya sekedar mantan. Ingat MANTAN," tegas Erza dengan mengulang dan menekan kata mantan. Kata yang nenusuk ke dalam jantung Nadira.
"Aku masih cinta sama kamu, Za." Berharap Erza memahami perasannya.
"Omong kosong. Kalau kamu cinta sama aku gak mungkin kamu selingkuh sama teman kamu itu, sampai tidur bareng lagi."
"Aku gak bohong. Aku cinta sama kamu! Kamu tahu, selama sebulan aku jadi istrinya, aku gak bisa berhenti mikirin kamu. Aku gak bahagia sama dia karena aku gak cinta. Aku cintanya cuma sama kamu."
"Jangan banyak omong. Keluar sekarang, aku banyak pekerjaan." Menggiring Nadira keluar dari ruangannya.
"Za, percaya sama aku."
"Pergi." Erza segera menutup pintu ruangan.
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments