3

Acara ijab kabul itu segera di mulai. Hendiko fokus menatap para penghulu dan Kiyai yang ada di depannya. Papahnya juga hadir dengan calon Ibu tirinya.

Leo sudah membawa Lingga sampai di meja ijab, dan duduk bersimpuh meghadap penghulu tepat di samping Hendiko.

Papah Hendiko cukup perhatian pada anaknya dan berbisik pelan.

"Ini bukan Anggie, siapa dia? Bukankah kamu akan menikah dengan Anggie?" tanya Papah Hendiko lirih agar tidak ada yang tahu pembicaraan rahasia mereka.

"Dia kekasihku yang sebenarnya, Anggie hanya selingkuhanku," ucap Hendiko dengan sikap tegas penuh wibawa dan serius. Wajahnya nampak datar dan sedikit gugup akan mengucap ijab kabul pagi ini.

"Cantik sekali. Papah suka, seleramu bagus," puji Papahnya dengan wajah senang. Papah Hendiko memang tak pernah merestuai hubungannya dengan Anggie, entah apa alasannya Papah Hendiko tidak pernah mengungkap itu semua. Tapi Papah Hendiko memiliki selera wanita yang cukup baik, kalau ia bilang cantik, tentu wanita itu luar biasa mempesona.

Hendiko melirik ke arah Lingga, yang benar -benar terlihat cantik sekali. Berbeda dengan Lingga yang ia temui tadi pagi. Wajahnya kucel dan kusut, serta rambutnya hanya di kuncir asal seperti ekor kuda. Tidak lupa topi kusam yang selalu emnemani Lingga saat mengukur jalanan kota itu untuk mencari sesuap nasi.

Saking takjub dan kagum pada gadis yang duduk di sebelahnya. Penghulu itu berdehem denagn suara keras.

"Ekhemmm ... Bisa kita mulai sekarang?" tanya penghulu itu dengan suara yang agak keras untuk membuyarkan lamunan Hendiko.

Papah Hendiko ikut menyikut lengan Hendiko dan mengedipkan satu matanya untuk fokus kembali ke depan. Lingga yang sibuk kesulitan dengan cara duduknya dan merapikan kebayanya tidak tahu di amati begitu lekat oleh Hendiko.

Suara penghulu itu telah membuyarkan lamunan Hendiko dan kembali fokus menatap penghulu untuk memulai segera acara ijab kabul itu.

"Kita mulai sekarang," tenya penghulu itu memastikan.

"Siap," jawab Hendiko lantang.

Hendiko nampak gugup sekali, ia menarik napas dalam dan perlahan di hembuskan agar tetap tenang.

Penghulu itu mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Hendiko pertanda acara ijab kabul ini segera di mulai.

"Saya nikah dan kawinkan kamu, Hendiko Sastrawan bin Rudi Sastro dengan Lingga Prameswari binti almarhum Prames Raharjo dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas sebanyak seratus gram, di bayar tunai," ucap penghulu dengan suara lantang sambil menekan jabat tangannya untuk di teruskan olh Hendiko mengucap ijab kabul dengan suara lantang.

"Saya terima nikah dan kawinnyaa, Lingga Prameswari binti almarhum Prames Raharjo dengan mas kawin tersebut di atas," ucap Hendiko dengan suara keras dan lantang tanpa ada pengulangan.

"Bagaimana saksi? SAH?" tanya penghulu itu bertanya pada semua orang yang hadir di sana.

SAH, jawab serempak semua tamu undangan yang telah hadir dan menyaksikan ijab kabul itu.

"Silahkan sekarang menukarkan cincin kalain sebagai tanda SAHnya kalian sebagai suami dan istri, lalu bersikaplah sesuai tuntunan yang di wajibkan oleh agama," titah penghulu itu menasehati.

Hendiko memasangkan cincin pernikahannya di jari manis sebelah kanan Lingga. Brgitu juga sebaliknya, Lingga juga memasangkan cincin itu di jari tangan Hendiko.

Setelah prosesi pemasangan cincin di jari mereka masing -masing sebagai simbol bahwa mereka telah melaksanakan pernikahan dan sudah SAH menjadi suami dan istri, baik di mata agama dan negara.

Lingga langsung mencium punggung tangan Hendiko dengan sikap hormat. Walaupun ini hanya pernikahan dadakan yang penuh keterpaksaan. Tapi, di mata semua tamu undanga, merekaa adalah pasanagn yang sedang berbahagia jadi harus menujukkan rasa bahagianya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan tanpa terlihat sedang bersandiwara.

Setelah acara ijab kabul, di lanjutkan acara resepsi pernikahan. Kini, kedua pasangan penganten baru itu sudah mengganti pakaian pengantinnya. Setelah warna putih tadi untuk acara ijab kabul yang menandakan kesucian, saat ini mereka memilih gaun berwarna merah darah. Gaun panjang yang di pakai oleh Lingga adalah gaun terindah yang sangat pas di pakai oleh Lingga yang bertubuh langsing dan berkulit putih. Warna kontras kulit dan warna merah itu mekain membuat Lingga semakin terlihat berkelas.

Beberapa jam mereka di pajang di atas pelaminan untuk menerima tamu undangan yang ingin memberikan ucapan selamat pada mereka. Sesekali Hendiko mencuri pandang pada gadis yang baru di temuinya tadi pagi. Gadis itu sangat pintar dan pandai menyembunyikan perannya. Sikapnya pun sangat elegan dan sopan, bisa mencairkan suasana dan begitu ramah pada setiap tamu yang bersalaman padanya. Senyumnya terus melebar sangat manis hingga semua foto -foto perniakhannya akan terlihat bagus saat di jadikan sebuah gambar untuk di pasang di rumah besar Hendiko.

"Kamu mau makan?" tanya Hendiko tiba -tiba saat melihat Lingga yang mulai terlihat kelelahan.

Lingga menoleh ke arah Hendiko dan menatap lelaki itu sambil mengangguk kecil.

"Memang sudaah boleh makan? Sudah lapar sejak tadi," cicit Lingga jujur dan polos.

"Biar aku suruh Leo untuk mengambilkan makanan untuk kita," ucap Hendiko pada Lingga.

Lingga memilih duduk di kursi pelaminan menunggu para tamu yang akan naik ke pelaminan lagi. Sedangkan Hendiko sudah sibuk menemui Leo untuk menyiapkan beberapa makanan yaang harus di letakkan di meja samping kursi pelaminan untuk Lingga makan siang ini. Leo melirik ke arah Lingga yang cantik dan tersenyum pada Lingga saat Ligga dan Leo saling bertemu pandanagn mata.

"Kamu dengar aku bicara gak sih? Lihat apa sih?" tanya Hendiko pada Leo yang tergagap.

"Ekhemmm ... Saya paham, tuan. Nanti saya ambilkan," ucap Leo pelan langsung berbalik dan pergi meninggalkan panggung pelamainan itu untuk mengambil semua pesanan Hendiko, majikannya.

Hendiko berbalik dan kini menatap Lingga dengan tajam saat Lingga masih melebarkan senyumnya untuk tersenyum pada Leo. Hendiko duduk di sebelah Lingga. Ia penasaran sekali dengan sosok Lingga.

"Kamu kenal sama Leo?" tanya Hendiko menuduh.

"Gak kenal. Ketemu juga baru tadi. Memang kenapa?" tanay Lingga kemudian dengan wajah datar.

"Terus untuk apa kamu senyum -senyum pada dia? Kamu itu istriku, harus bisa menjaga sikap," ucap Hendiko mulai ketus dan posesif.

"Lho? Memangnya aku bersikap ramah pada semua orang tidak boleh?" tanay Lingga kemudian. Lingga tahu kapasitasnya hanyalah seorang pekerja, jadi mau tidak mau, Lingga harus menuruti semua keinginan Hendiko sebagai majikan.

"Boleh, kecuali dengan Leo. Karena dia tahu hubungan kita seperti apa? Dia bisa salah paham dengan senyum kamu itu," ucap Hendiko tegas.

Lingga terdiam dan tak menjawab. Ini hal aneh, bukannya tidak masalah ia akan berteman dengan siapapun kenapa harus di batasi.

Hendiko kesal dengan tatapan Leo yang terlihat suka dan mengangumi kecantikan Lingga. Hendiko tidak suka, apa yang sudah menjadi miliknya harus di miliki oleh orang lain.

Terpopuler

Comments

Indriani Kartini

Indriani Kartini

wah2 kyanya ada geter2 nich hendiko

2024-09-21

1

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

MILIKNYA?? Hanya sebatas majikan dan pekerja doang kali..😂😂😂

2024-05-08

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Tersebut di atas doang,DIBAYAR TUNAI nya mana,?Ayatnya kegantung..

2024-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!