Sungguh, masih tidak masuk akal, begitu mendadak, hingga membuat Retania sampai jarang mengedipkan mata. Dari seorang wanita narapidana, kini dirinya sudah secara sah menjadi istri seorang pria. Sebuah pernikahan telah menjerat dirinya. Pesta resepsi yang digelar pun begitu mewah. Kehidupan yang terjamin dan segala fasilitas sudah sepenuhnya akan Retania miliki. Tak sulit baginya untuk menyantap hidangan paling lezat di negara atau bahkan dunia ini.
Bayangkan saja! Suami Retania adalah Adiat Kusuma Jati. Seorang anak konglomerat, yang meski lemah dan sempat mengeluh tak punya uang, pria itu tetaplah orang kaya. Tunjangan Adiat yang hidup sebagai seorang pengeran pastinya begitu besar. Bayangkan! Pria itulah yang akan memberikan segalanya untuk Retania, yang hanya sekadar wanita kriminal sekaligus mantan napi.
”Kenapa bengong? Kau lelah setelah melewati pesta pernikahan penuh hari?” ucap Adiat yang baru memasuki kamar, pada Retania yang masih duduk di kursi rias sembari melamun. Detik berikutnya, ia melirik ke arah jam dinding dan menemukan waktu sudah pukul sebelas malam.
Retania menggigit bibir, lalu berkata, “Aku masih tidak percaya dengan kenyataan yang ada sekarang. Kemarin aku hanyalah narapidana, tapi sekarang aku menjadi istri seorang pangeran. Ah, bukankah ini tak masuk akal?” ucapnya.
”Pft ... hahaha. Pangeran katamu?”
Adiat tertawa, berusaha untuk meredam ketegangan yang ada. Dirinya pun cukup canggung berada di dalam ruangan yang sama dengan seorang Retania. Sehingga, sejak pesta berakhir satu jam yang lalu, ia terus-menerus berada di dalam kamar mandi. Setelah memberanikan diri untuk masuk ke kamar pengantinnya, ia menemukan Retania yang masih duduk di tempat serupa seperti satu jam yang lalu. Dapat dipastikan bahwa wanita mantan napi itu tidak beranjak sama sekali.
Namun karena Retania tetap diam, Adiat memutuskan meredam suara tawanya. Kini ia sibuk berdeham karena cukup salah tingkah. Ia sama sekali tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk mengatasi kecanggungan yang ada. Adiat malah cenderung menunjukkan kebingungannya. Ia berjalan ke sana kemari sembari menggaruk-garuk tengkuknya.
”Adiat?” ucap Retania. Detik berikutnya, ia menoleh ke arah Adiat. ”Bukankah kau juga merasa aneh dengan pernikahan ini? Kita kan tidak terlalu direstui. Terakhir, saat kau membawaku ke hadapan kedua orang tua kandungmu, mereka langsung memberikan tatapan kebencian padaku. Aku yang anak yatim dan mm, tanpa ibu, bagaimana kau bisa meyakinkan seluruh keluargamu untuk menerima kehadiranku?”
”Aku bilang kalau aku ingin memanfaatkanmu, tapi hanya pada Ibu dan Ayah saja.” Adiat berucap sesaat setelah sampai di hadapan Retania. ”Kau wanita narapidana, teman sekelasku, dan orang yang bisa mengorbankan diri demi melindungiku sekaligus demi uang. Dan dengan pernikahan ini, kau bisa menjagaku selama dua puluh empat jam tanpa meninggalkanku sama sekali. Dan ya, dengan ucapan itu, akhirnya ayah dan ibuku berkenan memberikan restu pada kita, Reta.”
Retania melongo. Sungguh di luar nalar. Ia pikir Adiat telah melakukan sesuatu yang mengharukan dalam merayu kedua orang tua kandung demi menikahinya. Namun rupanya, pria itu tetaplah pria yang hanya ingin memanfaatkan dirinya saja. Sebagai pria yang tak menaruh rasa cinta, tentu tak sulit bagi Adiat untuk mengatakan hal sebenarnya mengenai kenyataan yang ada, termasuk juga menjelek-jelekkan nama Retania sebagai wanita mantan napi yang hanya butuh bayaran untuk menyambung hidup.
”Waaah, pria gila. Bisa-bisanya mengatakan kejelasan tentang keburukanku pada orang tuamu. Kalau memang hanya memanfaatkanku, kenapa kau sampai berpikir ingin punya anak dariku? Kau tak berencana untuk sekaligus menjadikanku pabrik produksi anak, 'kan?” ucap Retania lalu mendengkus kesal.
Adiat tersenyum usil, cenderung meledek. ”Di dalam surat kontrak pernikahan jangka panjang kita, tertera bahwa setidaknya kau harus memberikan satu anak untukku. Itu artinya kau tak harus memproduksi banyak anak untukku, Reta. Lagi pula, soal anak, kita kan belum kepikiran. Si Pelaku Teror masih belum kita temukan. Dan kau ingin hamil di usia di atas tiga puluh tahun. Tapi, Reta, jika dalam satu tahun kita berhasil menemukan Si Pelaku Teror, bukankah tak masalah jika kita langsung melakukan program kehamilan?”
“Kau sudah berjanji untuk memberikan waktu tanpa anak selama delapan tahun untukku, Adiat!” tegas Retania. “Jangan labil begitu, cukup aku saja yang labil!”
“Hmmm. Tapi hal itu bisa terjadi. Kita tidak tahu kapan Tuhan menganugerahi anak untuk kita.”
“Kita bahkan belum melakukan apa pun, dan kau sudah berencana untuk tak menepati janji? Kalau begitu, aku juga tidak akan mau disentuh selama delapan tahun!”
”Hei, hei, ayolah!” Adiat panik. “Oke, oke, aku akan menepati janji!”
Tidak, Adiat tidak yakin soal janjinya. Sebab belakangan ini ia mulai memikirkan usia Retania. Delapan tahun dari sekarang, usia Retania akan menginjak angka tiga puluh empat tahun. Sebagai anak yang lahir dari rahim seorang ibu berusia tiga puluh lima tahun dan didapatkan dengan penuh perjuangan, eh malah lahir dengan penyakit asma bawaan, tentu saja Adiat takut jika calon anaknya mengalami hal serupa seperti dirinya.
Alasan lain Adiat menikahi Retania, karena wanita itu adalah sosok yang tangguh. Dan Adiat membutuhkan keturunan yang juga lebih tangguh. Barangkali gen Retania lebih mendominasi tubuh calon anak Adiat nantinya.
Keberadaan Retania memang hendak Adiat manfaatkan sepenuhnya. Dan meskipun sudah ada surat perjanjian, ketika ia juga telah mempertaruhkan harta bendanya untuk Retania, ia juga ingin sepenuhnya mengambil semua hal berguna dari wanita yang akan melindunginya itu. Fokus utama memang lebih ke perlindungan, tetapi soal anak dan citra, tentu Adiat harus turut mendapatkannya juga.
Menikahi wanita mantan narapidana bisa membuat citra Adiat sebagai orang baik langsung naik. Apalagi Retania dipenjara bukan karena kasus-kasus besar yang sulit termaafkan, melainkan karena emosi setelah melihat sang ibu tengah bersama seorang pria selingkuhan. Dan menurut pengamatan Adiat sejauh ini, orang-orang lebih memihak Retania ketimbang korban penganiayaan yang dilakukan oleh wanita itu.
Membayangkan tentang semua rencananya, sebuah seringai lantas terlukis di bibir Adiat.
”Aku tidak mau menjalani malam pertama hari ini. Aku lelah dan belum siap,” ucap Retania lalu mengembuskan napasnya secara kasar. Detik berikutnya, ia memosisikan tubuhnya ke arah cermin rias. “Kalau bisa, kau tidur di luar saja. Aku masih tak nyaman.”
”Hei, hei! Kau harus menjagaku, kok malah aku yang disuruh tidur di tempat lain, sementara tempat ini adalah kamarku!” Adiat melontarkan protesnya.
Retania menatap wajah tampan Adiat yang terpantul di cermin rias. “Kau bilang, penjahat itu tak jarang memasuki kamar ini, bukan? Itu artinya kau bisa lebih aman jika tidur di kamar lain. Biarkan aku menghadapi dia, kalau dia masuk ke tempat ini. Kenapa protes?”
”Ta-tapi, aku takut, Reta.” Adiat bersikap sok imut, tanpa memedulikan ekspresi muak di wajah istrinya. “Kau kan Guardian Angel-ku, kau harus terus berada di sisiku, bukan?”
Rasa ingin memukul wajah Adiat sangatlah besar. Namun Retania terus menahan diri sampai kedua telapak tangannya mengepal. Dan sesaat setelah menggertakkan giginya, ia berkata, “Kalau begitu kau tidur di lantai, sementara aku di ranjang!”
“Tidak mau!” tandas Adiat. ”Aku ini pria yang lemah, Reta. Tidak bisa tidur di mana pun, selain di ranjang kesayanganku. Jika kau memaksa, lebih baik kau saja yang tidur di lantai. Bagaimana? Mudah, 'kan? Lagi pula, kau kan sudah sangat terbiasa tidur di kasur apek ketika di penjara.”
Retania mengumpat kasar, hingga bangkit dari duduknya. “Omonganmu saja yang terlalu manis. Katanya akan memberikan segalanya untukku, tapi sekadar ranjang saja kau tak mau! Dasar pria labil!”
”Ayolah, kau boleh memiliki uangku, tapi kalau urusan tidur kau harus mengalah pada pria lemah ini, Istriku.”
“Menyebalkan! Kalau saja belum menandatangani surat perjanjian, aku sudah pasti menggugat dirimu, Adiat, tanpa peduli baru berapa jam kita menikah!”
“Kalau kau semarah itu, lebih baik kita bersama saja, Reta. Berbagi dengan suami, bukan sesuatu yang haram, 'kan?”
”Kubilang aku belum siap, Tuan Asma!”
”Aku juga tidak akan melakukan apa pun, Nona Napi!”
“Omonganmu itu sulit dipegang, bagaimana aku bisa percaya?”
”Kalau begitu, nilai dari berapa perbandingan kekuatan kita, Nona Napi? Jika aku berbuat seenaknya, aku bisa habis oleh pukulan reflekmu, 'kan?”
“Aaaa! Sudahlah, aku mau mandi! Riasan ini membuat kulit wajahku kian menebal saja.”
“Ya, pada dasarnya, kulitmu memang sebanding dengan kulit badak hahaha!”
Retania langsung mengambil sebuah sisir dan melemparkan benda itu pada Adiat. Herannya Adiat justru begitu sigap dalam menghindar. Bahkan pria itu kini tengah meledeknya dengan ekspresi wajah yang konyol. Menyebalkan sekali, ketika Retania harus tertipu dengan janji-janji manis pria itu. Dan sekarang dirinya sudah terjebak di dalam sebuah surat perjanjian, yang tak bisa membuatnya membatalkan pernikahan. Retania hanya tidak ingin kembali tinggal di penjara, sehingga memutuskan untuk tidak nekat melanggar perjanjian pernikahannya dengan Adiat.
Dalam keadaan kesal, Retania memutuskan untuk keluar dari kamar pengantinnya tersebut. Ia pun telah membawa pakaian ganti dan handuk baru. Dan sepeninggalan Retania, ekspresi di wajah Adiat berangsur datar, meski tak lama berselang, seringai liciknya justru menghiasi bibirnya.
”Bukankah ini akan seru, Reta?” gumamnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
mbak i
kenapa aku merasa kalau tuan asma menipu kita semua ya,,,aku rasa mungkin dia itu suka sama reta sejak SMA kali
2023-05-09
0