Beberapa makanan yang begitu asing bagi mata Retania sudah tersaji dan hampir memenuhi meja. Ia yang kerap menyantap hidangan penjara, tentu saja cukup takjub. Saat masih menjadi gadis belia di masa SMA pun, ia tidak melihat makanan yang disusun begitu cantik. Kecantikan makanan-makanan tersebut sampai membuat Retania tidak tega untuk menyentuh.
“Kenapa kau diam saja? Cepat makan,” celetuk Adiat yang sebenarnya sudah tahu keterpanaan Retania pada makanan-makanan yang telah ia sajikan dengan bantuan beberapa pelayan di salah satu restoran milik ayahnya. Bahkan, Adiat adalah manajer yang mengurus salah satu cabang restoran mewah tersebut.
Retania menggigit bibir kemudian mengangguk dengan malu-malu. ”O-oke! Aku akan memakan semuanya! Tapi kau yang bayar, 'kan?”
”Iya, Calon Istri. Semua gratis untukmu. Dan kau bisa menyantap hidangan ini dengan gratis di setiap harinya, jika kau berkenan untuk menikah denganku.”
Retania yang hampir mengambil salah satu jenis makanan, sampai menghentikan rencananya tersebut. Ia tahu Adiat membawanya datang ke tempat makan mewah, memang bukan tanpa tujuan. Dan hal itu membuat Retania mendadak segan sekaligus enggan untuk mulai memasukkan setiap makanan ke dalam mulutnya. Setidaknya ia harus tahu apa rencana di balik kegigihan Adiat untuk menikahinya.
Adiat mengernyitkan dahi, kemudian berkata, ”Kenapa tak jadi?”
“Katakan padaku, Tuan Asma, apa yang sebenarnya kau inginkan dariku? Aku hanya tidak mau diracun olehmu, lalu mendadak kau sekap untuk kau jadikan pengantinmu,” sahut Retania.
”Apa katamu?” Adiat sempat melongo, tetapi tak lama berselang ia justru tertawa keras. ”Yang benar saja! Mana mungkin aku berani meracuni wanita sekuat dirimu, Nona Napi?”
“Kalau begitu, bisakah kau jelaskan padaku semuanya, Adiat Kusuma Jati?! Aku sudah mulai muak mendengar celotehanmu mengenai calon istri.”
Adiat melihat rasa kesal yang mendalam dari mimik wajah cantik milik Retania. Yah, seharusnya Adiat mulai memberikan kejelasan, agar wanita itu mulai mempertimbangkan. Akan fatal jadinya jika Retania pergi dan menjadi sulit ia temukan. Saat ini hanya pada wanita itu ia berharap besar.
Sesaat setelah menghela napas, Adiat berkata, ”Kau tentu tahu bahwa aku pengidap asma bawaan lahir. Ibuku adalah istri sah pertama ayahku, yang menunggu kehadiranku selama bertahun-tahun, hingga akhirnya ibuku hamil di saat usianya sudah di usia tiga puluh lima tahun dengan kondisi tubuh yang lemah. Aku punya dua kakak laki-laki kembar, satu kakak perempuan, yang lahir dari istri kedua ayahku. Bisa dikatakan bahwa aku ini adalah anak pertama sekaligus anak bungsu dari ayahku.”
Retania masih agak mumet dengan silsilah keluarga Adiat. Namun ia tetap mengangguk sembari terus mencerna setiap kata yang baru saja Adiat katakan. Mau bagaimana lagi, Retania hanya pandai berkelahi, dan cukup bodoh jika ada sesuatu yang jelimet.
”Intinya aku ini anak pertama dari pernikahan yang sah, dan aku punya tiga kakak tiri dari pernikahan terbaru ayah yang belum sah, Retaaa!” celetuk Adiat ketika menangkap raut bingung dari wajah Retania.
Retania mengangguk mantap. ”I-iya, aku sudah mengerti kok! Serius! Lalu selanjutnya bagaimana?”
“Dulu, ketika aku masih kecil, sempat beredar kabar bahwa akulah yang akan mewarisi usaha sukses di bidang kuliner yang ditekuni oleh ayahku selama ini. Tapi, sejak kabar itu muncul, aku mulai mendapatkan teror dan ancaman. Bahkan, makananku sempat diracuni oleh seseorang. Aku hampir mati jika ibuku tidak segera membawaku ke rumah sakit.”
”Apa? Teror?” sahut Retania. ”Apa jangan-jangan yang melakukan itu adalah kakak tirimu?”
Adiat menggelengkan kepala. ”Aku tidak tahu, aku tak pernah memiliki bukti apa pun. Ibuku juga sudah terlalu lemah sejak melahirkanku. Ayahku tidak percaya, dan menganggap bahwa asmaku hanya sedang kambuh. Ayah memang lebih sibuk pada saat itu. Ada pula surat ancaman yang membuatku ketakutan sampai sekarang.”
“Adiat, kau kan seorang pria!”
”Memangnya kenapa jika aku seorang pria? Nyatanya aku hanyalah pria bodoh dan penyakitan. Berdiri di bawah sinar matahari dalam beberapa menit saja aku sudah ngos-ngosan. Sampai semua orang terus meremehkanku. Ayahku, kakak-kakak tiriku, ibu tiriku, semuanya. Aku tidak memiliki satu pun orang yang bisa aku percaya. Di mataku mereka adalah tersangka, Reta!”
Jawaban Adiat membuat Retania langsung terdiam. Ia sungguh tak mengerti dengan kehidupan orang kaya. Bahkan si bapak malah memiliki dua istri sekaligus. Adiat yang seharusnya kehadirannya diidam-idamkan tampaknya malah kerap diabaikan. Adiat yang Retania pikir adalah pangeran bergelimang harta dan kebahagiaan, saat ini justru menjelma menjadi pria yang dipenuhi banyak luka. Perihal makanan diracuni tentu hal itu sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Ketakutan Adiat muncul sejak pria itu masih belia, hingga memberikan rasa trauma dan sulit percaya pada orang lain. Penyakit mental pada dasarnya memang sulit disembuhkan daripada luka serius bekas sayatan. Ah mengerikan.
“Kasihan sekali,” gumam Retania.
”Nah, iya, 'kan?!” sahut Adiat ketika mendengar ucapan Retania. ”Oleh sebab itu menikahlah denganku, Reta. Kau adalah wanita yang kuat!”
Mata Retania memicing di detik itu juga. ”Jadi maksudmu, kau ingin menikahiku, karena aku orang yang bisa melindungimu? Semacam pengawal begitu? Kalau memang begitu, kenapa tak cari pengawal yang lebih gagah saja, Tuan Asma?”
”Sudah kulakukan. Tapi sebagian besar dari mereka malah terus mengkhianatiku. Mereka menuruti permintaan si Pelaku Teror yang tak kuketahui siapa orangnya. Bahkan ada satu orang yang sampai menciptakan asap di kamarku. Dengan asma yang aku derita, memangnya aku bisa bernapas dengan baik di keadaan seperti itu? Ada pula yang sengaja meninggalkanku di tempat sepi dan asing. Aaaah ... banyak sekali hal mengerikan, Reta!”
”Kau kan bisa lapor polisi!”
”Sudah! Tapi, lagi-lagi aku tak punya bukti. Bahkan, ketika si pembuat asap yang tak bisa kabur, malah merelakan dirinya dihukum bui. Entah apa yang telah dilakukan si Pelaku Teror sampai membuat pembuat asap itu langsung tunduk!”
Retania menghela napas. “Aneh sekali, kau kan anak orang kaya. Biasanya dan sesuai pengalamanku di penjara, orang yang punya banyak uang itu bisa cepat bebas, dan juga mudah menjebloskan seseorang ke penjara.”
”Ayolah, aku ini hanya orang lemah. Aku dipercaya mengurus restoran ini saja, belum lama ini, Reta. Belum ada satu tahun. Ayah tak percaya padaku, dia juga melarangku melapor macam-macam, dengan ancaman aku akan dipersulit dalam mengurus restoran jika tak menurut. Mungkin Ayah memang khawatir jika salah satu anaknya adalah si Pelaku Teror. Yah, aku sendiri juga bingung. Diriku yang sudah kerap diabaikan, seharusnya bisa membuat rumor bahwa aku akan menjadi pewaris itu menjadi tak masuk akal. Mana ada ayah yang abai malah memberikan usaha suksesnya pada anak berpenyakitan. Tapi dengan kenyataan itu, tetap saja, teror terus berlanjut sampai sekarang.”
Retania manggut-manggut dan mencoba menelaah situasi Adiat. Kalau memang pria itu menginginkan dirinya sebagai seorang pelindung, tentu ia bisa menghindarkan diri dari sebuah pernikahan. Sekarang, daripada menjadi kuli bangunan, mungkin akan lebih baik menjadi seorang pengawal, bukan?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments