Laras meraih ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat untuk Muezza.
Dasar begok! Enggak ngerti sama kode. Hari ini aku ngajak dia untuk anterin kita belanja, biar kamu bebas deket-deket sama dia.
Pesan singkat Laras dibaca dan ditelaah oleh Muezza. Tanpa berlama-lama lagi gadis yang baru lulus SMA kemarin itu langsung beranjak dengan rona merah di pipinya.
“Aku ganti baju dulu, deh. Maaf Yas, aku lupa!” kata Muezza sebelum meninggalkan kedua tamunya.
Selepas kepergian gadis itu, Alun melirik tajam adiknya yang menyambar teh susu di atas meja.
“Lagi merencanakan apa kalian berdua?” tanya Alun dengan mata yang memicing.
Laras yang masih menenggak teh susu, segera menandaskan minuman manis tersebut dan menjawab ucapan ketus sang kakak.
“Emang kami ini mafia?” sosor Laras dengan wajah yang dimajukan ke depan wajah sang kakak.
“Segala tindakan kamu wajib dicurigai!” ketua Alun sambil mendorong kepala adiknya menggunakan jari telunjuk.
Tangan gadis itu mengusap lembut jidatnya yang tadi ditoyor Alun.
“Pulang gih, Bang! Ayas bisa pergi sama Mue,” gertaknya seraya membuang muka.
"Fine, I'm leaving now.” Alun meraih kunci mobilnya dan merapikan rambut kebanggaan.
Di luar dugaan, dia pikir kakaknya akan melunak dan merayunya. Namun, yang dia pikirkan tidak sama dengan kenyataan.
“Abang ...,” rengek Laras dengan wajah kusut.
“Apa?” sahut Alun malas.
Ketika Laras hendak menghentikan Alun, ibu Muezza keluar dengan sepiring kue.
“Sudah mau pulang?” tanya Putry sambil meletakkan piring kudapan.
“Belum, Tan. Saya mau ambil rokok di mobil,” tunjuk Alun dengan senyum tipis.
Rahma ber-oh setelah mendengar penjelasan pemuda yang baru menginjak usia 28 tahun akhir tersebut.
“Silakan di makan!” titah Rahma sembari mengambil kain lap di atas bufet.
Laras tersenyum simpul selepas kepergian kakaknya, dia pikir pemuda menyebalkan itu akan pergi meninggalkannya di sini.
“Gertak sambal,” gumam Laras dengan tangan mencomot kue bolu.
“Siapa yang menggertak, Yas?” celetuk Muezza yang sudah berpenampilan rapi.
Bukan rapi modelan cewek feminin seperti kebanyakan, dia hanya menggunakan kaos dengan kemeja kotak-kotak di luarnya. Gaya anak tomboi, tapi penampilan Muezza membuat gadis itu berubah sedikit.
“Noh, alun-alun kota tadi gertak aku!” sergahnya dengan wajah kesal.
“Emang kenapa si tampan itu, Yas?” Muezza kembali bertanya.
“Udah deh jangan bahas dia, sebel aku!” ujar Laras dengan mulut mengunyah kue.
Bola mata gadis itu bergulir ke atas dan ke bawah, setelahnya dia segera menelan kue suapan terakhirnya.
“Udah kelar?”
Muezza mengangguk lalu berputar sebentar, memperlihatkan tampilan dirinya. Laras menaikkan jempol menunjukkan bahwa penampilan sahabatnya itu sudah okey.
****
Di pusat perbelanjaan Laras dan Muezza tampak bahagia senyuman selalu terbingkai di bibir merah jambu kedua gadis cantik nan imut.
Sambil memilih kaos Muezza mengulik hal lain dari Alun yang tidak dia ketahui.
Laras yang mendapat pertanyaan itu sedikit berpikir tentang hal konyol ataupun hal lain yang biasa dilakukan oleh kakak laki-lakinya.
Dengan jari yang menempel di bibir Laras menjawab, “Abang ku itu suka ngupil sambil bengong dan ... suka kentut sembarangan.”
Muezza menelan kasar salivanya, dia tidak menyangka orang tampan seperti Alun memiliki kebiasaan yang sangat luar biasa seperti itu.
“Jangan ngarang kamu, Yas! Masak iya, calon pacar aku kelakuannya macam itu.” Muezza menepuk pelan jidad paripurnanya.
“Kalau cinta ya, cinta aja Mue. Tapi ya, jangan begok!” ketus Laras sambil menepuk bahu sahabatnya sangat keras sapai membuat pengunjung di sekitarnya menatapnya dengan sorot mata yang tajam.
“Sakit pe’ak!” murka Muezza dan membalas pukulan Laras lumayan keras juga.
Lagi-lagi mereka menjadi pusat perhatian semua orang, tidak mau berlarut-larut dalam suasana mencekam kedua gadis itu berpindah dengan senyum canggung.
“Merinding gue,” kata Muezza seraya menggerayahi tengkuknya.
“Apa mereka tidak pernah melakukan hal itu? Sampai-sampai bola mata mereka hampir keluar menatap kita,” cibir Laras mencicit.
“May be,” sahut Muezza dengan kedua bahu mengedik.
“Ngomong-ngomong pangeran gue di mana?” ujarnya dengan kepala yang celingukan.
“Dih pangeran! Sejak kapan!” sindir Laras mencebik.
“Sejak dia merampas hati ini, he-he-he.” Menggaruk kepala meski tidak gatal.
Orang yang mereka gibahin sejak tadi tiba-tiba saja muncul mengagetkan mereka hingga barang bawaan Laras terjatuh semua.
“Lagi gibahin aku, ya?”
“Abang!” pekik Laras yang tidak terima.
“Apa?” sahutnya dengan wajah datar.
“Kebiasaan bikin aku jantungan,” ucap Laras dan Alun secara bersamaan.
Muezza hanya terbengong melihat kakak beradik itu berbicara dan bergerak sama persis, tidak ada satu kata yang salah diucapkan Alun. Bisa dibilang cowok itu sudah hafal di luar kepala apa yang hendak adiknya katakan ketika kesal.
“Aku benci Abang!” teriak Laras lirih.
Alih-alih menghentikan perbuatannya, Alun semakin menjadi-jadi mengerjai adik perempuannya.
“Diem enggak!” ancam Laras dengan mata yang melotot.
Alun menetralkan rasa gelinya terhadap Laras dan kini dia kembali ke mode datar dan cuek. Benar-benar tidak dapat dipercaya, pria itu bisa kembali tenang sekejap mata.
Padahal tadi dia tertawa terbahak-bahak sampai kerutan di sekitar matanya terlihat jelas. Muezza sangat kagum dengan Alun, pria itu sungguh menyita perhatian gadis manis bernama Muezza Irabela; anak Azmi Abdullah—manusia datar sama halnya seperti Alun, tapi ayah Muezza ini lebih akut datarnya dari pada Alun.
Sekian menit berdebat, Alun mengajak dua gadis kecil itu makan di sebuah restoran Chinese. Tanpa di sangka-sangka ada salah satu teman Alun yang menghampiri mereka yang tengah menikmati makanan pesanan mereka.
“Yo man, Lun,” sapa Haris sambil melakukan salaman ala cowok gaul.
“Blind date apparently,” ejek Haris dengan alis yang naik turun.
Alun yang terkejut tersedak makanan yang dia telan, sedangkan Muezza dia mati kutu. Tubuhnya berasa disiram air es, degup jantungnya tidak berirama dan tangannya mendak tremor.
Astaga, apa-apaan ini? Kenapa harus begini? Kalau mereka memperhatikan tangan ini bisa salah paham, gerutunya dalam hati, tapi gadis itu mencoba mengendalikan kegugupannya saat ini.
Namun, mata elang Haris dapat melihat kegugupan Muezza.
“Gugup Kak?” Tertawa kecil mengejek keadaan Muezza saat ini.
“Heum?” Respons Muezza mendapat pertanyaan mendadak Haris.
“E-enggak ... kenapa aku gugup,” putusnya sambil menyuap makannya ke dalam mulut.
“Oho gengsi,” cemooh Haris dengan senyuman miring.
Muezza benci dengan senyuman itu karena itu jenis senyuman kemenangan.
“Pergi Peng! Hilang selera makan ku lihat muka mu,” usir Alun dengan tatapan mengintimidasi.
“Oke ... oke, aku pergi. Tapi, jangan lupa pj jadiannya ya,” ucap Haris sambil menyentuh bahu Muezza.
Alun yang sudah naik darah mengangkat tangannya yang siap menempeleng wajah Haris—teman terlaknat yang Alun miliki.
“See you young leaf pair,” salam Haris dengan lambaian tangan.
Gila, dasar orang kehilangan akal! Bisa-bisanya dia mencemooh aku. Dia pikir, dia siapa! Gerundel Muezza dalam hati kecilnya.
Laras yang pergi ke toilet sejak tadi kini kembali dengan raut wajah yang sumringah. Namun, keceriaan itu hilang tatkala dirinya mendapati kakak dan sahabatnya terlihat dalam suasana canggung.
“Apa ada yang terjadi dengan mereka?” pikir Laras mempercepat langkahnya.
“Dari mana aja sih, kamu?” Ketus Muezza sambil meletakkan sumpit.
"Aku habis—” Perkataan gadis itu terhenti ketika Alun memarahinya.
“Toiletnya pindah di Bandung, iya?”
Laras celingukan mendapat amukan dari sang kakak, dia menatap sahabatnya juga sama-sama masamnya wajahnya dengan Alun.
“Kenapa Abang marah? Apa salah Ayas?” tanya Laras dengan butiran bening yang menetes.
Alun merasa bersalah melihat adiknya menangis, jelas-jelas ini bukan salah Laras dan adiknya itu tidak tahu-menahu tentang kejadian tadi. Alun merutuki dirinya sendiri setelahnya, dia benar-benar terbawa emosi soal ini.
Begitu juga Muezza, gadis itu juga merasa bersalah terhadap sahabat satu-satunya.
“Maafin aku ya, Yas.” Muezza mengelus lembut rambut sebahu Laras.
“Ada apa sih, ini? Kenapa kalian melempar pandangan murka terhadap gue? Gue salah apa?” desak Laras dengan segala pertanyaan.
Namun, dua orang itu diam tidak bersuara apa pun dan yang membuat Laras semakin kesal. Alun meninggalkan mereka berdua sambil membanting sendok, tentu saja hal itu membuat kedua gadis itu terjingkat.
Laras semakin menangis, buliran bening itu kian berderai tanpa jeda. Alun yang sudah menyelesaikan tagihan makanan yang mereka makan langsung mengajak mereka untuk pulang.
“Ayo, pulang!”
Tanpa bantahan, Muezza dan Laras mengikuti gerak langkah Alun menuju parkiran. Namun, ada pertanyaan di kepala Laras yang belum mendapatkan jawaban.
“Alun!” pekik seseorang dari depan restoran Chinese food itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§
hayo siapa itu yang manggil 🤔🤔🤔🤔
2023-04-08
0
ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠Hana Nurul Azizah🍩ᴬ∙ᴴ࿐
Siapa tuh yang manggil dah ... penasaran jadinya
2023-04-07
0
pєkαᴰᴼᴺᴳ
jorok laras🤣🤣🤣yaampun aib abangnya di umbar
2023-04-05
1