Masih Sama

Takut mendapat teguran lagi dari sang ayah, Muezza bergegas beranjak pergi masuk ke kamarnya.

“Apa tadi jawabanku keterlaluan?” Bertanya pada dirinya sendiri.

“Kayaknya enggak deh. Tapi ... ayah sama bunda terlihat sangat emosi mendengar kata ‘bosan’ dari bibir ini,” ucapnya sambil memikirkan kalimat yang membuat ayahnya marah.

Tiada hentinya gadis itu berjalan mondar-mandir memikirkan jawabannya tadi, ketika di hendak melepas mukena terdengar lirih ketukan pintu. Namun, suara itu mampu menimbulkan kecemasan di hati Muezza.

“Tolong buka pintunya, Nak!” titah Rahma berdiri di depan pintu yang masih mengenakan mukena sama seperti Muezza.

Gadis itu bergerak gelisah, dia benar-benar takut akan kedatangan ibunya. Dia juga cemas akan keputusan ke dua orang tuanya yang tidak melibatkan dirinya dalam hal ini.

“Mue, kamu di dalam ‘kan?” Rahma kembali mengetuk pintu kamar sang putri.

“I-iya Bun. Mue masih ganti baju, tunggu sebentar!” teriaknya dari dalam sana.

“Ya Allah apa yang harus Mue lakukan?” katanya dengan tangan yang menadah ke atas.

Rahma membuka mukenanya, lalu dia lipat sekenanya tanpa berpikir kerapian kain berwarna biru langit tersebut. Muezza masih mengatur ritme pernapasan agar tidak terlihat sangat gugup, perlahan dia memutar kenop klock.

Gadis bertubuh ramping itu menyuguhkan senyuman termanisnya sembari menyapa sang bunda.

“Ada apa Bun?”

“Ayah tidak bisa menerima keputusanmu,” ucap Rahma terus terang seraya melangkah masuk ke dalam.

Muezza terdiam, baru kali ini dia membantah perintah ayahnya.

“Apa ada alasan lain selain bosan yang membuatmu tidak ingin kuliah?” Rahma duduk di hadapan sang anak.

Muezza masih terpaku dan hatinya ragu memutuskan keputusan besar ini. Karena dia berpikir masuk ke perguruan tinggi itu perlu dana yang tidak main-main, sedangkan minggu lalu dia baru mengetahui bahwa ayahnya mengalami kebangkrutan dan kebangkrutan itu disebabkan oleh paman Muezza sendiri.

Afrianto nama adik kandung ayah Muezza, dengan teganya lelaki itu pergi bersama sang istri membawa modal dan keuntungan usaha yang di rintis dari nol oleh ayah Muezza. Parahnya Afrianto meninggalkan anak perempuannya di rumah tetangga dan pada akhirnya gadis itu dilempar ke rumah Azmi.

Juwita Karimah, lusa gadis itu akan datang dan tinggal bersama keluarga Muezza.

Azmi dan Rahma memberi tempat tinggal dan akan menyekolahkan kembali anak dari Afrianto yang sempat berhenti selama setahun, inilah alasan ke dua dari Muezza yang menolak masuk ke universitas mana pun.

Sesungguhnya dia ingin melanjutkan studinya, tapi melihat kesulitan sang ayah mengalahkan niatnya.

“Mue tidak akan merubah keputusan Mue, Bun. Lagi pula beban Bunda sudah terlalu berat,” ungkap Muezza tanpa ragu.

“Tapi, Nduk— Ucapan Rahma terhenti karena Muezza menyambar perkataan sang ibu.

“Hargai keinginan Mue, Bun!” tandasnya dengan kepala tertunduk.

Meski terlihat slengekan gadis ini selalu memikirkan kelangsungan hidup keluarganya di masa depan, tidak mungkin jika dia bersikap masa bodoh ketika orang tuanya mengalami kemalangan seperti ini.

“Tapi ayah tidak akan menerima begitu saja keputusanmu ini,” jawab Rahma menjelaskan keadaan.

“Berdebat pun tidak akan merubah keinginan Mue,” sahut Mue bersih kukuh.

Rahma pun hanya bisa tersenyum getir mendengar keputusan bulat anak sulungnya.

***

Di pagi yang cerah, Muezza duduk bermalas-malasan di teras sambil memperhatikan burung peliharaannya.

“Jalu,” panggilnya seraya bersiul.

“Kakak itu cewek, seharusnya Kakak memelihara kucing atau kelinci. Bukannya burung,” protes Alif yang tidak menyukai hewan peliharaan Muezza.

Wajah cerah Muezza mendadak berubah masam.

“Yang beri makan siapa?” Alis Muezza terangkat.

“Kakak,” sahut Alif.

“Yang beli siapa?” Muezza kembali menatap adiknya dengan mata melotot.

“Kakak ‘lah, masak aku?” katanya cukup kesal.

“Terus, kenapa kamu yang repot mengomentari kesibukanku?” ujar Muezza bersungut-sungut.

Alif yang telah kalah telak memilih pergi meninggalkan kakaknya yang terpancing emosi.

“Jangan balik-balik kalau main!” perintah Muezza.

Namun, kalimat perintah itu Alif anggap sebagai kalimat ancaman untuknya.

“Alif pulang mahgrib Kak!” teriak Alif yang sudah membopong bola.

Muezza mengacungkan bogeman kepada si bontot. Saat Muezza bangkit dari tempat duduk, ponselnya berdering.

“Ya, Yas?”

^^^“Aku ke rumahmu, nih.” Suara Laras terdengar jelas.^^^

“Serius-an?” tanya Muezza memastikan ucapan sang sahabat.

^^^“Iya beneran,” jawab Laras diujung telepon.^^^

“Sendiri?”

^^^“Sama manusia yang paling tampan,” sahut Laras di seberang telepon.^^^

Muezza panik dengan kedatangan Laras yang tiba-tiba, dia sungguh belum siap jika dikunjungi temannya sepagi ini.

Masih mondar-mandir tidak jelas suara klakson terdengar nyaring di depan rumah. Mulut gadis itu melongo dan matanya membulat tatkala melihat penampakan Alun, bagaimana tidak kaget orang gadis itu cuma mengenakan tangtop saja.

“Astagfirullah!” seru Muezza yang lari terbirit-birit masuk ke dalam rumah.

Rahma yang baru saja pulang dari warung disambut gembira oleh Laras yang sudah mengulas senyuman.

“Pagi Tan,” sapa Laras antusias.

“Pagi Neng,” balas Putry dengan mata yang melirik pria yang berada di sebalah kiri Laras.

Laras yang peka dengan gestur tubuh bunda sahabatnya langsung memperkenalkan sang kakak.

“Ini Abang Laras, Tan. Namanya Alun,” kata Laras sambil menyenggol lengan kakaknya.

Kepala Rahma mengangguk-angguk mengerti, lantas wanita berjilbab tersebut mempersilakan masuk dua tamunya.

“Silakan duduk.” Rahma meninggalkan Laras dan Alun duduk di ruang tamu.

Ibu dua orang anak itu mengintip anak gadisnya di dalam kamar yang tengah sibuk mengacak-acak baju yang tertata rapi di dalam lemari.

“Apa yang kamu cari?”

Penuturan Rahma membuat Muezza terkejut hingga dia berteriak.

“Bunda ...,” rengek Muezza dengan wajah belernya.

“Maaf,” ungkap Rahma sambil tersenyum kecut.

Muezza kembali memasang wajah masam.

“Apa yang kamu cari?” Rahma kembali mempertanyakan hal yang sama.

“Kaos hitam Mue yang ada gambar kartunnya di bagian sini Bun,” jelas Muezza sambil menunjuk dada kanannya.

“Bunda jemur di belakang tadi subuh. Pakai aja kaos lain dulu, Nak!” pungkas Rahma dengan jari yang mengacung ke arah kanan.

“Mue mau pakai baju itu biar samaan sama Ayas.

Muezza berlari secepat kilat menuju jemuran di belakang rumah, dengan semangat dia menyambar baju yang masih sedikit basah.

“Bunda asal mencuci saja. Ini baju ‘kan belum aku pakai sama sekali,” gerutunya sambil memakai kaos hitam yang dia beli bersama Laras bulan lalu.

Setelah selesai drama kaosnya, Muezza keluar menemui sahabat serta si do’i sambil membawa teh susu bikinan sang bunda. Senyum termanis terbingkai selalu di bibir tipis seorang Muezza.

“Ada apa pagi-pagi main ke sini, Yas?” tanya Muezza yang tidak tahu maksud tujuan Laras.

“Amnesia lo, Mue?” cemooh Laras tidak percaya dengan ucapan sahabatnya.

“Emang ada apa sih, Yas? Perasaan kita enggak ada janji,” cicit Muezza dengan wajah bingung.

“Astaga, dia lupa Bang.” Laras menunjuk sahabatnya dengan wajah yang berpaling menatap Alun.

Muezza tampak kebingungan melihat amarah tersirat di wajah Laras. Sedangkan Alun hanya diam menyeruput teh susu buatan Rahma tanpa merespons ocehan adiknya.

Ada apa sih ini? Kenapa aku mendadak jadi tersangka seperti ini? Dumel Muezza sambil menggaruk kepalanya.

Terpopuler

Comments

k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§

k⃟K⃠ B⃟ƈ ɳυɾ 👏🥀⃞༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§

konyol sekali kelakuan kalian 😂😂😂😂😂
sabar yah mue , ingin kuliah tapi liat kondisi keuangan 😓😓😓😓😓😓

2023-04-08

0

Riana

Riana

bener kan mie udah tau masalah kenangan ortunya🥺🥺

2023-04-07

0

ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠Hana Nurul Azizah🍩ᴬ∙ᴴ࿐

ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠Hana Nurul Azizah🍩ᴬ∙ᴴ࿐

Astagfirullah muezza. kamu ini pelupa 🙈🤭

2023-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!