2. Asalkan Ada Ibu

Sambil menyeka air matanya, Rachel menjawab pertanyaan gurunya." Ada ibu di jalan hidupku, susahkan pun ku mau. Asalkan ada ibu di sisiku, aku rela sedih seumur hidupku. Tidak ada yang lebih pedih yang dirasakan seorang anak jika harus kehilangan kedua orangtuanya saat mereka masih kecil. Asalkan ada ibu, kebahagiaan ku terasa sempurna, jadi aku tidak pernah malu memiliki seorang ibu gila." Rachel menarik nafasnya lega usai menjawab pertanyaan gurunya.

Ibu Mita memeluk gadis kecil ini yang begitu tangguh menghadapi kehidupan yang serba kekurangan dengan ayah yang hanya menjual tenaganya demi rupiah dan ibu yang menghabiskan waktunya dengan penyakit mentalnya.

"Kamu yang sabar ya sayang. Anggaplah kehidupan yang saat ini kamu jalani sebagai soal ujian yang sulit. Jika kamu bisa melaluinya, derajat mu akan ditinggikan oleh Allah." Ucap ibu Mita sambil mengusap air mata Rachel yang berusaha tersenyum padanya.

Keduanya kembali bercerita hingga akhirnya ibu Mita pamit pulang. Rachel mengantar gurunya ini supaya tidak nyasar ke mana tempat karena ibu Mita baru datang ke ngarai itu.

"Besok ibu boleh main ke sini, lagi Rachel? Mumpung masih libur." Pinta Bu Mita.

"Silahkan ibu! Dengan senang hati. Terimakasih sudah mampir di gubuk ku. Maafkan Rachel karena tidak bisa menyuguhkan apapun untuk Bu guru." Ucap Rachel.

"Ibu yang harus berterimakasih kepadamu karena kamu sudah memberikan pelajaran berharga untuk ibu hari ini." Ucap ibu Mita yang masih gadis ini.

Keduanya saling melambaikan tangannya. Rachel kembali ke rumahnya untuk mencuci lagi beberapa perabotan kotor bekas ia masak.

Tidak lama kemudian, kedua orangtuanya pulang. Sang ayah menautkan tangannya pada sang istri begitu setianya.

Bagi Rachel, ayahnya adalah pria sejati yang tidak pernah berpaling sedikitpun dari istrinya saat wanita yang telah memberikannya seorang putri itu mengalami gila saat putrinya berusia tiga tahun.

Rachel menyambut kedatangan kedua orangtuanya dengan menyiapkan makan siang untuk mereka. Saat berkumpul seperti ini, ketiganya merasakan kehangatan keluarga. Walaupun Rachel hanya bisa berkomunikasi dengan ayahnya, namun ibunya selalu saja tersenyum, entah Rachel cerita sedih atau gembira, ibu Oca, hanya bisa menyatakan perasaannya melalui senyumnya.

"Ayah...! Tadi ada Bu Mita, guru sekolah ku mampir ke rumah kita. Kami berbincang banyak hari ini dan dia tidak sungkan bermain di sini walaupun keadaan kita seperti ini dan Rachel menceritakan apa adanya pada Bu Mita." Ungkap Rachel.

"Oh iya. Ayah senang mendengarnya. Asalkan kamu nyaman dengan gurumu itu, ayah tidak masalah." Ucap pak Lukman.

Pak Lukman menyiapkan obat untuk istrinya untuk di minum wanita berusia tiga puluh tahun itu. Pak Lukman harus menemani istrinya agar bisa tidur siang dan tidak kelayapan lagi di pasar. Ia harus kembali bekerja karena ada yang memakai tenaganya.

"Ayah akan pulang sebelum magrib. Tunggulah ibumu dan pastikan dia tidak kembali ke pasar." Ucap pak Lukman usai menunaikan sholat duhur bersama putrinya, Rachel.

"Baik, ayah." Ucap Rachel lalu menyalami ayahnya yang kembali kerja.

Rachel mengelus rambut ibunya yang sudah nampak lembab.

"Besok, Rachel akan membersihkan rambut ibu." Jawab Rachel lalu mengecup kening ibunya.

Gadis ini mengambil buku pelajarannya untuk mengerjakan tugas sekolah untuk hari Senin. Rachel tergolong siswa yang sangat cerdas di kelasnya. Tidak heran ia selalu mendapatkan prestasi gemilang dikelasnya.

...----------------...

Keesokan harinya, sesuai janji Bu Mita yang ingin berkunjung lagi ke rumah Rachel, mendatangi gadis itu dengan membawa beberapa oleh-oleh untuk Rachel, seperti bahan sembako.

"Kenapa ibu Mita harus repot-repot membawa oleh-oleh untuk kami?"

"Kebetulan tadi, ibu belanja untuk kebutuhan sehari-hari dan ingat kamu, jadi ibu sekalian belikan untuk kamu. Tolong jangan ditolak ya!" Ucap gadis yang berusia 20 tahun ini.

Bu Mita tergolong gadis yang berasal dari keluarga berada. Saat kekasihnya memutuskan hubungan mereka karena alasan yang tidak jelas, Bu Mita ingin menenangkan pikirannya dan melamar di sekolah Rachel yang gajinya tidak seberapa. Ia ingin melarikan dirinya dari kesedihan dan rasa kecewanya dengan menekuni hal yang bermanfaat.

Padahal ayahnya adalah seorang pengusaha hebat di kota Jakarta. Namun Bu Mita lebih memilih tinggal di kota kecil di daerah yang sangat jauh dari kota Jakarta yang ada di Sumatra.

Usai merapikan oleh-oleh dari Bu Mita pada rak kecil dari anyaman rotan yang dibuat oleh ayahnya, Rachel pamit kepada Bu Mita untuk mengkeramas rambut ibunya. Bu Mita tidak mempermasalahkan itu karena ia ingin melihat bagaimana seorang Rachel kecil merawat ibunya.

Rachel membawa ibunya ke sungai. Saat sudah tiba di anak sungai, Rachel menyiram kepala ibunya dengan air sungai menggunakan gayung dari batok kelapa yang sudah di bersihkan. Betapa terkejutnya Bu Mita saat Rachel mencuci rambut ibunya dengan deterjen.

"Rachel...! Kenapa kamu mengkeramas rambut ibumu dengan detergen kenapa tidak menggunakan shampo?"

"Karena kami tidak bisa membeli shampo karena menghemat biaya pengeluaran. Uang yang kami punya hanya untuk makan dan membeli obat ibu."

Degggg...

Hati Bu Mita seperti diremas kuat oleh kenyataan pahit yang dirasakan oleh Rachel kecil." Ya Allah, kenapa begitu menyedihkan kehidupan Rachel sementara aku yang punya segalanya masih mengeluh pada Allah hanya karena cinta." Batin Bu Mita.

Karena Bu Mita datangnya sudah sore membuat ia sulit kembali ke pasar karena saat ini pasar sudah tutup. Ia berjanji akan membelikan kebutuhan untuk Rachel agar gadis ini bisa hidup normal seperti orang lain.

Usai menggantikan baju ibunya dan wanita gila ini terlihat sudah bersih, ia malah ingin turun ke pasar padahal sebentar lagi sudah menjelang magrib.

Sekuat mungkin Rachel menahannya ibunya agar tetap tinggal di rumah namun ibunya kekeh ingin kembali ke pasar.

"Ibu...! Jangan pergi lagi! sebentar lagi ayah pulang," ajak Rachel sambil menarik tangan ibunya, namun genggaman tangan Rachel dihempas oleh ibunya.

"Nanti Rachel kasih uang ya Bu." Bujuk Rachel namun ibunya tidak peduli.

Setiap kali Rachel berusaha menarik tangan ibunya, ibunya selalu saja berontak dan berusaha melepaskan tangan putrinya dari tangannya membuat jari jemari kecil itu memerah.

Rachel akhirnya mengalah dan mengikuti ibunya ke pasar sambil menangis pilu. Penolakan ibunya sangat membuat hatinya hancur. Tangisnya tersedu-sedu hingga menjadi tontonan orang di pasar. Ada yang prihatin dengan keadaan Rachel namun sebagian yang lain merasa tidak peduli.

"Oh ibuku, betapa mahal aku harus membayar hutang ku padamu yang telah mengandung dan melahirkan aku dengan susah payah yang harus aku tebus dengan perasaan yang menyedihkan seperti ini." Batin Rachel sambil menangis.

Tidak lama kemudian, Rachel bertemu dengan ayahnya dan pak Lukman mengendong putrinya yang terlihat lelah hingga Rachel tertidur di gendongan ayahnya. Ketiganya kembali ke rumah mereka tepat kumandang adzan magrib.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!