"By, lagi apa?" Tanya Mahira saat melihat Eby tengah duduk termenung di bangku taman, dekat apartemen.
"Nggak ada ... Lagi nikmatin pemandangan aja. Jarang-jarang kan kita punya waktu santai begini, menikmati udara bebas." Sahutnya dengan mata masih terus menatap hamparan rumput hijau, yang di beberapa sudutnya terdapat tanaman hias serta pohon-pohon perindang lainnya.
"Tumben. Biasanya paling males kalau diajak keluar." Mahira ikut duduk di kursi kayu yang memang tersedia di taman tersebut.
Eby menanggapi ucapan temannya hanya dengan tersenyum tipis.
Dirinya memang sangat jarang berada di luar. Kalau tidak ada kepentingan yang memaksanya harus berada di luar rumah, ia akan memilih mengabiskan waktu di unit apartemen, tepatnya di dalam kamarnya.
"By, katanya nanti bakal ada orang baru yang tinggal di apart kamu ya?" Tanya Mahira lagi.
"Hmmm ... Memangnya kenapa?"
"Kamu nggak ada niat pindah gitu? Kita bertiga jadi satu unit, biarin unit kamu sekarang, untuk orang yang baru masuk" Usul Mahira.
Eby termenung sejenak. Ia sama sekali tidak kepikiran untuk pindah kemana-mana.
"Liat nanti aja lah ...." Ucapnya, memberi jawaban.
Memang selama ini ia tinggal sendiri di unit apartemennya saat ini. Sebab beberapa temannya ada yang tengah pulang ke tanah air, ada juga yang pindah tempat kerja, bahkan ada yang memilih menikah dengan orang asli Turki, dan tinggal bersama pasangannya. Namun hal itu tidak terlalu mempengaruhinya.
Bagi Eby, ada atau pun tidak teman di dalam apartemennya, itu sama saja. Toh, selama ini ia tidak pernah berbagi cerita dengan orang lain. Hanya Ratih dan Mahira, yang tahu cukup banyak tentang hidupnya. Selebihnya dia memendam sendiri segala keluh kesah dan deritanya. Yang dia tampilkan hanyalah keceriaan, dan keramahan yang acap kali membuat orang salah mengerti tentang dirinya.
"Balik yuk, udah sore." Ajak Mahira, setelah mereka terdiam cukup lama di taman tersebut.
"Kamu duluan aja, aku masih mau di sini." Sahut Eby.
"Ck, ya udah deh ... Aku duluan ya ... Mau nyuci soalnya." Pamitnya yang dibalas anggukan oleh Eby.
Setelah tubuh Mahira menghilang di balik gedung apartemen, Eby kembali menarik nafas panjang. Ia menyalakan ponsel yang sejak tadi ada dalam genggamannya.
Ia tengah menunggu kabar dari William, berharap kekasihnya menghubungi balik, setelah beberapa kali panggilan telepon serta chatnya tidak mendapat balasan dari laki-laki itu.
Waktu menunjukkan pukul 16.23 waktu Turki saat ini. Itu berarti di kota kelahirannya baru pukul 21.23.
Apa iya Willi sudah tidur? Rasanya tidak mungkin.
Setahu Eby, Willi adalah laki-laki yang cukup kuat begadang. Dia biasa lembur bahkan hingga menjelang subuh, jika tengah mengejar deadline.
Merasa lelah menunggu, pukul 17.45 Eby memutuskan kembali ke unitnya.
Ia harus membersihkan diri dan mengisi perutnya yang mulai terasa kosong.
Ada sedikit kecewa yang menyapa ruang hatinya. Eby berharap, bisa berbincang santai dengan William, sembari menikmati suasana sore di taman. Namun lebih dari dua jam menunggu, laki-laki itu tidak kunjung memberinya kabar. Bahkan Eby beberapa kali menghubungi, namun hasilnya nihil.
Kemana William?
Apa yang dilakukan laki-laki itu, hingga tidak sempat menerima telepon dari dirinya?
Mungkinkah ia tengah ...?
Aah, Eby menggelengkan kepalanya cepat. Ia semakin mengguyur tubuhnya dengan air dingin, berharap bisa mengenyahkan pikiran buruk yang melintas beberapa saat lalu.
🌟🌟🌟
Pagi itu, kembali Eby, Ratih, dan Mahira berangkat bersama. Tidak seperti biasa, perjalanan mereka terasa begitu menyenangkan dengan canda tawa ketiganya, hari ini Mahira merasa suasana perjalanan mereka begitu sunyi dan menegangkan.
"Kok, aku berasa jalan bareng dua dayang dari dunia berbeda ya? Auranya mistis." Celetuknya, membuat Eby dan Ratih kompak menoleh. Namun sedetik kemudian, mereka kembali melanjutkan angkah mereka, tanpa menanggapi ucapan Mahira.
Baik Eby maupun Ratih merasa enggan membuka mulutnya untuk bicara. Masing-masing tengah bergumul dengan perasaan mereka sendiri.
"Hei, kalian kenapa? Ada masalah apa? Cerita donk ... Jangan diem-dieman gini ...." Kesal Mahira, merasa tidak dianggap oleh keduanya.
"Nanti aja, Ra. Aku nggak mau pikiranku kacau lagi, kita mau berangkat kerja." Sahut Ratih.
"Kamu?" Mahira menunjuk Eby.
"Aku nggak pa-pa. Cuman lagi bingung aja, hari ini customer aku ibu hamil semua. Aku jadi mikir, pengen cepet hamil juga ...." Ucapnya asal.
"Jokes kamu garing ... Nggak lucu." Sahut Mahira kesal, lalu melenggang meninggalkannya, dengan menarik lengan Ratih agar mengikuti langkahnya.
"Yeee ... Siapa yang ngelawak?" Sahutnya berjalan santai di belakang teman-temannya.
Ia tidak bohong soal apa yang diucapkannya. Memang sebelum dirinya libur, yang reservasi adalah wanita-wanita hamil yang ingin melakukan treatment padanya.
Namun hal yang membuat dia menjadi pendiam bukan itu, melainkan soal William yang sama sekali tidak berkabar sejak kemarin hingga saat ini.
Bahkan kemarin dirinya sempat mengalami mimpi aneh, yang semakin membuat Eby over thinking.
Dalam mimpi itu, ia melihat sepasang kekasih tengah memadu cinta. Wajah mereka tidak nampak nyata, namun anehnya baju yang dikenakan oleh wanita itu sama persis seperti baju miliknya, yang beberapa waktu lalu ia titipkan kepada temannya untuk dibawa ke alamat sang kekasih. Baju yang rencananya akan ia gunakan untuk foto prewedding-nya kelak.
Eby merasa aneh dengan mimpinya tersebut.
Apa mungkin karena komunikasinya bersama William yang kurang intens, sehingga menimbulkan prasangka di alam bawah sadarnya? Atau memang ada sesuatu yang tidak baik terjadi? Pertanyaan-pertanyaan itu menari di kepala Eby, sejak ia baru membuka mata. Membuat suasana hatinya menjadi sendu.
Bersyukur dia memiliki jadwal yang cukup padat hari ini. Sehingga pikiran buruk tidak terus menggerogoti hatinya.
Melayani customer, berkomunikasi dengan mereka, mampu merubah suasana hatinya menjadi lebih baik.
"By, Ratih lagi galau, tau." Adu Mahira saat mereka beristirahat bersama.
Hari ini, Ratih dan Eby tidak sempat bicara banyak, sebab masing-masing tengah melayani tamu yang cukup ramai hari ini.
"Kenapa memangnya?"
"Kamu udah tau kan, soal dia diminta berhenti kerja?"
"Hmmm"
"Syukur dia nggak berhenti, By. Yoga ternyata brengsek banget tau, dia nuntut Ratih berhenti, kayanya cuman alasan buat mutusin si Ratih deh."
"Maksudnya?" Eby tidak mengerti dengan ucapan Mahira yang berputar-putar.
"Kemarin, adiknya Ratih kirim ss postingan cewek di Ig, yang nge tag nama si Yoga. Mereka berfoto mesraaa banget tau. Nah karena penasaran, Ratih cek lah itu profil si cewek. Bener donk ... Banyak foto mesra mereka di sana. Cuman nggak ada yang nyebut nama Yoga. Baru kemarin itu di tag si Yoga-nya." Terang Mahira panjang lebar.
"Ooh ... Terus Ratih nggak nanyain ke pacarnya soal ini?"
"Kata dia, dia belum sanggup. Takut kalau itu semua benar."
"Hah ... Udah jelas dia lihat faktanya, masih berharap itu hoax? Ya ampun Ratih ...." Eby gemas dengan sahabat yang dirasa terlalu naif itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Dhinok Farrel
gak tau nya, William juga sama kayak Yoga...hadeuhhh
2023-05-24
0