Bab 3

Eby asyik menggeser foto-foto yang baru dikirim oleh sang kekasih, dari tanah air. Senyumnya merekah melihat tampilan rumah minimalis yang sudah hampir selesai pengerjaannya.

Rumah impian, yang menjadi salah satu alasan wanita itu merantau sampai sejauh ini. Rumah yang kelak akan menjadi tempatnya menghabiskan sisa hidup bersama laki-laki yang dicintainya.

"Udah selesai, By?" Tanya Mahira, yang ternyata ikut melihat foto-foto di layar ponselnya.

Eby mengangguk dengan senyum cerahnya.

"Ini tinggal bikin taman di depan, sama kebun kecil di belakang rumah." Sahutnya sembari menunjukkan tempat dimana sekiranya taman itu dibuat.

"Hebat kamu ya, By. Kelihatan banget hasil kerja keras kamu. Beda sama aku, susaaah banget ngumpulin duitnya." Keluh Mahira.

"Ck nggak gitu juga, Ra ... Prioritas kita beda. Aku memang punya rumah, tapi aku nggak punya barang-barang mahal lainnya. Sementara kamu, berapa set perhiasan sudah kamu miliki sekarang?" Sahut Eby, sambil sesekali menoleh ke arah temannya itu.

"Sementara aku, cuman punya kalung ini. Ini pun pemberian William, pas aku mau berangkat. Kalau nggak, nggak mungkin aku memiliki benda berharga." Kekehnya sembari mengangkat kalung kecil yang menggantung di lehernya.

"Iya juga sih ... Tapi rumah sebagus itu, dibanding perhiasan yang aku beli nggak ada apa-apanya lah, By ...."

"Ck itu kan aku sama William yang beli Ra, bukan aku sendiri. Lagian juga baru beres rumahnya doang, isinya belum ada. Masih kosong." Ucap Eby ambil terkekeh.

"Yaaa kan pelan-pelan pasti terisi, By. Semangat kerja ...." Mahira mengangkat tangan dengan jari mengepal, memberi semangat pada temannya.

Mereka tengah duduk santai di sofa, sembari menunggu tamu. Sementara yang lain masih melayani customer yang datang saat itu.

Tidak menunggu lama, Ratih ikut bergabung sebab dirinya sudah selesai melakukan tugasnya.

"Udah selesai?" Tanya Mahira yang dibalas anggukan kepala oleh Ratih.

"Kenapa mukanya kusut begitu?" Kini giliran Eby yang bertanya, setelah beberapa saat lalu sempat melirik sang sahabat yang wajahnya terlihat kesal.

"Paling kesel sama tamu nggak tau diri. Udah nggak kasih tips, maunya banyak, mana badannya besar kaya gorila." Keluh Ratih, menghempaskan tubuhnya di samping Eby.

"Sabaaar ... Orang sabar pantatnya lebar ...." Kekeh Eby menggoda sang sahabat.

Mahira pun ikut tertawa mendengarnya. Sementara Ratih hanya mencebikkan bibir, saat mendengar godaan itu.

"Awas nanti kamu dapet tamu yang lebih nyebelin dari yang tadi, aku orang pertama yang bakal ketawain kamu." Sungut Ratih semakin membuat dua temannya terbahak.

Begitulah di tempat kerja, mereka biasa saling goda satu dengan yang lain. Jika mendapatkan tamu yang baik, memberi tips yang banyak, semua minta ditraktir, jika bertemu tamu yang menyebalkan maka akan jadi bahan tertawaan.

Hidup jauh dari keluarga, wajar jika mereka menjadikan teman kerja, sebagai saudara. Meski tidak semua punya pemikiran yang sama, baik Eby maupun yang lain harus memilah juga, mana orang tepat dijadikan sudara dan mana yang tidak.

🌟🌟🌟

Tubuh Eby rasanya remuk, melayani customer yang memiliki postur tubuh dua kali lipat lebih besar dari dirinya.

Sepertinya langit mendengar doa Ratih, sehingga ucapan wanita itu terwujud. Eby mendapat tamu yang sama seperti sahabatnya itu. Bertubuh besar, dan banyak maunya. Namun yang berbeda, tamu yang Eby dapat cukup royal memberikan tips untuknya.

"Terimakasih sudah membuatku merasa lebih baik. Ini untuk kamu, semoga kita bertemu lagi nanti." Ucap laki-laki paruh baya tersebut, mengulurkan lima lembar uang Lira kepada Eby.

Senyum Eby merekah. Mengucapkan terimakasih dengan bahasa Turki yang sudah ia kuasai, membuat tamu tersebut semakin senang.

Setelah tamunya meninggalkan tempat perawatan, Eby membersihkan segala peralatan, dan juga ruangan tersebut agar nanti saat ada tamu kembali, semua sudah siap digunakan.

"Ha ha ha mangkanya jangan suka ketawain derita orang ... Tuhan maha adil tau ...." Ratih begitu bahagia melihat sahabatnya yang baru keluar, bercucuran keringat.

"Ya seenggaknya, dia kasih aku ini ...." Eby menunjukkan beberapa lembar uang Lira di depan Ratih.

"Iihh curang ... Tadi aku nggak dapet ... Bagi donk ...." Wajah Ratih memelas.

Eby tersenyum kecut. Menyerahkan selembar uang 100an pada wanita itu.

"Jangan bilang sama yang lain ya ...."

"Iya ... Makasih ya ...." Sahut Ratih sumringah.

"Eh ... Kita jadi wisata kuliner lagi kan? Ajak Mahira juga nanti sekalian." Usul Ratih, mengingat janji Eby Minggu lalu.

"Ck, kamu ini galau, patah hati, tapi teteeeep aja nggak lupa sama makanan. Heran aku," keluh Eby, mengingat curhatan Ratih beberapa waktu lalu.

"Aku udah coba ikhlas, By. Benar kata kamu, Yoga hanya suka sama aku bukan sama keluargaku. Banyak banget perbedaan antara aku sama dia. Baik pola pikir, maupun status sosial. Aku rasa, sebaiknya memang aku menyerah dengan hubungan ini." Ucap Ratih pelan. Senyum cerianya menghilang seketika, berganti sendu yang tersirat di raut wajahnya.

Diingatkan kembali akan cintanya yang baru saja kandas, membuat wanita itu kembali merasakan sesak di dadanya.

"Sabar, Rat ... Suatu saat Tuhan pasti akan hadirkan orang yang tepat untuk kamu. Yang bisa menghargai kamu juga keluargamu."

"Semoga aja, By. Udah ah, nggak usah bahas itu. Jadi gimana? Kita malam ini berburu makanan lagi kan?" Tanya Ratih mengalihkan topik pembicaraan.

Wanita itu tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan.

"Minggu depan aja gimana? Aku harus transfer uang ke Willi soalnya. Mau beli bathtub." Sahut Eby pelan.

Ratih hanya bisa memanyunkan bibirnya, mendengar penolakan Eby.

Ia tahu, saat ini Eby tengah membangun rumah impian bersama sang kekasih. Rumah yang kelak menjadi tempat dimana Eby dan William akan menghabiskan sisa hidupnya bersama.

"Uang kamu cukup nggak? Nih." Ratih mengulurkan kembali uang yang tadi sempat ia minta pada Eby.

"Cukup ... Itu buat kamu aja. Aku ikhlas kok." Tolak Eby.

Ratih memasukkan kembali uang yang Eby berikan untuknya itu. Dalam hati ia bersyukur memiliki teman seperti Eby, yang meskipun ucapannya sering kali membuat orang lain kesal karena ceplas-ceplos, namun hati Eby sangat baik, sangat lembut, tidak bisa melihat orang lain kesusahan.

"Makasih ya By, semoga rejeki kamu selalu dilancarkan sama Tuhan. Semoga apa yang menjadi mimpi kamu juga dikabulkan olehNya." Doa Ratih tulus untuk sahabatnya.

"Makasih doanya ya ... Kamu juga semoga selalu kuat menghadapi semuanya." Sahut Eby dengan tersenyum.

Begitulah Eby. Selain keluarga, ia juga memiliki tanggungan bersama dengan William, yaitu rumah yang mereka bangun berdua.

Willi tidak akan segan meminta Eby untuk mengirimkan uang, bila dirasa uangnya tidak cukup untuk membeli segala kebutuhan pembangunan rumah mereka.

Hal itulah yang membuat Eby harus berhemat. Demi memenuhi mimpinya memiliki rumah idaman bersama William.

Terpopuler

Comments

༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§ ᴮᵉᵉ ⃝•Offff👏 🅠🅛

༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§ ᴮᵉᵉ ⃝•Offff👏 🅠🅛

kasian Ratna semoga dapet orang yang baik buat kamu ya rat

2023-06-12

1

Isma Ismawati

Isma Ismawati

Semangat

2023-06-12

1

🤗🤗

🤗🤗

datang lagi

2023-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!