BAGIAN 2 – Namanya Angkasa Biru

Sejak hari itu, entah kenapa selalu ada pertemuan yang tak sengaja antara aku dan Bima. Lebih mengesalkannya lagi, pria itu selalu menyapanya dengan sumringah dan lambaian tangan yang khas.

Seperti saat di kantin. “Bumi!” serunya.

Di koridor.

Lapangan upacara.

Bahkan halte tempatku menunggu ayah menjemput.

“Bu-"

“Berisik!” gerutuku kepadanya. Ia hanya cengengesan dan menghampiriku. Oh ayolah bahkan di perpustakaan juga? Ini adalah tempat dimana semua orang mendapatkan kedamaian.

Dari sudut mata dapat kulihat pria itu yang menggeser bangku hingga duduk di sebelahku. Wajahnya sok serius dengan buku paket yang terbuka tepat di depannya. “Sst, Bumi,” panggilnya lagi.

Aku menoleh sembari memasang wajah yang kesal.

“Temenku mau kenalan,” ucapnya lagi.

Aku sudah muak dengan itu. “Terus? Aku peduli gitu?” tanyaku sinis. Aku menutup novel yang kubaca dan buru-buru keluar dari perpustakaan untuk meninggalkannya.

Untungnya ia tak mengikutiku.

Di malam harinya aku kembali sendirian. Sebenarnya ada rasa kesepian yang begitu besar. Sempat aku merasa bahwa kedua orangtuaku hanya mencurahkan perhatian sepenuhnya pada abang. Padahal dirinya tetap manusia biasa di masa remaja yang juga butuh curahan perhatihan.

Aku melihat jam weker yang menunjukkan pukul 10 malam. Mataku sama sekali tidak mengantuk setelah belajar matematika untuk ulangan harian besok. Kuputuskan untuk meraih laptop tuaku yang warnanya sudah memudar.

Aku memilih untuk berselancar di media sosial focobook yang sudah lama tak kubuka. Di beranda dapat langsung kulihat postingan teman-teman semasa SMPku. Sekarang aku rindu mereka. Masa SMA yang kukira menyenangkan ternyata tidak sesuai dugaan. Aku lumayan dikucilkan di kelas hanya karena pertanyaan yang kuajukan di beberapa pelajaran untuk guru. Mereka menganggapku sok pintar kemudian mulai memberikan jarak.

Padahal aku sama sekali tidak berpikir seperti itu. aku bertanya karena aku ingin tahu lebih lanjut. Itu saja.

Aku menerima semua permintaan pertemanan yang berbaris di akunku.

Ting.

Suara notifikasi membuatku cukup terheran. Tidak biasanya ada yang mengirimkanku pesan. Aku mencoba membuka pesan yang masuk dari akun bersama Angkasa Biru. Nama yang cukup unik.

“Hai Bumi, apa kamu kenal Bima?” tanyanya dengan tak terduga.

Aku mencoba menekan profilnya dan tak melihat satupun foto pribadinya. Aku tidak mengenal orang ini dan ia bisa-bisanya langsung mengajukan pertanyaan yang menurutku tidak penting.

Karena sedang dilanda kebosanan, aku memutuskan untuk menanggapi percakapan aneh itu.

“Kenal,” jawabku.

“Kamu adik Laut ya.”

Membacanya saja hatiku sesak. Aku mencoba memastikan bahwa orang itu menyebut tentang abang. Padahal aku dan abang tidak terlalu akrab dan teman-temanku pun banyak yang tak tahu bahwa aku bukanlah anak tunggal.

“Aku tahu dari namamu. Nusantara. Nama yang khas untuk tag keluarga,” lanjutnya.

Itu cukup masuk akal.

“Kamu siapa?” serangku. Rasa penasaranku terhadapnya kini meningkat. Pertama ia kenal Bima, kedua ia mengenal abangku.

“Aku Biru. Bukannya sudah jelas ya di nama akunku.”

Hahh mulai lagi satu orang menyebalkan.

“Ok.” Jawabku singkat.

Ia mengirim emoticon tertawa atas jawabanku itu. “Lain kali kalau orang ngajak kenalan jangan dicuekin terus ya. Good night.”

Angkasa Biru is offline.

Pikiranku langsung berkelana. Kalau tebakanku benar, ia pasti adalah orang yang ingin dikenalkan Bima kepadaku. Itu cukup masuk akal karena yang ia sebut pertama kali memang Bima.

Esoknya aku dengan niat yang menggebu-gebu mendatangi kelas Bima. Namun pria itu belum datang. Menyebalkan sekali.

“Oh jadi sekarang selain caper sama guru, caper sama anak kelas sebelah juga,” sindir Tania, teman sekelasku. Beberapa teman yang sedang bersamanya juga ikut tertawa seakan itu adalah hal yang paling lucu di dunia.

Aku hanya menunduk dan mengencangkan peganganku pada totebag putih yang kubawa. Sesuai dugaanku, jika tak menanggapinya mereka akan pergi dengan sendirinya. Namun tetap saja, aku merasa sedih.

“Gak usah di dengerin.”

Aku menoleh dan menemukan perempuan dengan rambut twintailnya. Ia duduk di sebelahku tanpa basa-basi. “Mereka emang gitu. Cuekin aja. Kamu anak IPA 1 kan?” tanyanya kini melabuhkan sepenuhnya tatapannya kepadaku.

Aku mengangguk dengan canggung. Ia mengulurkan tangannya tepat di hadapanku. “Halo, namaku Echa. Anak IPA 3. Kamu?”

Rupanya perempuan ramah ini merupakan teman sekelas Bima. Sungguh takdir yang luarbiasa.

“Bumi,” jawabku pelan.

Tatapan mata Echa berbinar. “Bumi? Earth?” ulangnya.

Aku terkekeh melihat keantusiannya itu. “Iya, earth.”

“Itu nama yang bener-bener unik. Aku baru pertama kali denger nama seunik itu. Kalau nama panjang?” kali ini tanyanya.

Baru saja hendak menjawab. Seseorang sudah mengambil alihnya.

“Archava Bumi Nusantara.”

Aku menoleh dan menemukan pria yang kutunggu akhirnya datang juga.

“Bima, aku kan nanya sama Bumi.”

“Ya aku bantu jawab,” jawab Bima dengan santai. Echa mengerucutkan bibirnya karena merasa kesal. Aku hanya terkekeh melihat mereka berdua.

“Kamu nunggu aku kan?” tanya Bima langsung, Tebakan yang akurat.

Aku mengangguk-anggukkan kepala.

“Yok, sekalian ke kantin aku belum sarapan,” ucapnya justru memberikan perintah. Oke, sabar Bumi. Kali ini aku membutuhkan informasi darinya.

“Oke.” Aku beranjak dari dudukku dan menoleh pada Echa. “Echa, nanti kita ngobrol-ngobrol lagi ya,” ucapku sekaligus berpamitan kepadanya.

Perempuan itu mengangguk.

Kini aku dan Bima berjalan berdampingan menuju kantin. Cukup sulit bagiku mengimbangi kakinya yang jenjang itu.

“Jadi mau ngomong apa?” tanyanya setelah kami menemukan satu meja kosong.

Aku masih berpikir dan mencoba menimbang-nimbang mana yang harus ku bicarakan dengannya dan mana yang tidak.

“Angkasa Biru,” aku melirik ekspresi wajahnya. “itu temenmu kan?”

Bima tampak biasa saja saat aku menyebut nama itu. Ia mengangguk dengan enteng sembari menyantap batagor di hadapannya. “Iya, dia temen yang mau kenalan sama kamu,” jawabnya.

“Terus kamu ngasih nama focobookku?” tebakku.

Ia menggeleng. “Aku aja gak tahu,” jawabnya. Tampaknya ia memang jujur karena kami tidak berteman disana.

“Terus dia tahu dari mana?”

Bima mengangat bahu. “Kamu meragukan cowok yang pengen PDKT?"

“Hah?”

“Lupain.”

Aku membutuhkan pemikiran ekstra untuk itu. “Dia temenmu dari kapan?” tanyaku mencoba menggali lebih lanjut.

“Baru kenal pas SMA kok. Aku sama dia sama-sama basket,” jawabnya.

Itu masuk akal.

“Terus kenapa dia tiba-tiba pengen kenalan sama aku?”

Makanan miliknya sudah tandas. Ia menjauhkan mangkok kosong lalu menatapku lurus. “Ya mana ku tahu.”

Hah, sebagian besar jawabannya tidak berguna.

“Kamu tertarik juga sama dia? Bagus. Nanti kalau udah jadian, jangan lupa komisi,” ucapnya mengejekku.

Aku melempar gulungan tisu ke arahnya yang disambut dengan tawanya yang menguar bebas. Oh ya ampun kenapa bisa-bisanya aku terjebak dengan orang ini.

“Udah? Gak ada yang bikin penasaran lagi? Udah mau bel ini.”

Aku berpikir keras.

“Kenapa dia bisa kenal Laut?”

Akhirnya pertanyaan itu lolos juga dari lidahku yang kelu.

“Hah? Emang ada manusia yang gak tahu laut? Aku aja dari bayi-“

Oke. Kami beda pemikiran. Dari percakapan anehnya itu aku sudah tahu bahwa ia tidak mengenal abangku. Hanya Angkasa Biru saja yang mengenalnya.

Episodes
1 Prolog
2 BAGIAN 1 – Awal Kisah
3 BAGIAN 2 – Namanya Angkasa Biru
4 BAGIAN 3 - Pertemuan
5 BAGIAN 4 – Kecanggungan Biru
6 BAGIAN 5 – Pendekatan Biru
7 BAGIAN 6 – Bima yang Kembali Mengesalkan
8 BAGIAN 7 – Mempertanyakan Resah
9 BAGIAN 8 – Hari Jadian
10 BAGIAN 9 – Teman Bersama
11 BAGIAN 10 – Kupu-kupu Dalam Perut
12 BAGIAN 11 – Kembalinya Laut
13 BAGIAN 12 – Khawatir
14 BAGIAN 13 – Perdebatan Antara Bima dan Bumi
15 BAGIAN 14 – Permintaan Maaf
16 BAGIAN 15 – Kesalahan Fatal
17 BAGIAN 16 – Alasan yang Biru Buat
18 BAGIAN 17 – Teman Menyebalkan
19 BAGIAN 18 – Biru Baik-Baik Saja?
20 BAGIAN 19 – Gangguan dari Bima
21 BAGIAN 20 – Gangguan dari Bima (2)
22 BAGIAN 21 – Bima, Ada Apa?
23 BAGIAN 22 – Laut Menjaga Bumi
24 BAGIAN 23 – Sanksi dari Sekolah
25 BAGIAN 24 – Mempertanyakan Rasa
26 BAGIAN 25 – Hadiah Ulang Tahun
27 BAGIAN 26 – Sisi Berbeda
28 BAGIAN 27 – Kesalahpahaman
29 BAGIAN 28 – Permintaan Maaf
30 BAGIAN 29 – Biru, Dunia, dan Seisinya
31 BAGIAN 30 - Teguran dari Wali Kelas
32 BAGIAN 31 – Tanpa Bertemu
33 BAGIAN 32 – Satu Kelas
34 BAGIAN 33 - Terkuaknya Semua Hal
35 BAGIAN 34 - Pengakuan Pahit
36 BAGIAN 35 - Kami Selesai
37 BAGIAN 36 – Tanpa Biru
38 BAGIAN 37 - Ikut Campur
39 BAGIAN 38 – Saat Waktu Terus Berlalu
40 BAGIAN 39 - Pengakuan
41 BAGIAN 40 – Bentuk Penyadaran
42 BAGIAN 41 - Patah Harus Tumbuh
43 BAGIAN 42 – Bukan Terpaksa
44 BAGIAN 43 – Patah Hati Lagi
45 BAGIAN 44 – Study Tour
46 BAGIAN 45 – Selamat Tinggal
47 Epilog
Episodes

Updated 47 Episodes

1
Prolog
2
BAGIAN 1 – Awal Kisah
3
BAGIAN 2 – Namanya Angkasa Biru
4
BAGIAN 3 - Pertemuan
5
BAGIAN 4 – Kecanggungan Biru
6
BAGIAN 5 – Pendekatan Biru
7
BAGIAN 6 – Bima yang Kembali Mengesalkan
8
BAGIAN 7 – Mempertanyakan Resah
9
BAGIAN 8 – Hari Jadian
10
BAGIAN 9 – Teman Bersama
11
BAGIAN 10 – Kupu-kupu Dalam Perut
12
BAGIAN 11 – Kembalinya Laut
13
BAGIAN 12 – Khawatir
14
BAGIAN 13 – Perdebatan Antara Bima dan Bumi
15
BAGIAN 14 – Permintaan Maaf
16
BAGIAN 15 – Kesalahan Fatal
17
BAGIAN 16 – Alasan yang Biru Buat
18
BAGIAN 17 – Teman Menyebalkan
19
BAGIAN 18 – Biru Baik-Baik Saja?
20
BAGIAN 19 – Gangguan dari Bima
21
BAGIAN 20 – Gangguan dari Bima (2)
22
BAGIAN 21 – Bima, Ada Apa?
23
BAGIAN 22 – Laut Menjaga Bumi
24
BAGIAN 23 – Sanksi dari Sekolah
25
BAGIAN 24 – Mempertanyakan Rasa
26
BAGIAN 25 – Hadiah Ulang Tahun
27
BAGIAN 26 – Sisi Berbeda
28
BAGIAN 27 – Kesalahpahaman
29
BAGIAN 28 – Permintaan Maaf
30
BAGIAN 29 – Biru, Dunia, dan Seisinya
31
BAGIAN 30 - Teguran dari Wali Kelas
32
BAGIAN 31 – Tanpa Bertemu
33
BAGIAN 32 – Satu Kelas
34
BAGIAN 33 - Terkuaknya Semua Hal
35
BAGIAN 34 - Pengakuan Pahit
36
BAGIAN 35 - Kami Selesai
37
BAGIAN 36 – Tanpa Biru
38
BAGIAN 37 - Ikut Campur
39
BAGIAN 38 – Saat Waktu Terus Berlalu
40
BAGIAN 39 - Pengakuan
41
BAGIAN 40 – Bentuk Penyadaran
42
BAGIAN 41 - Patah Harus Tumbuh
43
BAGIAN 42 – Bukan Terpaksa
44
BAGIAN 43 – Patah Hati Lagi
45
BAGIAN 44 – Study Tour
46
BAGIAN 45 – Selamat Tinggal
47
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!