Cinta Dan Air Mata
Setelah lulus sekolah dari SMA Taruna Bakti Maya harus merantau ke kota Jakarta untuk mencari nafkah, mengingat Ayahnya yang tak mampu lagi bekerja Maya harus bisa mencari uang untuk membantu sang Ibu dan kedua adiknya, Rana dan Rani.
“Dangukeun taliti Indung, Neng! Jaga diri di Jakarta engke. Nalika anjeun sumping, tang hilap nelepon ka Indung deui,” ujar bu Salimah memberi pesan.
“Iya, Indung. Ya sudah, Neng berangkat sekarang saja lah. Takut telat nanti, jaga Bapak sama adik-adik di rumah. Maya pasti kangen sama Indung.” Maya memeluk Salimah, sang Ibu.
“Iya, Neng. Hati-hati di jalan!”
Salimah melerai pelukannya, lalu membawa tas ransel yang sudah diisi dengan beberapa pakaian milik Maya, putrinya yang hendak merantau ke Jakarta itu. Dengan segala doa yang sudah dipanjatkan Salimah membiarkan Maya mencri nafkah di kota seberang.
“Uluh-uluh Neng Maya teh mau kemana? Mening gelis pisan?” tanya seorang tetangga yang usianya hampir setara dengan Maya.
“Lastri aku mau merantau ke Jakarta. Mau cari kerja di sana buat bantu Bapak sama Indung di kampung. Minta doa nya ya, Lastri... biar aku bisa sukses di Jakarta nanti.” Maya mengulas senyum kepada Lastri.
“Iya atuh Neng Maya, Lastri doa ken semoga saja sukses di Jakarta nanti. Kalau sukses Lastri mau ikut juga kesana.” Lastri pun membalas dengan tawa.
Dan tawa Lastrienular ke Maya, tawa yang begitu khas dari sang kembang desa di desa Citarum, Jawa Barat. Setelah canda tawa sesaat menemani Maya dan Lestari kini perpisahan harus terjadi di antara mereka. Maya harus masuk ke sebuah mobil travel jurusan Jakarta dan menuju agen yang akan membantu Maya setelah tiba di Jakarta nanti.
“Maya berangkat dulu, Indung. Dada Rani, Rana dan kamu Lastri.” Maya melambaikan tangannya.
Ketiga orang yang di sapa Maya itupun membalas dengan lambaian tangan mereka. Dan mobil pun dilajukan dengan kecepatan sedang.
Saat dalam perjalanan menuju ke desa lainnya dengan tujuan yang sama seperti Maya, di dalam mobil itu pun tak ada suara satupun yang mampu terdengar. Karena Maya menikmati setiap perjalanan dengan pemandangan sekitar yang ada. Jelas jika di desa masih begitu asri, banyak pepohonan yang masih tumbuh dan dibiarkan hingga membesar agar memberikan kesejukan di pagi hari hingga sore di kala cuaca panas tengah menerpa desa tersebut. Dan biasanya saat mala. hati akan terasa dingin karena banyaknya pohon yang tumbuh di sana.
‘Akan ku tunggu kamu kembali bersama janjimu itu. Dan selama waktu itu terus berjalan hingga waktunya tiba, aku akan merantau dulu mencari pekerjaan yang layak untuk dikumpulkan menjadi modal kita menikah nanti.’ Maya bermonolog dalam hati.
Selembar foto tak berbingkai itu terus Maya pegang dalam genggaman tangannya. Dan ada juga surat yang menjadi lambang cinta antara Maya dengan sang kekasih. Namun, karena keadaan keduanya harus berpisah untuk sementara waktu. Dan hingga waktunya tiba keduanya telah berjanji untuk saling bertemu lagi, bahkan memenuhi janji yang pernah diucapkan oleh sang kekasih.
“Kita berhenti dulu ya, Mbak! Ada salah satu seorang wanita yang akan merantau lagi ke Jakarta.” Sopir pun meghentikan mobilnya.
“Ah iya-iya, Pak.” Maya memasukkan kembali foto dan selembar surat itu ke dalam tasnya.
Tidak lama kemudian seorang wanita yang usianya sekitar empat puluh tahun telah masuk. ke dalam mobil, lalu duduk dibagian jok penumpang di baris ke dua tak lain itu disebelah Maya.
Maya pun mengulas senyum untuk menyapa wanita tersebut. Begitu juga dengan wanita yang bernama Rahimah, membalas senyum ramah dari Maya. Dan obrolan pun telah bergulir menemani keduanya.
Setelah beberapa jam kemudian akhirnya mereka sampai juga di sebuah agen yang melayani mereka untuk ditempatkan kepada majikan yang memang mencari asisten rumah tangga.
“Semoga saja kita bisa mendapatkan majikan yang baik yo, Maya.” Doa semacam itu tak pernah surut dilantunkan oleh Rahimah dan Maya.
“Iyo, bu Rahimah. Semoga saja majikannya nanti baik hati sama kita.” Harapan seorang Maya pun sama dengan Rahimah.
Sembari menunggu namanya dipanggil Maya sesekali membuka layar slide ponselnya dan melihat di sana jika saja ada pesan masuk. Akan tetapi tidak ada satupun pesan masuk, termasuk dari adik maupun ibunya.
‘Ya Allah, semoga saja dipermudahkan segala urusanku ini.’ Maya berdoa di dalam hatinya.
Nama Maya pun telah dipanggil, semakin membuat hati Maya berdegup kencang bahkan tak beraturan. Namun Maya selalu mengatur napasnya sembari berdzikir di dalam hati.
“Mbak Maya nanti ikut kerjanya sama Pak Hadi dan Nyonya Zaskia. Kebetulan mereka sedang mencari baby suster untuk anak mereka.” Terang seorang wanita yang berprofesi sebagai penyalur.
“Iya, Mbak. Saya mau, InsyaAllah... saya bisa menjaga anak mereka.”
Tukang ojek online oun mengantarkan Maya ke alamat yang dituju, di mana alamat itu kediaman Pak Hadi dan Nyonya Zaskia. Kedatangan Maya disambut dengan ramah oleh Hadi dan Zaskia.
“Kami harap kamu betah bekerja disini. Jangan lupa selalu awasi dan jaga anak kami dengan telaten.”
“Iya, Tuan dan Nyonya. Saya akan berusaha untuk menjaga anak Tuan dan Nyonya 24 jam.”
Setelah satu minggu bekerja Maya mendapatkan pujian bertubi-tubi dari majikannya itu. Karena Maya yang cukup mahir dalam menjaga balita yang berusia lima tahun itu membuat Hadi dan Zaskia merasa puas dengan hasil kerja Maya. Bahkan satu bulan telah berlalu, tepat Maya mendapatkan upahnya selama satu bulan kerja di sana. Maya mendapatkan upah lebih dari hasil kerjanya tersebut, hingga membuat Maya tak hentinya mengucapkan rasa syukur dan banyak terimakasih terhadap Hadi dan Zaskia atas kebaikan mereka.
“Ambilah upahmu itu, Maya. Di dalam amplop itu ada uang sebesar tiga juta lima ratus.” Hadi menyodorkan amplop berwarna coklat kepada Maya.
“Terimakasih banyak, Tuan dan Nyonya. Semoga saja kebaikan yang Tuan dan Nyonya berikan kepada saya, Allah SWT mampu membalasnya dengan kebaikan pula,” ujar Maya.
Maya menyalami punggung tangan Hadi dan Zaskia karena terlalu senang. Setelah menerima upah pertama Maya mengirimkan sebagian uang tersebut ke kampung untuk membantu sang Ibu.
“Bagaimana Indung, apa sudah Indung terima uang yang Maya kirim tadi?”
“Alhamdulillah sudah, Neng. Tapi Bapakmu...” Salimah menggantungkan ucapannya.
“Bapak kenapa Indung? Bapak kambuh lagi sakitnya?”
“Bapak kamu, Neng. Hiks... Hiks... Hiks... sudah tidak ada.”
Deg...
Tubuh Maya seketika serasa membeku ditempat. Maya masih tidak mempercayai ucapan Ibunya dan kembali meminta keterangan tentang kondisi Bapaknya di kampung. Dan dari seberang ada Rani yang menjelaskan kondisi Dadang, sang Bapak.
“Tidak. Tidak mungkin...” Maya terus menggelengkan kepalanya sembari menangis.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Nova Yuliati
peryama baca sdh bikin 😭😭😭😭😭
2023-04-01
2