Tidak semua apa yang kita harapkan dan cita-cita kan itu selamanya akan terwujud. Terkadang, itu semua hanya harapan semu yang kala itu menjadi sebuah mimpi, tapi saat mimpi itu tidak bisa digapai maka, hanya satu kata yang pasti... pasrah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Motor Ninja 250 FI masih membelah jalan raya, kedua pengemudi muda dan kudu itu masih menikmati suasana siang yang hampir sore itu. Mereka bukan untuk menelusuri jalan pulang ke rumah, melainkan memilih untuk pergi ke pantai sejenak dan melepas rasa penat yang beberapa jam lalu membebani otak mereka.
Saat perjalanan Maya memegang ponselnya dan mendengarkan musik yang mengakun melalui headset yang dimasukkan ke telinganya. Alunan lagu mendendangkan musik yang romantis, pas banget dengan pasangan seperti mereka.
“Kamu lagi dengar lagu apa, May? Sepertinya asik begitu,” kata Keinandra ditengah suara deru motor yang melaju.
“Memang asik kok, Kei. Kamu mau ikut dengar juga?” tanya Maya memastikan.
Keinandra hanya mengangguk saja, lalu Maya seketika memberikan salah satu headset nya dan memasukkan ke telinga Keinandra yang tertutupi dengan helm fullface miliknya.
Dan kau hadir merubah segalanya
Menjadi lebih indah
Kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kaulah yang terbaik untukku
Lagu Adera dengan judul lebih indah telah menemani sepanjang jalan mereka. Hingga tanpa mereka sadari motor telah memasuki area pantai. Dan setelah menuruni motor Ninja 250 FI milik Keinandra, keduanya berjalan bersisihan sembari Keinandra yang menggenggam tangan Maya lalu menuju ke bibir pantai.
“Lihatlah senja di sana, May. Indah, bukan.” Keinandra menunjuk ke arah langit tepat di atas lautan yang membiru dengan cahaya senja yang memantul.
“Iya, Kei. Kamu benar, senja itu memang indah. Terimakasih, karena kamu sudah menunjukkan hal terindah ciptaan Tuhan sore ini.” Maya mengulas senyum dengan puas.
“Sama-sama, May. Oh iya, kata orang... menikmati senja itu lebih enak saat mata kita terpejam. Ada rasa dan suasana yang tidak bisa kita artikan saat itu,”
“Apa kamu mau mencobanya, May?”
Maya menoleh ke arah Keinandra, lalu mengangguk dengan yakin. Dan keduanya pun memejamkan mata dan membiarkan wajah mereka diterpa oleh angin laut sore hari yang bercampur dengan cahaya senja.
Benar saja apa yang dikatakan Keinandra, saat mata terpejam Maya merasakan ketenangan dan kedamaian. Dan hal itu mereka lakukan selama kurang lebih lima belas menit, senja itu pun hampir tenggelam.
“Kei, pulang yuk! Sudah hampir maghrib loh,” ajak Maya.
Hati Maya sudah mulai merasa tidak tenang lagi saat sekelabat bayangan sosok lelaki paru baya melintas dalam pikirannya.
Keinandra mengiyakan ajakan Maya, karena ia juga harus pulang sebelum kakek maupun neneknya akan merasa khawatir karena tak kunjung pulang.
Motor Ninja 250 FI kembali dilakukan dan membelah jalan raya yang tidak terlalu ramai. Obrolan pun bergulir menemani mereka dalam setiap perjalanan. Hingga tidak ada kata bosan maupun lelah yang akan mereka rasakan seoulang sekolah. Maklum saja, namanya juga remaja yang lagi bucin bucin nya.
Dua puluh menit dalam perjalanan, motor itupun memasuki pelataran rumah Maya yang tidak terlalu megah, hanya sederhana saja. Asalkan bisa menampung keluarga, maka rumah itu layak untuk dijadikan tempat berlindung bagi kedua orang tua Maya.
“Terimakasih ya, Kei! Maaf ya, rumahku kayak gini. Pasti... kamu akan jijik ya sama aku setelah ini?” tanya Maya dengan hati-hati.
“Tidak perlu kamu pikirkan hal semacam itu, May. Kamu tahu aku, kan? Meskipun baru pertama kali aku mengantarkan kamu sampai rumah, tapi itu bukan hal yang akan aku tanyakan.”
“Dengerin aku baik-baik! Rumah itu memang dijadikan tempat untuk kita pulang, tapi jika di dalamnya sepi maka rumah itu hanya akan sia-sia saja untuk ditempati.”
Memang benar begitu, kan? Keinandra saat ini memang tinggal dengan kakek dan neneknya, bukan papa nya yang sudah lama menduda. dan adiknya... Arles. Anak laki-laki yang terpaut usia dua tahun lebih muda daripada Keinandra.
Maya menatap lekat wajah lelaki yang berbadan tegap, tinggi, berkulit putih, berhidung mancung dan memiliki tahu lalat tepat di atas bibirnya. Bayangkan saja, betapa kerennya laki-laki muda itu. Dan tidak salah jika Maya yang cantik dengan bulu mata lentiknya bisa mendapatkan laki-laki sepertinya.
“Ya sudah! Aku pulang dulu ya! Sampai jumpa besok, sayang.” Keinandra mengusap kepala Maya dengan begitu lembut.
“Iya. Hati-hati di jalan.”
“Jangan ngebut-ngebut!”
Keinandra mengulas senyumnya sembari mengangguk pelan, lalu menutup helm fullface nya. Motor pun siap untuk melakukan dengan kecepatan rata-rata, karena pada dasarnya Keinandra tidak suka jika mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.
Maya terus melihat ke arah depan, hingga motor Ninja 250 FI dan pemiliknya tidak mampu dilihat oleh matanya lagi. Setelah itu baru lah Maya menuju ke rumah dan membuka pintu.
“Assalamu'alaikum,” ucap salam Maya.
Dari dalam rumah terdengar ada sahutan dari dua pemilik suara. Satu suara Bapak nya Maya dan satu nya lagi Indungnya. Sedangkan kedua adik Maya masih sibuk dengan kegiatan di sore hari, mengaji di mushola dekat rumahnya.
“Kakara nepi ka imah, Neng?” tanya Salimah, ibu dari Maya.
“Iya, Indung.”
Maya menghampiri Salimah dan Dadang yang duduk di ruang tamu, lalu menyalaminya.
“Saha eta, Neng? Mana ganteng pisan,” ungkap Salimah penasaran.
Deg...
‘Apa Bapak sama Indung tadi lihat aku sama Keinandra, ya? Terus... kenapa Bapak sekarang diam saja? Mana tidak seperti biasanya juga,’ ucap Maya dalam hati.
“Itu tadi teman saja kok, Indung. Teman sekolah.” Maya memberikan jawaban alibinya.
Bukan berarti Maya adalah seorang anak yang selalu berbohong, tetapi Maya melakukan hal itu karena ia tidak ingin pisah dengan Keinandra dan Maya juga tidak mau jika Bapak nya akan marah jika tahu anak gadisnya sudah memiliki pacar. Sedangkan tren jaman sekarang anak remaja kebanyakan memang seperti itu, kan?
“Neng, abdi hoyong ngobrol. Tapi ganti baju heula.” Bapak Maya pun bersuara.
Tatapan Bapak Maya menajam, mencoba mencerna dan menelaah apa yang dikatakan anak gadisnya itu benar atau tidak. Hal itu membuat Maya merasa takut, tangannya pun dingin sebelum terkena air yang membasahinya.
“Iya, Bapak. Maya permisi dulu, mau mandi.”
Maya beranjak ke kamarnya, tas yang tergantung di pundaknya ia letakkan di atas kursi, tempatnya belajar. Setelah itu langkah kembali dilakukan hingga Maya berhenti setelah masuk kamar mandi yang ada di sisi belakang dapur.
Rumah sederhana itu tidak bayak memiliki ruang, dua ruang untuk kamar, satu ruang untuk sholat, ruang depan untuk ruang tamu, belakang bagian dapur dan paling ujung ada kamar mandi.
‘Huft! Kira-kira Bapak mau ngomong apa, ya? Jangan-jangan...?’ ujar Maya di hati.
Lima belas menit Maya keluar dari dalam kamar mandi, lalu bergerak menuju almari yang ada di delam kamarnya. Kaos polos berwana army dan dipadukan dengan celana levis panjang berwarna biru tua. Dan setelah menyisir rapi rambutnya yang basah Maya menemui kembali Bapak nya yang masih duduk di ruang tamu bersama Indungnya.
“Bapak mau ngomong apa sama, Maya?” tanya Maya.
Setelah mengambil duduk di samping Indungnya, tatapan Bapak menajam. Menelisik setiap gerak gerik anak gadisnya itu. Gelagat yang begitu mencurigakan setelah Bapak mengamati Maya dengan tajamnya.
“Bapak mau bilang satu hal saja sama kamu, Neng. Jagalah apa yang sudah Bapak percayakan kepadamu. Dan Bapak harap kamu bisa menjaga diri dari seorang lelaki, termasuk... lelaki yang tadi.” Pengucapan yang terdengar amat tegas.
“Tapi lelaki muda tadi baik, kok, Pak. Juga tidak neko-neko di sekolah, masa iya Maya tidak boleh berteman dengannya?”
“Kamu hapal dengan Bapak, Neng. Bapak tidak mau ada penolakan sama sekali. Bapak juga tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kamu, Neng, dengan lelaki tadi.”
Deg...!
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments