Mungkin ini memang sebuah kebenaran yang ada. Di mana masa putih abu-abu adalah masa yang amat menyenangkan untuk dijalani seperti saat ini... masa ku.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Banyak siswa dan siswi yang belajar dengan rasa semangat yang membuncah di SMA Taruna Bakti, salah satu siswi yang sangat dicintai oleh guru bahkan kepala sekolah pun selalu mengistimewakan nya, tak lain siswi itu bernama Maya Lestari.
Maya Lestari mendapatkan beasiswa saat mendaftar di sekolah SMA Taruna Bakti. Saat di bangku kelas sebelas Maya selalu mendapatkan juara satu dalam beberapa mata pelajaran yang diikut sertakan lomba. Dan beberapa minggu lalu Maya medapatkan juara satu dalam lomba Fisika, tetapi itu adalah lomba terakhir yang diikutinya. Karena setelah libur panjang Maya memasuki bangku kelas XII MIPA 2.
“May, akhirnya kita sudah berada di kelas dua belas. Dan setelah lulus nanti kamu mau melanjutkan kuliah dimana?” tanya Safira.
“Entahlah! Aku masih bingung, Safira. Meskipun nanti bisa masuk kuliah dan mendapatkan beasiswa, tapi tidak sepenuhnya gratis, kan? Sedangkan kamu tahu bagaimana kondisi keluargaku saat ini.” Maya menjawab dengan nada yang lesu.
“Sabar, May. Aku doa kan yang terbaik saja buat kamu. Tetap semangat!” Ujar Safira yang mengundang tawa.
Meskipun Maya ikut tertawa bersama yang lain tetapi hatinya merasa pedih, mengingat keinginannya tak bisa tercapai apalagi cita-cita, hanya sekedar impian saja. Dan Maya harus menerima jika diminta untuk membantu masalah keuangan keluarganya.
“Eh, tuh lihat! Ayang beb kamu datang, May. Kita pamit dulu ya, dada...”Ke tiga teman Maya pergi meninggalkan Maya sendiri.
Terlihat dari ujung lorong sekolah seorang lelaki berhidung mancung, berkulit putih, tinggi badan sekitar seratus delapan puluh sembilan dan ditambah lagi memiliki rahang bak orang dewasa. Dan Maya seketika melengkungkan kedua ujung bibirnya dengan sempurna saat menatap ke arah lelaki itu berjalan dengan gagahnya.
“Hai! Lagi apa disini, hmm?”
“Lagi merenungkan nasib, hehe...” Maya tertawa kecil.
Keinandra pun ikut tertawa sembari mengusap puncak kepala Maya. Hal itu membuat Maya merasa senang, karena seolah Keinandra benar-benar menyayanginya sebagai seorang kekasih.
“Kenapa nasib dipikirin? Lebih baik... banyak berdoa saja, siapa tahu nasibnya bisa berubah menjadi lebih baik. Iya, kan?”
“Aku tahu kita sebagai manusia hanya bisa berdoa, berusaha dan menerima. Tapi mustahil saja bagiku itu, Kei. Kamu tahu benar bagaimana kondisi keluargaku. Dan kemungkinan... aku tidak akan kuliah, palingan juga kerja.” Maya mengungkapkan rasa sedihnya.
Nada suara yang murung itupun sukses membuat Keinandra merasa iba dengan nasib sang kekasih. Tapi tak ada pilihan lain selain memberikan semangat untuk Maya meskipun harus putus dari dunia pendidikan.
“Tenang saja. Allah sudah mengatur bagaimana kehidupan kita di masa depan. Jika harus mencari uang di usia saat ini, bukankah itu sebuah kegiatan kerja keras? Selain kita bekerja pasti akan ada rasa bahagia dari hasil kerjamu itu, keluargamu.”
“Bukankah itu tujuanmu, May? Membahagiakan keluargamu,”
Sejenak Maya menghela napas panjang, lalu menatap Keinandra yang berdiri di sampingnya. Terlihat betapa tampannya Keinandra dengan senyuman yang memukau.
Maya beruntung menjadi gadis yang dipilih Keinandra, lelaki yang sama-sama berada di bangku kelas dua belas tetapi berbeda dalam bidang jurusan. Maya berada di jurusan MIPA, sedangkan Keinandra ada di jurusan IPS.
“Kamu benar, Kei. Terimakasih, karena kamu sudah memberiku semangat.” Maya mengulas senyum.
Dan senyum itupun nular ke Keinandra. Dengan penuh kelembutan Keinandra mengusap puncak kepala Maya, hal itupun sukses membuat Maya merasa bahagia. Keberadaan Keinandra benar-benar memberikan imun tersendiri bagi seorang gadis remaja bernama Maya itu.
Bel tanda masuk sudah berbunyi, Keinandra dan Maya memasuki kelas masing-masing_yang lokasinya cukup jauh. Kelas Keinandra ada di lantai dua, karena Keinandra berada di kelas unggulan. Sedangkan Maya_kelasnya di lantai bawah, kelas yang tergolong standart tentang masalah biaya nya.
Jam pelajaran baru saja dimulai dengan mata pelajaran matematika di awal. Kebanyakan dari anak-anak SMA Taruna Bakti tak menyukai mata pelajaran tersebut, hanya beberapa di antara mereka yang masih menekuni bidang itu_anak yang cerdas saja. Sedangkan yang lain, mayoritas akan tertidur atau mencari alasan lainnya untuk menghindari mata pelajaran itu.
“Kei, ke kantin yuk!” ajak Raja.
Raja sudah tidak sabar ingin segera memberi amunisi perutnya yang sudah keroncongan setelah bel istirahat telah berbunyi. Tetapi sayangnya, Keinandra menolak ajakan Raja secara percuma, karena Keinandra ingin menghabiskan waktu istirahatnya untuk menemui kekasihnya, wanita yang menjadi pujaannya itu.
“Ok! Fine, gue terima jika lo nolak gue. Karena gue maklum saja, namanya juga lagi... bucin.” Raja terkekeh geli.
Keinandra tidak merespon sama sekali apa yang diucapkan Raja_yang sudah meledeknya. Acuh, itu yang dilakukan Keinandra dan membiarkan teman-temannya berkata apapun yang mereka suka.
Langsung saja, Keinandra menuruni anak tangga dan menuju ke kelas Maya, di sana Maya teekiaht menyambut kedatangan Keinandra dengan senyuman yang menghangat. Bukan hanya senyuman seorang Maya saja, tetapi tatapan dari netra teduh itu mampu menghangatkan tatapan netra elang Keinandra yang selalu menajam.
“Hai, May! Jam istirahat mau kemana? Mau ke kantin atau... perpustakan?” tanya Keinandra.
Dua tempat itulah yang kerap dikunjungi keduanya saat jam istirahat berlangsung, kalau tidak ke perpustakaan ya... ke kantin mengisi perut walau hanya sekedar minum es jeruk dari warung pak Joko.
“Emm... sepertinya aku mau ke perpustakaan saja, Kei. Aku mau mencari buku tentang... Angkasa.” Itulah tempat yang menjadi pilihan nongkrong Maya saat jam istirahat.
“Okay. Kalau begitu aku temani kamu, ya, May.” Keinandra merengkuh ruas jemari Maya hingga sampai di perpustakaan.
Setiba di sana Maya sibuk berjalan menelusuri buku-buku yang berjejer di rak kayu. Sesekali berhenti untuk memastikan buku yang akan dijadikan bacaan olehnya. Bukan hanya buku tentang angkasa saja tetapi, ada juga beberapa buku novel tentang cinta dan lainnya juga yang diambil oleh Maya. Sedangkan Keinandra sendiri, ia ikut menelusuri buku-buku dan berhenti pada satu buku saja yaitu, dunia kedokteran.
Setelah mengambil beberapa buku keduanya duduk berdampingan di kursi yang sudah disediakan. Tidak banyak obrolan yang menemani mereka, karena jelas di larang keras untuk berisik saat berada di dalam ruang perpustakaan. Dan mereka hanya fokus dengan buku bacaan mereka masing-masing.
Tidak langsung lama, lima belas menit pun telah berlalu dan bel kembali berbunyi_menandakan jika waktu masuk telah kembali tiba. Keinandra dan Maya berjalan beriringan saat keluar dari ruang perpustakaan lalu, mereka berjalan menelusuri koridor sekolah untuk menuju ke kelas masing-masing.
“Tunggu aku di gerbang sekolah pas pulang nanti, sayang.” Keinandra mendekatkan bibirnya dan berbisik ditelinga perempuan bermata lentik itu.
Seketika Maya membulatkan kedua bola matanya dan sesekali mengerjapkan nya, seolah bibirnya ingin bertanya kepada lelaki yang menjadi pujaan hatinya itu tetapi, lelaki itu sudah pergi begitu saja.
‘Dasar, suka modus. Buat apa juga coba harus nungguin Dia di gerbang sekolah?' ujar Maya dalam hati.
Maya masuk ke dalam kelasnya, mengambil duduk di sebelah Safira. Dan gadis itu tak hentinya tersenyum setelah perjumpaannya dengan Keinandra. Bahkan sempat menghabiskan waktu di perpustakaan bersama.
‘Konyol sekali ini namanya! Cinta pertama ... awalnya tidak aku percayai jika akan bertahan lama. Tapi kali ini... aku percaya, nyatanya Keinandra dan aku masih so sweet begini.’ Monolog Maya.
Safira yang merasa aneh dengan tingkah Maya, ia pun menyentuh tangan Maya dengan sikunya. Tetapi perempuan pemilik netra lentik itu tidak bergeming dan masih membayangkan masa indah bersama Keinandra. Dari pertama bertemu hingga kini sudah memasuki kelas XIIXII, bayangkan itu seolah memutar di otaknya berulang kali, bagaikan film yang terus diputar dan hanya Maya sendrilah yang menonton film itu.
Ya, begitulah kisah cinta ala anak remaja di masa SMA. Kisah putih abu-abu, memang sangat sulit untuk dilupakan begitu saja. Kisah yang tidak akan pernah terulang, apalagi saat ini Maya dan Keinandra serta teman-teman yang lain sudah memasuki bangku kelas XII dan sebentar lagi akan keluar dari sekolah Taruna Bakti untuk selamanya.
“Eh, apa, Ra? Kamu ngomong apa tadi? Sorry, aku tidak dengar soalnya,” kata Maya setelah tersedar dari lamunannya.
“Nggak jadi, May. Jangan berisik dulu deh kayaknya, tuh lihat! Bu Widya sudah datang.” Safira menunjuk pintu kelas itu.
Benar saja, Bu Widya yang mengajar mata pelajaran matematika telah tiba di kelas XII MIPA 2. Seketika semua anak-anak terdiam, mulai mendengarkan suara khas dari guru cantik yang masih muda itu.
Bu Widya menjelaskan di depan semua anak-anak, begitu juga dengan anak-anak yang mendengarkan bagaimana cara Bu Widya menjelaskan rumus dalam menyelesaikan soal matematika saat ujian nanti. Dan ada juga beberapa anak yang sengaja tidur di kelas pada jam kelas itu bahkan, tiga anak laki-laki justru memilih bolos kemana saja yang mereka inginkan.
Dua jam telah berlalu, bel dibunyikan lagi sebagai tanda pulang sekolah. Kebanyakan siswa sangat senang mendengar bel terakhir yang dibunyikan, suara dalam kelas pun berubah menjadi begitu ramai. Teriakan yang terdengar begitu memekik telinga.
“May, lo pulang bareng siapa? Bareng ayang lo, ya?” tebak Safira asal.
Lebih tepatnya sih bukan asal, tapi memang Keinandra dan Maya sudah janjian saling menunggu di depan gerbang sekolah. Dan Maya hanya menanggapi ucapan Safira dengan senyuman saja, karena Maya tidak mau jika ketiga temannya nanti akan menggodanya.
”Ra, Lin, Yu, aku pulang duluan ya!” pamit Maya yang keluar mendahului mereka.
Setelah Maya tiba di gerbang Keinandra belum terlihat di sana, Maya harus menunggu sesuai dengan intruksi dari Keinandra tadi. Hampir lima belas menit baru lah Keinandra menghampiri Maya.
”May, sorry! Kamu sudah nungguin lama ya?”
Dengan napas terengah Keinandra menghampiri Maya yang berdiri di depan gerbang. Melihat napas itu dari Keinandra, Maya merasa kasihan lalu menyodorkan sebotol air mineral kepada Keinandra.
“Nih buat kamu, Kei. Lagian kenapa harus lari seperti itu sih? Aku juga setia kok nungguin kamu di sini.” Maya terkekeh geli.
Keinandra mengusap kepala Maya, lalu meneguk air mineral yang memang saat ini sangat diperlukan untuk menyegarkan tenggorokannya. Setelah usai minum sebotol air itu Keinandra ke parkiran hendak mengambil motornya.
Keinandra menghampiri Maya dengan motor Ninja 250 FI miliknya yang bermotif hitam dengan paduan warna orange.
“Naik, May. Aku akan antar kamu pulang,” pinta Keinandra lembut.
Maya pun naik di bagian jok belakang, tidak lupa tangannya melingkar ke perut Keinandra. Lalu, motor dijalankan dan membelah ramainya jalan raya siang itu. Meskipun ramai tetapi bagi anak muda yang sedang merajut kasih tidak akan dipermasalahkan lagi. Bahkan hal semacam itu bisa membuat mereka bisa berlama-lama dalam menikmati waktu berdua.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments