Setelah memakan waktu yang cukup lama untuk sampai tujuan, akhirnya sampai juga di depan halaman orang tuanya Sevan.
"Kita sudah sampai, ayo turun." Ucap Sevan sambil bersiap-siap untuk keluar.
Yilan langsung mengamati di sekelilingnya. Sungguh tidak menyangka jika sudah sampai di rumahnya Sevan, dan ia tersenyum mengembang. Namun, senyumnya tiba-tiba mendadak hilang.
Rasa takut mulai muncul, lantaran kepikiran dengan kedua orang tuanya Sevan maupun keluarganya yang tidak menyukai kedatangannya.
"Aw! ngagetin aja kamu. Untung saja aku gak jantungan. Kalau sampai aku jantungan, mam_pus dah aku."
"Ayo turun, kita sudah sampai. Jangan kaget, jika rumahku tidak semewah maupun sebagus punyamu. Di rumah kedua orang tuaku tidak mempunyai pelayan. Jadi, jangan bersikap manja maupun banyak drama. Kalau sampai kamu melakukan kesalahan, aku akan membawamu ke kota."
Sevan pun memberi peringatan maupun ancaman kepada Yilan.
"Baik. Aku tidak akan merepotkan kamu. Aku akan mandiri, dan yang pastinya tidak akan menjadikan kedua orang tuamu sebagai pelayan untukku. Diterima di rumah kamu aja aku udah seneng. Terima kasih ya, udah mau nolong aku." Jawab Yilan mengiyakan.
"Aku pegang ucapan kamu itu." Ucap Sevan dan bergegas turun.
Kemudian, Yilan mengikutinya. Saat sudah turun dari mobil, Yilan merasa lega dan bisa kabur dari rumah dengan selamat.
'Maafkan Yilan, Ma, Pa, Kak Zavan.' Batin Yilan yang terpaksa harus kabur dari rumah.
Setelah itu, Yilan mengikuti Sevan dari belakang. Sevan yang tidak biasanya melihat rumah menjadi sepi, kini seolah rumahnya seperti tidak ada penghuninya, yakni sangat sepi.
"Loh, Nak Sevan. Kamu sudah pulang toh, Nak?"
"Iya, Bu Retno. Kok rumah sepi ya, Bapak ibu saya kemana ya, Bu?"
"Oh, Bapak sama ibu kamu tinggal di rumah kakak kamu. Satu minggu sekali pulang ke rumah." Jawab ibu Retno.
"Satu minggu sekali pulang ke rumah?" tanya Sevan kembali.
"Iya, benar. Udah tiga mingguan keknya loh. Besok kan, hari minggu. Mungkin bentar lagi pulang." Jawab ibu Retno dan arah pandangannya tertuju pada Yilan yang membuat penasaran.
"Kalau begitu terima kasih banyak ya, Bu." Ucap Sevan.
"Itu perempuan siapa, Nak?" tanya ibu Retno yang akhirnya memberanikan diri untuk bertanya soal Yilan yang tidak dikenalinya.
"Oh, dia itu saudara saya, Bu." Jawab Sevan yang akhirnya terpaksa berbohong.
Karena tidak mungkin juga jika harus berkata jujur. Berbohong demi kebaikan jauh lebih baik, pikirnya.
Yilan yang tidak ingin terlihat sombong dan tidak ramah, akhirnya mendekati ibu Retno untuk melakukan pendekatan.
"Perkenalkan, saya Yilan, Bu." Ucap Yilan yang akhirnya memperkenalkan diri kepada ibu Retno.
"Oh, Yilan. Nama ibu, Retno. Semoga kamu betah tinggal di rumahnya Nak Sevan. Biasalah di kampung, gak semewah di kota."
"Ibu bisa aja deh. Bagi saya yang terpenting tempatnya nyaman, Bu." Kata Yilan berusaha bersikap ramah.
"Ya udah ya, Ibu pamit mau pulang. Soalnya udah sore juga, Ibu harus menyiapkan makanan untuk anak-anak dan suami. Kalau Nak Yilan ada waktu, main-main lah di rumah Ibu. Tidak jauh kok, itu rumahnya yang ada pohon jambu air." Ucap Ibu Retno berpamitan.
Yilan pun tersenyum.
"Ya Bu, nanti kalau ada waktu senggang saya main ke rumah ibu." Jawab Yilan dengan senyum yang ramah. Kemudian, ibu Retno pun pulang ke rumahnya.
Setelah melihat ibu Retno pulang, Yilan tersadar jika Sevan sudah tidak ada di depan rumah.
"Kemana dia? kok udah gak ada orangnya. Jangan-jangan ini bukan rumahnya, lagi. Si_alan! dianya ngibulin aku."
"Siapa yang ngibulin kamu, ha? ayo kita duduk di teras rumah."
Yilan yang sudah faham dengan suaranya Sevan, pun tersenyum senang. Kemudian, Yilan menoleh ke belakang.
"Ya takutnya kamu bohongi aku, dan kamu sengaja mau ninggalin aku, mana aku tau." Jawab Yilan dibuat cemberut.
"Kita belum bisa masuk ke dalam rumah, soalnya Bapak sama ibu aku tidak ninggalin kunci ke tetangga. Jadi, terpaksa kita harus nunggu sampai mereka pulang." Ucapnya dan langsung menarik tangannya Yilan.
Kemudian keduanya duduk di teras rumah sambil menunggu orang tuanya pulang.
"Yah! lama dong. Kalau sampai gak pulang-pulang, gimana? terus, kita tidurnya dimana?"
"Di kandang kambing, puas."
"Tuh kan, judesnya kambuh lagi. Bisa gak sih, jadi cowok itu jangan judes gitu."
"Mendingan kamu itu diam, kita tunggu saja sampai mereka pulang. Kalau kamu lapar, ngomong aja. Kamu tahan dulu."
"Dih! menyebalkan." Kata Yilan dibuat cemberut.
Saat itu juga, rupanya Sevan tengah dikagetkan oleh dua tukang ojek masuk ke halaman rumahnya. Begitu juga dengan Yilan, dirinya sama halnya dikejutkan dengan kedatangan dua motor yang masuk ke halaman rumah orang tuanya Sevan.
Sevan sendiri langsung menghampiri ibu dan ayahnya. Sedangkan Yilan sendiri yang sudah berdiri, memilih untuk diam di tempat.
"Sevan pulang, Bu, Pak. Maaf, jika Sevan pulangnya gak ngasih kabar terlebih dulu. Ibu sama Bapak bagaimana kabarnya?"
Sapa Sevan dan langsung mencium punggung tangannya secara bergantian.
"Ibu menginap di rumah kakak kamu. Tiga minggu yang lalu, kakak kamu kecelakaan. Jadi, Ibu dan Bapak untuk sementara tinggal di rumah kakak kamu. Kamu sendiri bagaimana kabarnya? kenapa gak ngabarin dulu, mau kasih kejutan ceritanya nih?"
Arah pandangan ibunya langsung tertuju pada Yilan yang masih berdiri di teras depan rumah.
"Dia siapa? pacar baru kamu?" tanya sang ibu sambil mengarahkan pandangannya ke Yilan.
Yilan yang tidak ingin dikatai orang sombong, ia langsung menghampiri kedua orang tuanya Sevan.
"Saya Yilan, Bu, Pak. Saya-"
"Dia kabur dari rumah, dan mengikuti Sevan dari terminal Bus sampai rumah. Katanya dia gak mau dijodohkan, dan nekad kabur. Sevan sudah melarangnya, tetapi tetap aja bandel. Jadi, jika dia ini bersikap tidak baik sama Ibu dan Bapak, bilang aja ke Sevan, secepatnya akan Sevan antar ke kota." Sambung Sevan yang langsung menyambar.
"Oh, begitu ceritanya. Tidak apa-apa, tapi kalau sampai ke ranah hukum, bagaimana? nanti kita bisa di penjara kalau sampai ketahuan." Ucap ibunya Sevan yang tiba-tiba ada rasa takut.
Sevan langsung menoleh ke arah Yilan.
"Tidak akan, saya pastikan tidak sampai di ranah hukum, percayalah dengan saya, Bu, Pak. Orang tua saya bukan orang tajir melintir, mana mungkin ada uang untuk memenjarakan kalian. Semua butuh uang, dan pastinya harus ada yang melapor dan mengurus kasus. Tentu saja kedua orang tua saya akan berpikir panjang. Daripada untuk melapor, mending juga buat makan."
Sahut Yilan beralasan, dan berharap kedua orang tuanya Sevan mengizinkan dirinya untuk tinggal di rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments